Bab 2 : Spektrum Warna

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Halo.... Ceritanya langsung saja dibaca. Budayakan vote jika kamu menghargai karyaku.

© Ravenura
2 Januari 2019

*************

Blambangan, 1723.

Spektrum warna menghiasi langit. Hujan baru saja reda setelah mengucur deras sepanjang hari. Rintik hujan mengisi sore itu. Seberkas cahaya kekuningan nan hangat merebak di atas lembah di pegunungan Ijen di timur Pulau Jawa.

Matahari sedang menyapu lembah dengan cahaya kemewahan itu. Begitu menentramkan menyaksikan puja dan puji manusia menyembah matahari sebagai dewa. Bintang bermasa nitrogen dan helium itu tampak terang dan acuh menyisir satu per satu daratan dan perairan. Dia bergerak konstan bagi yang melihatnya. Tetapi sejatinya bagi mata yang lain, Bumilah yang mengelilingi sang bintang besar.

Tak cuma perbandingan itu. Fatamorgana lainnya ialah matahari penuh keindahan surgawi. Nyatanya, jika sang bintang didekati penuh pemujaan, kau keliru. Lidah api bakal menjilati wujudmu dalam radius 57 juta kilometer dari bintang utama terdekat, yakni Merkurius. Atau kau punya nyali, jadilah setitik atom hidrogen yang terbakar sepanjang waktu.

Cahaya matahari berkelok-kelok melintasi ribuan lapis bumi dan menembus banyak tekanan udara. Butuh delapan menit lamanya untuk menyelimuti sosok pria di bawahnya. Mata pria itu terpejam tenang di bawah guyuran gerimis. Sebagian badannya sudah basah, sementara sebagian lainnya kering dinaungi oleh setumpuk daun pisang tua lebar.

Pria itu terlalu nyenyak tidur siang, sampai gerimis pun tidak mempengaruhinya. Panggilan budaknya diabaikan. Tidak peduli tenggorokan budaknya sakit kebanyakan berteriak.

Yugo Garret tersedot dalam pusaran energi akan mimpi panjang. Dia terjebak dalam dunia surealisme. Nyata yang tak nyata. Sebagai akibatnya, Yugo tidak yakin pada mimpinya di ujung sore itu.

Ada banyak kilas aneh yang mengisi kepalanya. Delusi dan ilusi mengaduk otaknya, menuntut untuk disimak setiap tanda yang menyembul saling tindih. Sesaat dia mengernyit kesakitan. Dia bingung karena semuanya tidak nyata.

Yugo melihat pohon yang gosong, di dalamnya terdapat lubang dalam yang mengisapnya dalam kedamaian luar biasa, lalu terdengar suara wanita sedang bernyanyi.

Sedari kemarin pagi dadanya berdebar tanpa henti. Detak jantung Yugo bagai memiliki gema.

Dug dug...

Begitulah, seolah detakannya ganda.

"Gus Yugo, silakan masuk ke dalam. Nanti Anda jatuh sakit," kata budaknya penuh perhatian.

Agak aneh memanggil Yugo dengan embel Gus. Tetapi Wayan sudah mengenal majikannya sangat lama, sehingga tumbuh penghormatan untuk pria itu. Malahan, Yugo bukan penganut agama mana pun.

Bibir sang budak membiru kedinginan. Celana pendeknya compang-camping dan basah kuyup. Sedari tadi memayungi majikannya agar tidak kehujanan, sementara Wayan sukarela hujan-hujanan. Wayan hanya berharap Yugo mau masuk ke dalam rumah. Jika tidak, budak itu bakal mampus dalam kobaran panas akibat kena demam tinggi.

Wayan tidak masalah harus merenggang nyawa. Namun, dia enggan merepotkan majikannya soal penguburan jasadnya nanti.

Pria yang mengenakan setelan pakaian sederhana berbahan sutra itu tersenyum tipis menerima perhatian Wayan.

Budak muda itu sangat baik. Tentu saja Yugo menyukai pengabdian Wayan. Yugo akan selalu baik-baik saja. Daya metabolis Yugo sangat tinggi. Tidak pernah merasakan yang namanya sakit semenjak terbangun di pantai indah pertama kali.

Penyakit panas yang sering dikhawatirkan budaknya pun, Yugo tidak tahu bagaimana rasanya. Hanya saja Yugo agak bingung gara-gara debaran jantung ganda di antara kedua bagian tulang rusuk.

Baru kali ini terjadi gema ganda di dalam dadanya.

"Kau saja yang berteduh di dalam, Wayan," ucap Yugo santai. Dia menyingkap kain sutra dengan tenang.

"Tidak apa-apa, Gus. Saya di sini saja, menemani Anda," sedak Wayan tak karuan. Gigi-giginya bercatrukan kedinginan.

"Aku masih ingin di luar." Yugo bergumam.

Matanya menatap langit penuh kerinduan. Dia bisa melihat aurora, tubrukan asteroid, dan lidah api di angkasa dengan jelas. Keinginan Yugo semakin besar untuk menjelajahi ruang pekat bertabur bintang-bintang. Keyakinannya menguat bahwa langit sedekat kedua bola mata yang ingin melihat satu sama lain tanpa cermin atau pantulan danau.

Pasti ada tangga untuk mencapai atas, tetapi Gaia tidak pernah menunjukkan cara untuk keluar dari Bumi.

"Kalau saya pergi ke dalam, Gus Yugo nanti kedinginan." Wayan bersikukuh. Kedua tangan Wayan yang menggenggam tangkai daun pisang bergoyang hebat. Tidak lama lagi, dia bakal roboh pingsan.

"Tidak apa-apa, Wayan. Berikan daunnya padaku, biar kupegang."

Daun itu berpindah tangan. Wayan tidak berani protes. Dia menganggukkan kepala tanda permisi, lalu kembali ke biliknya penuh kekhawatiran. Wayan ingin memastikan jika di belakang hari, Yugo tidak akan memakinya sebagai budak tidak becus. Karena itu, apa yang dilakukan hari ini harus sempurna.

Wayan ingin melakukan pekerjaannya dengan baik. Majikannya telah membayar Wayan lebih dari kata cukup. Sangat berbeda dengan kasta lain yang tidak menghormati budak-budaknya sebagai sesama manusia.

Yugo benar-benar berbeda. Karena itu Wayan khawatir tindakannya salah jika terus membantah. Dia tidak mau dibuang begitu saja oleh Yugo.

Jika disuruh masuk ke dalam rumah, Wayan harus menurut kendati otaknya dilanda kecemasan parah. Wayan pun menancapkan ujung gagang daun pisang, sehingga membentuk lingkungan teduh di atas kepala Yugo. Setelah itu, budaknya menghilang ke dalam rumah.

Yugo sendirian. Dia semakin menikmati momen kesunyian. Tangannya menyingkap daun pisang. Hujan menyerbu di atas kepala Yugo. Langit semakin jelas. Ledakan demi ledakan ruang hampa terlihat makin kentara.

Yugo tidak butuh tumpukan kaca untuk mengamati bintang dengan jelas. Dia bisa membaca pergerakan bintang. Di selatan, terdapat buih lautan yang mengamuk seperti saat tenggelamnya Aquamarine. Tetapi semakin dilihat, buih itu berubah menjadi ribuan titik yang membaur dalam pertempuran dahsyat.

"Sudah waktunya, ya?"

Bibir Yugo melengkung ke atas. Jeritan wanita saat tidur barusan bukanlah sekadar bunga tidur. Itu adalah kenangan yang sempat tertangkap indra pendengar Yugo.

Itu suara ibunya yang mengorbankan diri.

Yugo terlalu lama dibuat menunggu kelahiran boneka lainnya. Tetapi perbedaan waktu antara planet bukan menjadi masalah bagi Yugo. Karena itu, Yugo harus mempersiapkan diri dengan baik.

Yugo duduk tegak. Dia harus kembali ke tugas utamanya tercipta di Bumi. Dengan tangkas, Yugo menggulung lengan baju buatan Cina. Dia menarik secarik perkamen di balik bajunya, tetapi hujan tidak mengizinkan Yugo menulis di luar.

Yugo masuk ke dalam rumah untuk menyiapkan rencana. Seperti yang sudah dia duga, Wayan selalu siap di ambang pintu rumah.

"Mau saya buatkan air panas untuk mandi, Gus?" tanya Wayan.

"Tidak usah. Kau tidur saja, Yan. Aku mau tidur juga," sanggah Yugo santai.

Yugo akui, dia butuh kehadiran Wayan untuk melelehkan tinta hitam dari arang, tetapi budaknya butuh istirahat. Akhirnya Yugo melakukan segalanya sendiri. Dia melelehkan tinta penuh tekanan dan kecepatan, lalu menulis kalimat demi kalimat dengan aksara Bali secara hati-hati.

Yugo sudah mengajari Wayan cara membaca dan menulis. Tidak akan sulit bagi Wayan untuk segera mengerti pesan sang majikan. Perjalanan kali ini hanya bisa dilakukan oleh Yugo saja. Wayan tidak diajak serta. Wayan cuma manusia biasa. Energinya tidak cukup untuk diajak mengembara ke seluruh dunia. Mendaki daratan asing dan mengarungi samudera di seluruh semesta, tanpa oksigen pula.

Yugo mengeluarkan liontin yang tersembunyi dari balik pakaiannya. Sebuah bandul yang memiliki potrait nyata galaksi Bimasakti tampak hidup. Bandulnya bergerak melingkar seperti jarum jam, mengikuti satu poros matahari mini, sementara ribuan titik hilang timbul dalam potrait tersebut.

"Gaia," panggil Yugo pelan.

Desir angin beraroma musim semi memenuhi ruangan kerja Yugo. Api di dalam lentera kertas bergoyang, menandakan kehadiran makhluk misterius di sekitar Yugo. Gundukan di bawah tanah secara perlahan mewujud jadi wanita bertunik biru zamrud. Rambutnya bergelombang sampai mata kakinya. Ekspresinya angkuh dengan dagu sedikit mendongak.

"Ya, Tuan Garret" sahutnya santun, tidak secongkak parasnya.

"Sudah kubilang jangan memanggilku Tuan Garret. Aku jauh lebih muda dibanding kau," tukas Yugo mengerutkan dahi.

Wanita bertudung biru navy itu mengulum senyum. Senang saja bisa menggoda Yugo. Ekspresi senang atau kesal Yugo terlalu mirip dengan Aquamarine. Tentu saja Gaia sangat merindukan sahabatnya.

Sejak dulu Yugo benci akan derajatnya selalu diutamakan wanita tanah itu. Dia hanyalah manusia yang tidak sepenuhnya ingat masa lalunya—atau seperti kata Gaia—Yugo terlahir sudah besar tanpa melewati fase bayi sampai remaja.

"Bagaimana yang lain?" tanya Yugo langsung. Dia tidak mau berbasa-basi setelah tidak saling kontak dengan Gaia.

Bahkan Yugo sudah tiga tahun terakhir nyaman tinggal di lembah Ijen. Setiap menjelang subuh pula, dia melihat keindahan blue fire dari Gunung Ijen.

Gaia membungkuk. Telapak tangannya meraih sejumput tanah, lalu dilemparkan ke segala arah. Dia membaca tengara yang diketahui oleh dirinya sendiri.

"Seperti yang kita bahas sebelumnya, sebagian berkumpul di Amerika. Dua orang di Asia, dan satu lagi di puncak Batian di Gunung Kenya," papar Gaia masih mengamati penuh minat tanah coklat yang dilempar ke lantai.

"Menurutmu, aku harus pergi ke mana?" tanya Yugo.

"Saya tidak tahu, Tuan Garret. Saya cuma pembaca pesan, mana mungkin mengatur Anda ataupun berani memberi saran," elak Gaia enggan.

"Kalau begitu," Yugo menarik napas penuh hasrat, "aku akan pergi ke Afrika. Singgah di Serengeti asyik sepertinya," putus Yugo dan terkekeh sendiri.

Wajah Gaia mendadak keruh. Bibirnya mengerucut sebal. Sang dewi benar-benar tidak bisa memahami pikiran anak sahabatnya.

"Di antara banyak keindahan dunia, Anda memilih pergi ke tempat aneh-aneh, Tuanku. Sudah cukup Anda meminta rumah bawah laut, sekarang destinasi pertama bepergian Anda adalah ke tempat gersang." Akhirnya Gaia mengajukan kritik pedas.

Gaia kira, Yugo bakal pergi ke Amerika untuk memulai ekspedisi. Di benua Amerika itu sedang seru-serunya revolusi industri. Ada banyak koloni yang bergelimpangan merebutkan tanah. Dan Yugo bakal kaya raya menjual banyak senjata untuk menjadi pembunuh bayaran.

Yugo malah menyengir hebat.

"Tentu saja, aku butuh ahli herbal. Ada seseorang yang harus kucari. Sayangnya itu bukan kau, Gaia." Yugo menyilangkan dada penuh pertimbangan.

Tidak ada respons. Wanita tersebut sudah beralih menjadi manusia cebol berambut panjang khas suku Maya. Tampang Gaia makin serius. Dewi Bumi punya kebiasaan yang unik. Setiap perubahan suasana hati Gaia selalu diikuti perubahan drastis fisiknya.

Gaia memang andal dalam mentransformasikan dirinya ke berbagai fisik manusia lain.

"Aku sudah dibuang?" Pertanyaan sarkastis itu anehnya membuat Yugo terbahak-bahak.

"Kau akan selalu ada untukku, Gaia. Jadi antar aku ke Batian untuk menjemput rekan baru kita. Semoga dia tidak antipati dengan kehadiranku," harap Yugo makin antusias.

"Tuanku, sebaiknya Anda jangan gegabah. Bagaimana jika dia tidak sesuai harapan Anda?" pesan Gaia makin waswas.

Gaia sudah lama menetap di Bumi. Dia tercipta dari parthenogenesis. Hadir tanpa mengetahui siapa sang pencipta atau orang tuanya. Dia melahirkan banyak anak-anaknya secara gaib. Tidak kasat di kalangan manusia, termasuk anak-anak monster. Namun, Gaia juga sosok penyendiri di hadapan kerajaan Venus, terutama setelah menyaksikan liontin Yugo.

Gaia bukannya pesimis dengan rencana Yugo. Tetapi sudah jutaan milenium menyaksikan siklus kehidupan manusia. Tak ada yang berubah di mata Gaia. Akan selalu ada dua sisi berlawanan di depannya. Kebaikan dan keburukan. Kesetiaan dan kemunafikan. Kebahagiaan dan kesedihan. Kesabaran dan kemarahan. Semua hal yang kontradiktif, telah Gaia ketahui. Sifat dan sikap manusia juga berlaku untuk makhluk-makhluk di galaksi Bimasakti.

Gaia berharap Yugo tidak lebur atas harapan yang ketinggian. Jika itu terjadi, Yugo berputus asa memanggul kekecewaan. Lebih baik punya rencana cadangan kalau sosok yang dicari mau bekerja sama dengan Yugo.

"Bagaimana kalau dia jahat, begitu?" pancing Yugo menyuarakan kekhawatiran Gaia. "Tenang saja, aku percaya padanya."

"Bagaimana bisa?" balas Gaia semakin sangsi. "Jaminan apa yang Anda punya kalau dia bisa mempercayai Anda? Anda hanya mengamatinya dari jauh!"

"Sekarang aku bisa mengamatinya dari dekat" tandas Yugo.

Deru di dada Yugo semakin membara. Gairah meletup tak sabar akan perjumpaan dengan sang penyembuh. Yugo segera melempar tatapan tajam pada Gaia. Tampangnya semakin serius saat mengucapkan sesuatu.

"Kau meragukanku sebagai titisannya, Gaia?" tanyanya tajam.

"Ti...tidak, maksudku...." Gaia semakin gugup.

"Tujuh fragmen. Tujuh jantung. Saling berpencar tanpa tahu apa yang terjadi kecuali aku, selaku pemegang kunci galaksi kita. Kau terlahir lebih lama dibandingkan aku, Gaia. Sebagai teman perjalananku, kau memberi banyak suaka untukku, lebih banyak dari yang pantas aku terima. Tapi kau tidak lupa jika aku penerus Aquamarine. Venus memegang peranan sebagai penjaga kunci sebagaimana yang telah pendahuluku sepakati bersama penguasa lainnya." Yugo semakin serius.

Mereka jarang berdebat, tetapi Yugo tidak mau menunda waktunya lagi selagi detak jantungnya bergema aneh.

"Aku tahu apa yang harus kulakukan. Ajari aku teleportasi secepatnya, jadi kau bebas menjalankan tugasmu tanpa repot mendampingiku sepanjang waktu, Gaia," kecamnya tanpa perasaan.

Gaia, satu-satunya dewi kepercayaan Aquamarine semakin membisu. Mereka sudah lama bersahabat. Ikatan batin itu terbawa permanen di hati Gaia. Jika berani bermusuhan dengan keturunan Aquamarine, bukanlah ide yang bagus. Gaia sendiri menerima banyak ajaran supranatural dari Aquamarine. Dia diberkahi sihir untuk mengubah dirinya dalam berbagai wujud manusia sesuka hati.

Praktis Gaia harus mendengar apa yang Yugo ucapkan. Yugo adalah penerus Aquamarine. Dia mengemban tiga tugas penting saat ini.

Yugo adalah pewaris kerajaan Venus. Namun, dia tidak bisa hidup di planet yang dilihat setiap menjelang pagi. Takhta ibunya dicuri oleh seorang pembelot. Ada pun untuk menguasai seluruh semesta, liontin di leher Yugo harus dihancurkan. Artinya, eksistensi Yugo tidak boleh terekspos di luar Bumi. Dia harus sembunyi sambil mengumpulkan enam fragmen lain.

"Omong-omong, kapan aku boleh menelan permen aneh ini?" tanya Yugo mengeluarkan tujuh kapsul wajik beda warna. Tangan lentiknya mengambil kapsul sewarna matanya yang bening bagai berlian. Yugo terlalu penasaran dengan rasa permen itu.

"Kita tidak tahu apa yang terjadi bila tidak hati-hati, Tuan Garret," gumam Gaia menahan diri untuk tidak mengomel.

Yugo menganggukkan kepala. Bukan karena sepakat akan argumen tadi, melainkan agar Gaia segera mengajari teleportasi.

Gaia adalah satu-satunya mentor yang bisa mengajari soal teleportasi. Sang dewi itu mampu berpindah tempat dalam sekejap tanpa menggunakan media apapun kecuali hanya memejamkan mata.

Tidak makan waktu. Tidak makan tenaga. Serba instan. Kemampuan apa yang lebih baik selain mampu berpindah tempat?

Menyenangkan kalau memiliki kemampuan seperti itu.

"Gaia, jika kau tidak mau membimbingku, tidak masalah. Aku bisa melakukan segalanya sendiri."

Yugo bangkit dari duduknya. Dia mengemas tas kecil yang dicangklong ke pinggang. Yugo menyampirkan mantel bepergian ke bahu. Tidak sabar untuk mengitari bumi secara manual. Berkuda dan naik perahu, tidak masalah.

Selama formasi lengkap menjadi tujuh, Yugo akan mengembara demi menemukan tangga ke langit.

Hanya itu yang Yugo ingat. Tujuh fragmen. Tujuh jantung. Tujuh senjata. Semuanya harus berkumpul dalam satu tempat yang aman. Tanpa siapapun tahu terutama Hector, pemburu liontin.

"Ada kabar apa dari sekutu?" Akhirnya Yugo mengajukan pertanyaan yang paling membuat Gaia semangat membicarakannya. Apalagi kalau bukan delapan planet melawan satu planet pemberontak.

"Ada kemungkinan penyerangan tak terduga. Venus mode siaga menodongkan meriam ke sini. Bibimu," Gaia menelan ludah, "berani mengikrarkan kematian ratu Venus yang sah. Hukum kerajaan Venus terbagi dua saat ini. Melalui garis keturunan dan klaim raja. Sebagai kakak Ratu, Labrador berani mengambil kekuasaan itu setelah menghadapi kekosongan takhta yang lama," cerita Gaia.

"Aquamarine sudah pergi, Gaia," lirih Yugo. "Kalau dia hidup, aku tak perlu ada di sini tanpa kepastian."

"Benar." Gaia sepakat. Wanita tanah itu mengalami hal yang jauh lebih buruk. Dia terus melahirkan anak-anak yang buruk rupa, tetapi tidak masalah kalau Gaia mengumpulkan sepasukan monster demi melawan para musuh. Gaia juga harus melindungi manusia dari penglihatan tidak kasat. Terlalu riskan jika ada satu manusia yang melihat pertempuran mengerikan

Kalau bisa memilih, Gaia tidak ingin tercipta. Dia bisa berempati pada ucapan Yugo.

Kata-kata itu kembali memukul Gaia. Dia menitikkan air mata. Sahabat sejatinya pergi begitu saja tanpa penjelasan. Gaia bagai tersesat dalam labirin. Tidak tahu bagaimana bertindak. Kehilangan itu menuntun Gaia menjadi sosok katak dalam tempurung, sekali pun tetap mengawal Yugo.

Dia tak tahu apa yang Aquamarine rencanakan. Ratu dari planet tetangga itu serba misterius. Aquamarine meninggalkan banyak teka-teki tak terpecahkan. Yugo pun tidak banyak bercerita selain memberi banyak perintah.

Andai Gaia tidak terlambat untuk menjemput Aquamarine di sisi portal penghubung Venus dan Bumi, tentu saja Aquamarine bisa diselamatkan, atau minimal, Gaia bisa mengawal Yugo lebih baik sebagai perebut kursi kerajaan Venus lagi.

Atau mungkin pula, ini rencana Aquamarine untuk menyimpan semuanya, agar rahasia terbesarnya aman. Bila tujuh jantung diketahui makhluk lain kecuali Gaia, bisa jadi kekacauan lebih besar bakal mengancam eksistensi dunia.

"Percaya padaku, Gaia. Aku melakukan semuanya bukan untuk keuntunganku sendiri. Namun, hal paling krusial adalah kehidupan kita semua. Untuk itu, aku harus berjuang dalam segala kesulitan apapun. Kita berhak hidup tenang." Yugo meyakinkan sosok yang berpendar menjadi bocah. Wajah Gaia meringis ketakutan membayangkan kehancuran semesta.

Buminya sekarat. Gaia tidak mau kehilangan planet itu.

"Aku akan mengembalikan apa yang Labrador dan Hector curi. Aku akan mengamankan planetmu. Begitu pula dengan planet lainnya. Karena itu, bantu aku sekarang!" desak Yugo terus memohon.

Gaia goyah. "Eum... Baiklah, Tuan. Tutup matamu."

Gaia mengajarkan Yugo untuk bermeditasi sebagai dasar utama ketenangan. Transisi yang dilakukan Yugo tidak semudah Gaia. Butuh kekuatan dan kemauan luar biasa menaklukkan medan tujuan. Setiap deflagrasi atas teleportasi itu mampu menguras tenaga Yugo.

Pada percobaan pertama, Yugo mimisan disusul muntah darah. Percobaan kedua saat melintasi perbatasan Jepang-Korea, Yugo terpental jatuh di lautan karena pecah konsentrasi di tengah perjalanan. Gaia memutuskan untuk membawa Yugo ke banyak tempat sebagai referensi dalam sekian detik.

Parahnya, Yugo mudah menyerah. Dia tidak tahan setelah muntah yang kedelapan.

"Antar aku ke Batian, Gaia," desak Yugo putus asa. Badannya semakin memar akibat daya dorong setelah berhari-hari melatih diri.

"Anda harus pergi sendiri ke sana, Tuan Garret." Gaia menggelengkan kepala tidak setuju.

"Apa karena ada anakmu di Gunung Kenya itu?"

"Ya, diamlah, Tuan Garret. Mari tenangkan pikiranmu. Bayangkan lelehan lava di tengah lautan." Gaia bersikukuh meluruskan pikiran Yugo.

Hampir saja Gaia terseret ke lukisan gunung tertinggi di Afrika, di mana batu-batu hitam membeku dingin hendak menelan mereka berdua.

"Aku ingin menyerah," keluh Yugo makin kelelahan.

"Tak ada menyerah. Anda hanya ingin berhenti mencoba. Nanti Anda juga bakal mengajari orang lain, ya kan, Tuan Garret? Jika teleportasi gagal, maka ganti latihan lain."

Yugo mengerutkan dahi sebal. Metode lainnya jauh lebih buruk selain bermeditasi.

"Sekarang, yang perlu Anda tahu, Anda memang harus mempersiapkan diri dalam pertempuran. Mari kita menggunakan pedang, Tuan."

"Aku tidak ingin bermain senjata. Yang benar saja, Gaia? Aku ingin menyerah, tapi di waktu yang bersamaan, aku gemas bukan main ingin menguasainya. Dari pada bertempur, aku lebih suka menemukan enam fragmen yang sama sepertiku." Yugo menjambak frustrasi rambutnya.

"Apa pentingnya tujuh fragmen? Bukankah hanya ada Anda, Tuan Garret. Yang Anda cari, kukira mereka hanya sekumpulan anak kuat saja."

Yugo memutar mata dramatis. Ini salahnya kurang terbuka. Gaia belum tahu bahwa enam sosok lainnya bukan manusia biasa. Mereka terlalu istimewa.

"Mari terbuka satu sama lain, Gaia. Ceritakan padaku tentang Hector lebih gamblang. Sebelumnya, kujelaskan padamu, kapsul-kapsul ini, harus diminum mereka yang istimewa. Di jantung mereka, tertanam satu keping batu mulia. Kapan saja bakal mengalami pembakaran diri tanda kedewasaan mereka. Fungsi kapsul ini," Yugo mengguncangkan tujuh kapsul wajik tersebut, yang bila dipegang lembek sekali, "menetralkan pembakaran tubuh. Hanya itu yang Aquamarine beritahukan padaku. Jika terlambat, kami semua bakal mati sekaligus. Demi menghindari itu, prioritas utamaku adalah menemukan tujuh jantung. Makanya kunamai kelompok ini sebagai Gemstoners. Orang-orang berjantung batu mulia."

"Tapi kenapa mereka tersebar di Bumi? Kenapa tidak di planet lain?" tuntut Gaia. Buminya sekarat dan penuh makhluk biadab berotak sempurna, tetapi harus menampung kelahiran sosok mulia di seluruh galaksi. Tentu saja penjaga liontin itu tidak boleh lari di tempat serendah Bumi.

"Alasan ibuku menyembunyikan diri ke Bumi sederhana saja. Planet ini yang menunjukkan sisi paling netral dalam perebutan kekuasaan. Umat manusia hanya berkelahi di kalangan mereka sendiri. Bukan mempersiapkan diri untuk melindungi kehidupan di planet. Baguslah kau memberi tabir agar manusia tidak tahu. Jika terjadi, yah manusia bakal mencaplok planet lain dan mati sia-sia tanpa kehidupan sebaik Bumi. Dan, tidak heran Bumi paling lemah di antara planet lain karena perlindungan tabir itu. Karena itu Aquamarine menciptakan aku selaku penerusnya untuk membantumu melindungi Bumi."

Gaia meringis. Dia memang tidak melakukan apa-apa kecuali sibuk menutupi rasa ingin tahu manusia tentang kehidupan luar angkasa. Memang benar manusia paling lemah diakibatkan nafsu menguasai. Namun, manusia juga paling kuat dalam memperebutkan ambisi.

"Karena itu aku lebih suka kejutan di belakang. Jadi cepat katakan padaku, siapa dalang yang membuat matahari gelisah sekarang?" tuntut Yugo semakin sebal mengulur waktu. Detik-detik yang berlalu tanpa jawaban itu sangat menjengkelkan. Betapa berharganya di masa genting.

"Hector. Dia mempengaruhi separuh planet untuk memihak padanya. Dendam lama karena dibuang dari tatanan tata surya. Bintang kesunyian yang dikuasai jiwa-jiwa buangan, tak heran mereka ingin menghancurkan matahari. Liontin matahari yang ada di leher Anda, tak boleh jatuh ke orang salah, utamanya Hector. Bukankah bertempur adalah keterampilan utama untuk melindungi hidup Anda, Tuan Garret?" Gaia menjelaskan poin utamanya. Dia paling enggan menyebut nama penguasa Pluto.

Nama Hector dianggap tabu. Mengundang mara bahaya. Tak heran Gaia jarang membicarakan topik ini kalau tidak benar-benar perlu, tetapi malam ini, mereka memang harus membicarakannya selagi Uranus diserang. Tinggal tunggu waktu saja pasukan Hector sampai ke Bumi untuk menangkap Yugo.

"Aku tak akan mati kecuali di tanah kelahiranku. Tugas utamaku hanya mengumpulkan tujuh jantung. Tenang saja." Yugo terus meyakinkan Gaia.

"Aku percaya pada Anda, Tuan Garret. Sekali ini saja, kita coba teleportasi. Jika tidak berhasil, kusarankan Anda memegang perisai dan pedang."

"Huh, merepotkan sekali yang namanya perang dunia." Yugo bersungut-sungut. Dia kembali memejamkan mata penuh konsentrasi.

Nyanyian nun jauh di seberang terdengar samar. Suaranya membuai Yugo untuk fokus ke tujuan utama.

"Kau bisa, Sayangku. Cobalah!"

Embusan angin menyeruak di tengah gumpalan pasir. Bongkahan batu-batu besar menyembur dari puncak ketinggian dan menggelinding cepat dari gunung yang mengamuk.

Yugo lekas menghindar. Dia menyaksikan seseorang yang berteriak kencang, tampak kegirangan melompat di antara tanah yang bergetar. Sosok yang melompat lincah itu memiliki tubuh pendek, tetapi kekar. Aura energik begitu jelas di matanya yang hijau cemerlang.

Jantung Yugo berdesir hebat. Ledakan hebat di jantungnya semakin menjadi. Inilah sensasi paling membahagiakan kala menemukan kepingan Aquamarine yang tercecer.

Seperti medan magnet yang bersatu.

"2312, 2313, 2314," hitung sosok itu atas keberhasilannya menghindari berondongan batu-batu panas.

Yugo nyaris terjengkang. Dia tidak boleh salah melangkah. Sulit sekali mendaki gunung itu. Salah langkah, dia bakal terlontar ke jurang.

Yugo tidak tahu siapa nama laki-laki bermata hijau itu. Dia menarik lengan orang itu dengan cepat.

Lalu kesunyian mencekik keduanya, berputar-putar liar mengitari lapisan udara, sampai keduanya terjengkang di tengah air terjun.

"Wuah, apa tadi?" celetuk sosok itu kebingungan. Namun, dia suka ide berubah tempat secara mendadak.

"Aku pasti di nirwana. Mati bahagia. Terakhir yang kulakukan adalah menghindari batu! Eh, apa aku dihantam bola api tadi, ya?" celetuk pria itu meraba pipinya. Mata hijau zamrudnya terang sekali.

"Emerald. Kau Emerald. Siapa namamu?" tanya Yugo di sela sedaknya menelan air terjun. Keduanya kompak basah kuyup dan berenang menuju tepian yang sama.

"Emerald apa? Aku Valda Carya," kikik Valda berenang dengan gaya anjing.

Mulut Valda menyemburkan air, sengaja bermain-main. Betapa menyenangkan sekali mandi di air terjun yang arusnya kuat, setelah berkubang dengan panasnya lelehan gunung.

"Akan kujelaskan. Cepat naik." Yugo mengulurkan tangan, tetapi Valda membalikkan badan untuk berenang lagi.

"Wuah, apa tadi? Aku melihat bintang-bintang. Aku mati, ya?"

Yugo tidak punya waktu untuk membiarkan Valda bersenang-senang. Yugo menyentak tangannya ke udara, menuntut kontak fisik dengan Valda. Ada tarikan misterius yang ingin menyeret Yugo pergi ke tempat lain. Yugo tak tahu kapan lagi bisa menemukan Valda.

Tiga hal telah mendesak Yugo harus bergegas.

Pertama, dia senang teleportasinya berhasil, meskipun pijakannya nyaris merenggut kesehatan jantungnya. Kedua, dia berhasil menemukan keping warna hijau yang tertanam di jantung Valda. Ketiga, dia melihat Uranus semakin pekat dalam kekalahan. Tak ada waktu.

"Bantu aku menemukan orang lain," engah Yugo. "Cepat!"

"Aduh, aku masih ingin berenang." Valda tidak peduli. Kaki dan tangannya mengepak di tengah air. "Senangnya setelah tiga belas hari tidak bisa mandi."

Melihat ekspresi kalut Yugo, Valda memutar mata dramatis. "Ya sudahlah, ayo."

Belum sampai jari Valda menggenggam tanah, tangannya disambar oleh Yugo. Tarikan magis menyeret mereka menjelajah angkasa secepat cahaya. Lalu keduanya terlontar ke pasir putih dengan posisi tak mengenakkan. Langit biru terang tanpa noda putih dan hitam. Deru ombak mengempas bibir pantai. Keduanya bertukar pandang, sama bingungnya berada di tempat tak dikenal.

Pantai itu sepi senyap. Tak ada siapapun di sana. Anehnya Yugo yakin bahwa pantai ini sangat familier dengan dirinya.

"Ada jejak manusia. Baru beberapa menit yang lalu. Siapa dia?" tanya Yugo penasaran.

"Bukan manusia biasa," timpal Valda.

"Huh?"

"Energi jejak itu tidak sekuat manusia umumnya. Lihat ini jejakku, energinya sama persis. Begitu pula jejak kakimu," tunjuk Valda ke jejak kaki di belakang mereka berdua, asal jatuhnya tadi. "Kita mirip, tapi aku tidak suka mirip denganmu."

"Keping ketiga. Ayo kita cari dia," ajak Yugo semakin bergairah, sengaja mengabaikan celotehan tidak penting Valda.

"Hei, jelaskan dulu apa maksudnya?" Valda mengajukan pertanyaan itu berulang kali. Tidak paham akan maksud Yugo. "Arahnya ke sana," tunjuk Valda ke kiri ketika Yugo berbelok ke kanan.

"Kau percaya padaku, Valda? Kita ini punya kemampuan hebat. Begitu pula dengan dia si pemilik jejak..."

Yugo dan Valda kompak menghentikan langkah. Mereka tercengang mendapati bongkahan besar tebing yang longsor disertai sapuan banjir besar di bawahnya.

"Wuaaaa, bencana apa itu?" pekik Valda kaget bukan main.

Yugo memicingkan mata. Yugo mendapati sosok jangkung yang gemetar bukan main di seberang mereka. Matanya hitam legam. Ekspresinya ketakutan, seolah dialah pelaku musibah ini tanpa berniat menghancurkannya, tetapi berusaha menyangkalnya.

"Bloodstone. Cepat tangkap dia! Kematian. Dia sumber kematian. Cepat!"

Laki-laki yang dikejar dua Gemstoners muda itu menghilang di balik bayang pepohonan. Ketakutan semakin menjadi tiap bertemu orang lain. Sulit sekali menemukan pria misterius tadi. Sampai akhirnya Yugo dan Valda memutuskan istirahat sebentar.

"Apa itu tadi?"

"Gaia!"

Yugo mengabaikan pertanyaan Valda. Yugo justru memanggil Gaia. Dia tidak pandai menemukan kalimat yang tepat untuk Valda. Alhasil Gaia yang muncul dalam mode nenek-nenek merajut kain wol bertampang cemberut, kontan mengejutkan Valda.

"Whuuuuuua, apa lagi ini?" jerit Valda semakin gaduh.

Pepohonan mendadak bergoyang dan terganggu atas jeritan Valda. Gaia lekas membuai pepohonan yang tidur sebelum sulur-sulur mencekik Valda.

"Ya, Tuan?"

"Aku harus mengejarnya lagi. Jelaskan pada Valda sebaik mungkin."

Lagi-lagi Yugo ditarik dalam sekejap untuk mengikuti jejak sosok bermata elang yang ketakutan tadi. Siapapun namanya, mata legam itu menyimpan mimpi buruk. Yugo harus menolongnya sebelum menghancurkan lebih banyak lagi tempat yang Gaia jaga mati-matian keindahannya.

Anehnya, badan Yugo langsung panas membara. Teleportasi beruntun dalam satu hari ini membuat Yugo kelelahan bukan main. Dia malah terkapar di beranda rumahnya dengan Wayan bersimbah air mata menyongsong sang majikan.

"Gus, Anda dari mana saja? Kubilang apa, jangan hujan-hujanan kemarin. Sekarang sakit begini. Bangun, Gus."

Kali ini, Yugo tidak mampu mengejar siapapun. Dia hanya telentang tidak berdaya, menggigil tidak mampu berucap. Dua hari dia terjebak seperti ini. Menggigil kedinginan sekaligus kepanasan. Mengaduh dalam batin. Menggerakkan lidah untuk memanggil Gaia pun, Yugo tak mampu.

Sampai akhirnya, Wayan dengan tangan gemetar, menjejalkan sesuatu di mulut Yugo.

"Maafkan aku, Gus. Saya tidak sengaja dengar, obat ini untuk menurunkan penyakit Anda. Semoga saya tidak salah, Gus!" isak Wayan penuh keyakinan.

•••••••••••••••

Plotnya kepanjangan ya? Semoga gak bosen.
Revisi jadi lokal, bisa panjang bingo, buat 1 part duanggg...

Yow, masukin ke RL, yes 👉👌

Banyuwangi, 28 Maret 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro