Act 2. Pinky Promise

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Fakta menarik tentang manusia: bisa berjanji, tetapi tidak menepati."

___

*Author be like: Si onoh belum bayar utang gue woi!
.
.
.

"Eum ... Bunda, Mauve udah boleh pulang?"

Mauve telah melakukan kesalahan besar. Seharusnya ia tidak bertanya pada Bunda yang sedang dalam mode singa. Sekarang ia pula yang mendapat pelototan. Tentunya kabur lebih baik, tetapi untuk bergerak saja seperti melakukan dosa besar.

Memilih bungkam, Mauve menyusutkan tubuhnya ke sofa. Mungkin memang lebih baik ia berdiam di sana dan saat waktunya tiba, ia akan kabur. Dengan suasana yang mencekam dan dingin, bagaimana bisa Mauve bertahan?

Saat ini, tersangka utama—Sian dan Maroona sedang dalam interogasi. Mauve pikir hanya ia yang kaget karena Sian membawa Maroona, ternyata ibunya pun tak kalah kaget. Dari raut wajahnya, Mauve bisa menebak bahwa Bunda tidak menyukai Maroona.

"Kali ini cewek mana lagi yang kamu pungut?" tanya Bunda dengan suara meninggi. Matanya

"Bunda!" Kemudian Sian sadar bahwa ia telah meninggikan suaranya lebih dari sang ibu. Walaupun refleks, tetap saja lelaki itu merasa menyesal.

Maroona sungguh hebat dapat membuat Sian yang selama ini lemah lembut pada ibunya, sekarang telah meninggikan suaranya.

"Kamu bentak Bunda? Iya?" Kali ini Bunda bangkit dari sofa dan berdiri tepat di depan Sian. Dapat Mauve lihat bahwa mata Bunda berkaca-kaca. Anak kesayangannya telah durhaka.

"Sian gak bermaksud gitu, Bunda," ujar Sian menenangkan sang ibu. Ia hendak memeluknya, tetapi Bunda segera menyentak tangan lelaki itu. Memberi tatapan tak bersahabat, seolah putra kesayangannya telah menjadi musuh besar. Wajah Sian terlihat frustrasi, sementara Maroona canggung dengan situasi. Baru pertama kali bertemu calon mertua, langsung disuguhi dengan aura singa yang hendak memangsa.

Tak lama dari itu, Bunda tiba-tiba duduk di sebelah Mauve, menyusutkan diri dan memeluk anak tetangganya itu. Mauve menegang. Sekarang tatapan Sian mengarah padanya. Tentu saja tatapan itu tidak menyenangkan, seolah Mauve adalah dalang dari perbuatan Bunda.

Detik selanjutnya Mauve merasa lengan blusnya basah. Sial, Bunda ternyata mengeluarkan jurus "Senjata Air Mata Wanita". Mauve mengakui bahwa Bunda berbakat. Ia sendiri belajar dari wanita itu.

"Jadilah wanita yang terlihat lemah, lalu bunuh para lelaki dengan cara mewah."

Jadi begitulah slogan Bunda Loli yang disponsori InWarrior dan MoaMoa Cosmetics. Untuk info selengkapnya, silakan DM @Mauve.pink di Instagram. Akan diajarkan sampai Anda berbakat. Sekian, iklannya.

"Eum ... Bunda?" panggil Mauve dengan suara lembut. Bunda mengangkat wajahnya dan aura yang menyayat hati berhasil membuat Sian beranjak dari sofa lalu menghampiri sang ibu.

"Bunda, jangan nangis gini. Sian merasa bersalah."

Sian bertekuk lutut di depan sang ibu lalu memeluknya dengan erat. Dengan posisi ini, Mauve bisa melihat Sian dari dekat. Sialnya hal itu membuat jantungnya berdebar tidak keruan. Suara-suara sumbang Irish dan petuah Neiva mengelilinginya. Jadi, intinya adalah tidak terpesona untuk ke sekian kalinya.

Namun, wajah Sian yang semakin tampan membuatnya goyah. Ia bahkan tidak bisa melepas pandangannya. Terutama bibir yang dulunya pernah dicicip sedikit.

Sial, Mauve benar-benar gila!

"Gimana Bunda gak nangis kalau kamu gini? Kamu udah gak anggap Bunda sebagai ibu kamu lagi?" tanya Bunda dengan suara serak. Sepertinya kali ini tangisan Bunda kali ini versi originalnya.

Jika orang luar melihat Bunda yang sering menangis, mereka pasti kasihan. Berbeda dengan keluarga Magenta dan Tan yang sudah tahu kebiasaan Bunda. Ada dua versi tangisan Bunda, original dan pura-pura. Namun, walaupun Sian tahu Bunda pura-pura, ia tetap tidak tega. Sian adalah anak yang paling dekat dengan Bunda. Ia menyayangi Bunda lebih daripada apa pun.

Menyayangi seseorang tidak butuh alasan. Namun, tetap ada cerita di balik ketakutan Sian jika melukai bundanya. Mungkin itu karena kejadian saat Sian berumur 5 tahun. Sian terkenal nakal di kompleks, bahkan sejak dalam kandungan, ia memang sering menyusahkan Bunda. Katanya pula, Bunda hampir meregang nyawa karena melahirkan Sian. Namun, kejadian itu membuat Sian menjadi penurut, setidaknya untuk Bunda.

Kala itu Sian kabur dari rumah karena tidak mau tidur siang. Ia bahkan mengajak Mauve berkeliaran. Karena sampai sore tidak terlihat, Bunda dan ibunya Mauve mencari mereka. Lalu, mereka menemukan Sian dan Mauve di seberang jalan. Sian yang nakal tidak mau mendengar ibunya untuk menunggu sampai ibunya datang menghampirinya. Sian menyeberangi jalan tanpa tahu bahwa ada mobil yang melaju kencang ke arahnya. Bunda yang panik segera menolong Sian dan berakibat Bunda yang mengalami kecelakaan mobil. Hal itu menyebabkan Bunda tidak sadarkan diri hingga tiga bulan. Itulah yang membuat Sian tidak ingin menyakiti ibunya. Karena setelah itu, ia selalu menyalahkan dirinya sendiri jika terjadi sesuatu pada Bunda.

Jika Mauve adalah orang luar itu, ia mungkin tidak percaya dengan cerita ini. Lelaki yang suka mematahkan hati para wanita ternyata adalah lelaki yang sangat menyayangi ibunya. Dan, walaupun Mauve sudah tahu cerita ini, ia sendiri tidak menerima kenyataan. Karena ia adalah salah satu wanita yang dipatahkan hatinya.

"Bunda pernah janji enggak akan ikut campur urusan percintaan Sian. Tapi kenapa sekarang gini?"

Bunda mengigit bibir, menyadari kesalahannya. Ya, mengenai itu, Mauve pun tahu.

Bunda menghela napas, "Selama ini Bunda gak masalah kalau kamu mau main-main sama cewek lain. Dalam artian bisa deket, pacaran, karena pada akhirnya Bunda yakin kamu bakal nikahin Mauve."

Mauve yang disebut namanya langsung menegang, apalagi saat Sian menoleh ke arahnya. Segera Mauve mengalihkan pandangan yang sialnya juga malah bertatapan canggung dengan Maroona. Akhirnya, Mauve memilih memandang lampu kristal yang tiba-tiba menarik perhatiannya.

Sejak kapan rumah ini punya lampu itu? Harganya berapa ya?

"Bunda, Mauve cuma sahabat aku."

Cuma gak tuh?

Mauve ingin mengumpat. Nyatanya pernyataan Sian tidak sesederhana itu. Mereka telah melewati batas sebagai sahabat ataupun tetangga. Karena itulah, konsekuensi yang mereka terima seberat ini. Persahabatan yang renggang.

"Sian, kamu pernah denger kalau antara lelaki dan wanita yang bersahabat pasti ada perasaan satu sama lainnya? Lagian, Bunda udah sepositif ini sama hubungan kalian. Dulu, kamu juga pernah janji sama Mauve kalau kamu bakal nikahin dia, 'kan?"

Ah, janji itu. Mauve bahkan nyaris lupa, padahal lima tahun yang lalu ia bisa menghapal kalimat yang diucapkan Sian. Janji yang diiringi dengan menautkan jari kelingking satu sama lain. Terhitung tiga kali Sian melakukan hal itu.

Pertama, ketika mereka berumur 5 tahun saat sedang bermain rumah-rumahan dengan Sian yang berperan sebagai ayah dan Mauve sebagai ibu rumah tangga. "Sian mau jadi ayahnya biar Mo jadi ibunya. Liam jadi anak aja. Kalau besar pun, Mo nikahnya sama Sian, gak boleh sama Liam. Mo janji dulu nikahnya sama Sian."

Kedua, ketika mereka berumur 13 tahun. Saat itu, selain mendapat menstruasi pertama, Mauve juga menemukan lelaki brengsek pertama. "Kan udah dibilang jangan dekat sama Edo, di-PHK-kan. Tenang aja, Sian janji bakal nikahin Mauve nanti." Padahal saat itu Mauve menangis karena Edo menyontek lembar ujiannya, tetapi malah Edo yang dapat nilai tinggi. Sian salah paham dengan kedekatan keduanya. Dan, Mauve hanya bisa meluruskan hal itu dengan kalimat, "PHP, bukan PHK."

Ketiga, perjanjian yang berakhir dengan hubungan pacaran setelah sekian purnama. "Gue janji Mo, lo gak akan nemuin cowok brengsek kayak Liam. Liam juga, udah gue bilang dia jadi anak aja. Btw, Gue bakal jadi pacar lo mulai sekarang. Sekarang, lo perempuan kedua setelah Bunda yang gak akan gue sakiti. Gue janji bakal nikahin lo." Padahal saat itu, Liam tidak menyakiti Mauve. Liam memang ingin Mauve membantunya mendekati teman sekelas Mauve. Namun, Sian salah paham.

Dari ketiga perjanjian tersebut, manakah yang Bunda maksud?

Mauve benar-benar tidak mau menurunkan pandangannya, tetapi lehernya kesakitan karena mendongak terlalu lama. Akhirnya mau tak mau kembali berpandangan dengan Sian. Namun, kali ini tatapan Sian terlihat aneh. Seharusnya, Mauve yang memberi tatapan itu. Apakah ia mengira Mauve yang memberitahu Bunda?

"Bunda jangan salah paham. Lagian Sian bener, kita cuma sahabat."

Karena tidak ingin disalahpahami terus, Mauve harus mengeluarkan suara emasnya. Ia beranjak dari sofa, saatnya kabur dari sana.

"Lagipula, Maroona ini temen Mauve dulu di SMA. Dia orangnya baik dan pinter. Bunda harus percaya sama pilihan Sian. Emangnya Bunda mau anaknya main-main terus sama cewek? Jarang-jarang Sian tobat. Syukur dia udah serius sama cewek sampe mau nikah."

Mauve merasa nama Teguh bisa disematkan di belakang namanya. Semua orang di ruangan itu memandang ke arahnya. Tentu saja hal itu membuatnya tidak nyaman.

"Eum ... Mo juga bakal selalu dukung pilihan Sian. Mo seneng, kepulangan Sian kali ini membawa perubahan, lebih dewasa. Jadi, Mo mohon sama Bunda juga Mama." Mauve melirik seorang wanita paruh baya yang bersembunyi setelah ketahuan mengintip, lalu ia tersenyum manis walau mengandung kepahitan.  "Tolong berhenti jodoh-jodohin Sian dan Mauve. Kami punya pilihan masing-masing. Mauve harap kalian mengerti. Mauve izin pulang dulu."

Mauve tidak memberi kesempatan siapa pun untuk berbicara karena ia segera melangkah pergi. Saat melewati Maroona, Mauve tersenyum tipis. Ia ingin menunjukkan bahwa antara dirinya dan Sian hanyalah teman.

Lagipula, semuanya telah berakhir lima tahun lalu. Hari ini adalah hari yang seharusnya menjadi awalan baru. Sian akan tetap menjadi temannya, walau pernah menjadi mantan.

Mantan ....

Mauve masuk ke mobil kesayangannya. Menghirup oksigen dalam-dalam dan mengeluarkannya bersamaan dengan jatuhnya air mata. Apakah semuanya telah benar-benar berakhir lima tahun yang lalu?

"Since the love that you left is all that I get
I want you to know that if I can't be close to you
I settle for the ghost of you
I miss you more than life (more than life) ...."

"Sial, siapa yang puter lagu mewek gini?" umpat Mauve. Namun, ia merasa sesuatu bergetar di sakunya.

"Oh iya, gue lupa. Dari hape gue."

Mauve merogoh sakunya dan mendapatkan benda yang telah menganggu sesi mewek-nya. Panggilan video grup Geng Ciwi Rumpi—yang namanya selalu berubah setiap minggu.

Wanita itu menekan ikon berwarna hijau lalu terpampanglah wajah kedua wanita yang telah menjadi sahabatnya yang lain selama beberapa tahun ini.

"Kenapa tuh muka udah kayak kain pel?" tanya Neiva yang sedang memakai maskara.

"Tebak aja, palingan si Mo ketemu Sian. Satu-satunya yang bikin Mo kayak gini kan biasanya Sian," celetuk Irish tertawa. "Eh, kan, nyebut Sian emang bikin sial," lanjutnya bergerutu sembari membersihkan cat kuku yang tak sengaja mengenai jari kakinya yang lain. Mauve menduga wanita itu menggunakan jari jempol kakinya untuk membuat panggilan grup.

Wajah Mauve semakin cemberut. "Kayaknya bener, deh. Cie ... jumpa mantan." Kali ini Neiva ikut menertawakan Mauve. Sahabat macam apa yang menertawakan kemalangan temannya? Geng ini jawabannya.

"Jadi jangan bilang alasan kamu disuruh pulang ke rumah buat ketemu Sian terus disuruh nikah?" tebak Irish.

"Kalian cenayang, ya?"

Lalu tawa sesi kedua dimulai. Panggilan video ini benar-benar tidak berguna.

"Ngapain vidcall coba?" tanya Mauve sembari menyeka wajahnya yang basah karena air mata dengan tisu.

"Sengaja mau ketawain. Bentar lagi juga mau bikin perayaan kalau Mauve Pinka Tan udah ketemu mantannya. Makin gagal move on, deh."

Teman laknat!

"Gue sumpahin ya lo berdua bakal ketemu mantan dan gagal move on lebih parah dari gue!"

"Ciee ... yang marah karena dijodohin mantan. TerSian-Sian nih ceritanya. Betewe, lo wajib cerita sama kita, gimana lo bisa ketemu tuh cowok. Jangan sampe ada yang kelupaan. Kalo perlu lo reka ulang adegan depan gue! Wajib!"

Mauve berharap mereka menghiburnya, tetapi malah disuruh menceritakan kejadian memilukan hari ini. Jadi, ia menangis dengan kencang.

"Dahlah, dia nangis mulu. Matiin aja, Rish. Nanti malam kita bikin dia nangis kejer sampe pagi. Dadah, Mo!"

Irish mengeluarkan bakat istimewanya. Jari jempolnya terlihat semakin besar di dalam video. Lalu ... bip!

Kenapa jadi mereka yang mematikan panggilan video? Kan, Mauve yang kesal!

Mau nangis aja lagi!

****

Ya ampun gemes banget sama Mauve. Baru kali ini aku kesel sama tokohku sendiri. Ini Mauve bucin semi bego gak sih? Hahaha

Kesel banget sama Sian. Kayaknya Mauve mesti klarifikasi deh tentang masa lalu. Kenapa Sian mulu yang kelihatan musuhan sama Mauve? Padahal Mauve yang banyak terlukanyanya huhu

Dari bab 1 sampai 2 ini, gimana pendapat kalian tentang Sian?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro