[01. Secret Gift] Truth of Wonderland - Tomoe Hiyori

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Secret Gift Project


Truth of Wonderland

.
Secret gift for himuluci
.
Tomoe Hiyori x Reader
Story written by NikishimaKumiko

Warning! probably OOC.
Alternative Universe.

.
.
.

Sungguh, terperangkap dalam dunia antah berantah setelah meminum teh di sore hari sangatlah tidak lucu. Kelinci yang menuntunku memanglah mencurigakan. Namun, aku hanya bisa mengulas senyum guna melindungi diri dari seorang pemuda dengan helaian rambut berwarna hijaunya. Iris violet miliknya tersebut mencoba menarikku ke dalam dunianya, meskipun begitu, aku tetap menjaga diriku agar tak masuk dalam perangkapnya.

Ia memakai pakaian ala tentara, berwarna merah dan hitam, serta topi dan sebuah tongkat yang dipegangnya. Suaranya high-pitched, namun terdengar elegan di saat yang bersamaan.

"Oya, oya, apakah tahun ini kau yang menjadi Alice-nya?" tanya pemuda itu, bersemangat dan penuh kilauan, "seharusnya giliran Alex kali ini, tapi kurasa tidak masalah, ne!"

Aku tak mengerti, namaku bahkan tak ada sangkut pautnya dengan kata yang ia sebutkan itu. Tawa kecil pun keluar dari mulutku seraya menggaruk kepalaku yang tak gatal, guna membalas responnya, "Hehe, maaf, tapi aku tak tahu apa maksudmu, Tuan. Lagipula ... namaku [Name]."

"Hm, hm, begitu ya! Tak perlu dipastikan lagi, kau pasti yang dipilih oleh Wonderland! Sekarang, putri kecil, mari kita berjalan-jalan!"

Aku bangkit, mengikuti langkah energetiknya dari belakang. Betapa self-centered dirinya, tak menyadari aku yang kesusahan untuk menyamakan irama langkahnya.

"Oh, kau belum memperkenalkan dirimu!" sahutku.

"Ah, benar juga! Betapa tidak sopannya diriku ini, ya! Salam kenal, kau bisa memanggilku Hiyori."

Hiyori, ia benar-benar seperti arti namanya yang cerah seperti siang hari. Hanya saja, aku masih tidak bisa memercayai dirinya sepenuhnya. Entah mengapa, dunia ini terasa sangat aneh, aku merasa kurang nyaman. Terlebih lagi ketika mendapati langit dan segala bendanya serba warna merah. Aku tiba-tiba merindukan indahnya biru langit.

Saat melangkah bersama pemuda ini, beberapa kali aku mencium bau amis di sepanjang perjalanannya. Hingga, saat aku tak tahan lagi, aku bertanya dengan nada polos dan ceria agar tak dicurigai, "Sebenarnya, Wonderland ini apa?"

Mendengar pertanyaanku, ia terdiam sejenak, lalu mengangguk sendiri. Hiyori pun menjawab, "Dunia ini adalah tempat yang tercipta dari imajinasi orang-orang yang lelah akan kehidupan. Di sini kami bertugas untuk memberitahukan kebenaran. Fufu, mungkin, kau adalah salah satunya?"

Suaraku sedikit tercekat, ia membaca perasaanku. Hanya saja, meskipun fakta itu benar, aku tak ada keinginan sama sekali untuk menghilang dari duniaku. Aku menghela napas dalam diam, menyadari bahwa belum mendapatkan jawaban sepenuhnya atas pertanyaanku.

"Hiyori-san sendiri, sebenarnya apa?"

"Aku?" Ia menoleh, mengerjapkan mata dan menunjuk dirinya sendiri. Tanpa basa-basi, ia menarik kurva bibirnya, membentuk lengkungan senyuman yang khas. Lantas, ia melanjutkan, "role-ku adalah penjaga dunia ini. Hm, hm, tapi aku lebih ke pembimbing, sih! Aku yang akan membimbing dirimu, apakah ingin ke luar dari sini atau menyatu dengan Wonderland!"

Mendengar kata menyatu tersebut, membuat sekujur bulu kudukku merinding. Entah mengapa, kalimat terakhir itu terasa dingin. Mungkin hanya firasatku saja. Walaupun dengan cepat kututupi dengan cengiran palsu agar ia tidak curiga, tapi aku tak yakin. Apa aku benar-benar bisa ke luar dari dunia ini?

"Argh, Ohiisan! Dari mana saja, kau?!" seru sebuah suara yang asing. Sosok itu memakai seragam yang sama dengan Hiyori, wajahnya dipenuhi dengan keringat, mungkin saja kelelahan. Lantas helaian biru tuanya berayun sedikit, sementara iris berwarna kuning tersebut melotot pada Hiyori, "tolong jangan hilang tiba-tiba dari tugas, dong."

"Jun-kun! Kita kedatangan Alice, lagi, lho!"

Sosok yang dipanggil Jun itu mengerutkan dahinya, menatapku dari atas hingga bawah dan menghela napas secara kasar. Ia memijat kepalanya, "Hah ... lagi? Kalau begitu, aku akan pergi menyiapkan ritual jika ia memilih untuk menyatu dengan kebenaran di Wonderland. Ohiisan, jangan lalaikan tugasmu, tolong."

"Aduh, memangnya Jun-kun pikir aku ini siapa? Tentu saja, aku akan membimbing hati nuraninya secara pasti."

Ia menggenggam tanganku, membuat suasana dingin menjadi hangat. Kami berdua pun melanjutkan perjalanan, tanpa menengok ke belakang. Meskipun sesekali, aku mencuri-curi pandang guna untuk mengetahui apakah tempat ini sebenarnya.

Selangkah demi langkah, kepalaku terasa sedikit sakit. Membuat Hiyori harus menghentikannya untuk beberapa saat dan melemparkan tatapan khawatir.

Sekelebat ingatan tiba-tiba muncul ke atas permukaan pikiranku.

"Nii-san, apa kau benar-benar tidak apa?" tanyaku penuh kekhawatiran ketika mendapati sesosok pemuda yang lebih tua dariku duduk di atas kasur berwarna putihnya. Helaian blonde pucat miliknya tersebut sesekali diterpa oleh angin sepoi-sepoi yang berasal dari jendela. Ia mengangguk, iris biru muda cerah itu menatap penuh gentle padaku.

Suaranya terdengar kelelahan dan letih, ditandai dengan napasnya yang cukup sesak. Ia membuka mulut, "Pergilah, bermain bersama yang lain. Sore ini ada pesta minum teh, bukan?"

"Bersama yang lain? Apa Nii-san mengejekku? Kau tahu sendiri bukan, kalau aku tidak punya teman. Satu-satunya sahabatku di sini hanyalah Nii-san, saja," timpalku kesal.

Ia memejamkan mata, cukup lama memberi jeda, hingga ia sama sekali tak memberikan respon lagi kepadaku.

Napasku tertahan untuk beberapa detik, namun segera kuembuskan secara kasar seraya bergumam, "Nii-san ..."

"Hei! Eichi-oniisan! Kalau kau bercanda denganku, aku tidak akan segan-segan memukulmu!"

Aku mengulas senyum lebar, berusaha meyakinkan pada sosok dengan helaian rambut hijau di hadapanku bahwa aku tengah baik-baik saja. Sebuah memori tadi, aku tak ingat aku pernah memilikinya. Kakakku, Eichi, saat ini masih sehat dan hidup. Namun, di ingatan buramku tadi ... ada yang aneh.

"Saa ... rute manakah yang akan kau pilih?"

Hiyori memperlihatkan kedua gerbang berwarna merah hitam dan putih hitam. Pemuda itu mengusap pipinya, tersenyum manja, "Sekedar informasi, kalau kau memilih untuk berada bersamaku. Kau akan mendapatkan pelayanan ekslusif, hm, hm, ii hiyori! Tapi, yang terpenting, apakah kau ingin mengetahui kebenaran ataukah tidak, [Name]?"

Ia mengulurkan tangan padaku. Dari awal, keberadaan dunia ini saja sudah sangatlah aneh. Kebenaran? Memangnya apa itu? Aku menengadah, menatap pemuda tinggi tersebut dengan lekat, "Bagaimana aku bisa mempercayaimu?"

"Menurutmu?"

Aku memalingkan wajah, menarik kembali uluran tanganku seraya menghela napas. Aku harus segera kembali padanya, ia pasti menungguku. Irisku beralih, menatap pintu berwarna putih dan hitam tersebut, lantas membuka gagang pintunya. Tanpa mengetahui bahwa sosok Hiyori di belakangku tengah tersenyum miris dan bergumam.

"Sweet dreams, [Name]."

***

Angin berembus menerpa kulitku, aku menghentikan permainan lariku bersama kelinci. Menoleh pada sosok Eichi yang tengah meminum teh di bawah pohon rindang. Aku pun berlari, menerjangnya, dan tertawa mengejeknya. Meskipun ia hanya membalas dengan mengelus helaian rambut kepalaku.

"Aku bermimpi tentang prajurit hijau yang aneh," timpalku seraya memainkan anak rambutku.

Eichi menautkan alisnya, masih tersenyum, "Benarkah?"

"Ya. Ajakan dan dunianya menyeramkan!"

"Kalau begitu, kau tidak masalah dengan kebohongan?"

Tawa kecil kulepaskan, aku berbaring di sampingnya, lantas menatap ke arah langit. Aku pun membalasnya, "Nii-san terkadang berpikiran aneh."

Samar-samar, aku dapat mendengar suara pemuda yang berasal dari mimpiku. Hanya saja, sosoknya tak dapat kutemukan di mana pun.

"Ohiisan, kau tidak berhasil membawanya dari sana?"

"Hm, sayang sekali, tidak. Ia lebih memilih untuk bersama mimpinya. Mah, setidaknya ... ia masih hidup bersama kita, terbaring koma di sini. Meskipun tidak bisaー"

Suara samar-samar tersebut terputus ketika Eichi mengulurkan tangannya. Aku pun menerima uluran tersebut, seperti biasa. Duniaku bersamanya adalah putih, meskipun itu kebohongan. Aku sadar, walau sosok berhelai rambut hijau tersebut berusaha menunjukkan kebenaran padaku, namun aku tidak nyaman dengan warna merah dunianya.

Aku, Tenshouin [Name], takut pada kebenaran yang akan ditunjukkan oleh dunia itu. Aku tak ingin menjadi sosok Alice yang pergi ke Wonderland karena kehilangan figur kakak. Tidak, aku yakin kalau ia masih hidup bersamaku, tertawa dan bermain di sini.

Lihat, bukankah kami tengah bersama di bawah terik matahari, sekarang?

.
.
.
[END]

Note

Halo, kuucapkan terimakasih bagi yang sudah mampir dan membaca tulisan ini. Untuk Luci, aku harap kamu suka dengan hadiahnya, ya. Maaf jika tidak sesuai dengan ekspektasi (';ω;`)

Ini aku tulis berdasarkan ide dan aku berusaha eksekusi agar bagaimana caranya bisa dipahami oleh pembaca ... yah, semoga saja pada paham (biasanya aku nulis hanya aku aja yang paham, dan ini suatu habbit yang susah dihilangkan sayangnya) ( ・ั﹏・ั)

Okay, have a nice day! (^^♪
Hope you like this fanfiction!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro