Bab 9 : Pantai Rahasia

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

💎💎💎💎💎💎💎💎💎💎💎💎💎
Jangan lupa vote dulu sebelum baca 😌
💎💎💎💎💎💎💎💎💎💎💎💎💎

Valda berdiri tegak memandang langit yang mendung. Dia menghirup aroma asin laut, sekaligus menahan badan jangkung Lais. Pemuda itu masih limbung pasca teleportasi.

Nasib Gerald tidak lebih baik. Dia terkapar di tengah pasir putih, pusing dengan sentakan cepat daya magis milik Yugo.

"Begitu saja sudah mabuk," olok Valda. Kakinya menendang kecil pasir ke arah Gerald.

"Tempat apa ini, Kak Yugo?" tanya Gerald memandang tempat asing. Seumur hidup Gerald, pemuda itu tidak pernah meninggalkan benua Amerika. Ya. Tentu saja Gerald sudah lama tinggal di Amerika. Meskipun kartu identitasnya berasal dari Tokyo.


"Pantai Pandawa," balas Yugo beralih membantu Gerald duduk. Yugo menyusuri pantai berpasir putih itu. Restoran dan hotel berdiri sejajar menghadap laut.

"Ini Bali? Dekat Kuta yang terkenal?" Lais menyadari tempat. Dia pernah ke pantai ini saat menjadi relawan asing di Bali dua tahun yang lalu, tetapi masih bingung bagaimana bisa secepat ini ada di tempat lain.

"Bangunlah. Kita harus pergi."

Yugo memimpin kelima rekannya menjauh dari pantai. Yugo menyusuri jalan sepetak di antara restoran-restoran seafood yang padat pengunjung. Di depan salah satu stan makanan yang tutup, Yugo berhenti persis di depan pohon yang menjulang tinggi. Yugo mengintip lubang di tengah batang pohon.

"Terlalu banyak orang di sini. Kita menunggu sampai tengah malam nanti." Yugo melanjutkan langkahnya, pura-pura tak ada apa-apa di sana. Dia membawa keempat rekannya ke hotel tak jauh dari pohon meranggas.

Ini sudah malam di Amerika. Disorientasi waktu membuat Yugo lelah sekarang. Dia ingin tidur secepat mungkin.

"Valda, temani Lais. Aku harus tidur," kata Yugo setelah membayar kamar mereka dengan uang rupiah yang terselip di dompet. Yugo pergi di kamar disusul Gerald dan Quirin.


***

***


"Tidak mungkin, Valda. Ini tidak mungkin. Jadi kembalikan aku ke apartemenku. Aku tidak mau di sini!" pinta Lais menatap kalut ke arah Valda.

Valda sendiri sama putus asanya. Sudah satu jam dia menjelaskan sedetail mungkin mengenai jati diri mereka, tetapi yang Valda peroleh hanyalah sangkalan tanpa ujung.

"Kalau kamu tidak percaya padaku, tolong jelaskan dengan ilmiah, bagaimana kamu bisa kebal api?" tantang Valda sebal. Dia ingin tidur dengan nyaman sejak kemarin malam.

Sama dengan Yugo, Valda sangat mengantuk.

Lais membuka lalu menutup mulutnya kehabisan kata. Pikirannya kosong. Dia tidak tahu kenapa tidak pernah merasakan panasnya alat pemanggang. Alat itu dingin sekali, padahal orang lain sudah menjerit kepanasan dengan tangan melepuh.

"Satu lagi, jelaskan bagaimana kamu bisa berpindah dari Washington ke Bali dalam sekejap!"

"Entahlah," balas Lais lesu. Pemuda itu mengempaskan badan ke ranjang lain. Dia terlampau bingung menerima hal-hal aneh dalam hidupnya. Pintu diketuk dari luar. Valda meninju bantalnya, kesal acara tidurnya tidak berhasil. Dia bangkit dari tempat tidur lalu membuka pintu.

"Apa?" Valda membentak.

"Ayo kita pergi," ajak Yugo sambil lalu.

Valda keluar kamar, marah-marah kurang tidur.

"Gila. Dia banyak tanya. Keras kepala menolak dirinya abnormal. Aku tak percaya dia paling menonjol di antara kita, bangga memamerkan badan anti panasnya. Tidak heran anak buah Hector menemukan dia lebih awal," dengkus Valda di depan Gerald dan Quirin, menumpahkan emosinya.

"Bukannya kau sama saja?"

"Itu lain. Aku cuma menyanyi di depan hewan," kilah Valda semakin cemberut disindir Yugo. Pasalnya Valda pernah mengumpulkan belasan hewan searah rantai makanan. Hewan-hewan itu berjejer sambil menyanyikan lagu She Gone's. Pemenangnya tentu saja monyet berhidung merah yang mendapatkan setandan pisang.

Karena fenomena aneh itu, tentu saja menjadi desas-desus di luar bumi. Gaia mati-matian menutupi fakta agar menjadi rumor belaka.

Udara berembus dingin di ujung musim hujan. Awal tahun yang menggigit tulang belulang. Waktu sudah menunjuk angka tiga dini hari. Daerah sekitar Pandawa tidak pernah tidur. Masih banyak bule berkeliaran menikmati liburan. Namun, di jam seperti ini adalah waktu paling sempurna untuk menyelinap masuk tanpa ketahuan.

Lima pemuda itu berjalan mengendap-endap. Di depan pohon yang berbongol, Yugo menyentuh lubang pohon. Pohon itu berderak lalu merenggangkan diri tegak lurus-lurus.

"Kita sudah mengecil, kamu tahu?" beber Yugo mengamati kotak stan makanan menjadi sangat besar.

"Apa ini?" tanya Lais semakin bingung.

Dalam satu sentakan di belakang punggungnya, jeritan Lais bergaung kencang di dalam gua gelap. Lais terjun bebas ke dalam terowongan itu.

"Aku harap dia baik-baik saja." Valda tidak tampak menyesal setelah mendorong Lais. Pemuda berbibir tipis itu menyeringai bangga atas hasil perbuatannya. Lalu dia merosot dan menjerit kesenangan.

"Valda tidak akan baik-baik saja kalau Lais menemukan kekuatan aslinya," komentar Gerald sambil menggelengkan kepala.

Quirin terbahak-bahak mendengarnya. Dia setuju dan tidak sabar menikmati petualangan yang ditawarkan Yugo.

"Rainbow Majesty."

Yugo menyebut kata kunci. Ada suara gerendel besi di dasar kaki Quirin. Lalu sebuah tali melambai malas di depan mereka. Yugo menangkap tali itu dan merosot ke dalam terowongan.

"Oh, ini petualangan yang menyenangkan," komentar Quirin mengikuti tindakan Yugo. Gerald adalah anggota terakhir yang menuruni terowongan. Lubang di atas kembali menutup diri.

***

***

Kelima Gemstoners jatuh di tengah Aula. Lais menggosok kepalanya yang membentur pinggiran terowongan. Ada bilur biru di ujung bibirnya. Di depan mereka, gadis berambut sangat panjang sudah menunggu kedatangan mereka. Dia tersenyum ramah menyambut Yugo. Di bawah tanah pulau Dewata itu, gadis Kaukasia tinggal di aula megah.


"Welcome back, Diamond Rise," sapa wanita itu, kesannya agak angkuh dan memeluk Yugo. Aroma melati sangat kuat dari wanita itu.

"Apa kabarmu, Gaia?" Yugo melepas pelukan gadis itu.

"Sangat baik-baik saja kalau kamu di sini. Cavan sangat merepotkan akhir-akhir ini." Gaia menghela napas berat.

"Kenapa Cavan?"

"Dia mulai menimbulkan banyak masalah."

"Di mana dia sekarang?"

"Ada di kamarnya. Entah apa yang dia lakukan dengan apel-apelnya."

"Baiklah. Aku ke sana." Yugo bergegas disusul keempat Gemstoners lain. Gaia tampaknya mengerti dengan kehadiran pendatang baru di kastel ini. Gaia mengangkat bahu ke Valda. Dia menjadi pemandu rombongan itu. Mereka melewati lorong panjang warna kehijauan. Ada suara gemeresik air mengalir di atas mereka.

"Apa kita ada di bawah laut sekarang?" tanya Gerald menangkap jelas suara deburan ombak yang menderu di telinganya.

"Kamu benar, kita ada di bawah laut, satu kilometer dari bibir pantai Pandawa. Ini tempat perlindungan sempurna untuk Gemstoners," sahut Gaia. Hanya pada Yugo, Gaia bersikap formal.

"Gaia, Gemstoners juga?" timbrung Quirin ikut bingung.

"Tidak, Tuanku. Aku hanya wanita titisan dari Neptunus, penjaga nisan suci Aquamarine yang Agung. Silakan." Mereka berhenti di depan pintu besi dengan ukiran rumit. Gaia mengeluarkan kunci warna keemasan dari saku. Dia membuka pintu dengan gerakan luwes.

Aroma burgundy mendominasi ruangan Cavan. Ranjang penuh gumpalan selimut tebal. Ada banyak lilin aromatherapy di berbagai sudut. Seorang pemuda berpinggang langsing sedang memegang busur. Dia siap membidik anak panah ke objek sasaran. Yugo memegang bahunya, mencegah tindakannya.

"Cavan Zephyr," panggil Yugo tidak suka dengan perbuatan Cavan. "Apa yang kamu lakukan?"

Duplikat Cavan, Sotu nyengir. Dia menurunkan busur dengan pandangan meremehkan. "Apalagi kalau bukan belajar memanah?"

"Haruskah kamu menembak apel yang diikatkan ke seekor kucing?" tuding Yugo pada seekor kucing Russian Blue yang mendesis marah. Kucing itu duduk terikat dengan apel berada di perutnya.

"Ya. Harus." Sotu mengangguk puas.

Yugo menyadari sosok di depannya bukan Cavan yang asli. Apalagi pipinya naik turun, seperti balon dijejali air.

"Di mana dia?" lengking Yugo marah.

"Bukankah aku di sini?" balas Sotu dengan pandangan bingung yang sangat menjengkelkan.

"Kamu bukan Cavan. Kamu Sotu!"

Sotu mengangkat bahu, dia membidik santai ke perut kucing. Dalam satu tarikan ringan, anak panah menancap ke sebutir apel. "Menurutmu aku bukan Cavan Zephyr?"

"Sialan kamu, Sotu. Beri tahu aku, ke mana dia pergi?"

"Oh, dia sudah pergi. Bebas dari kurungan yang kamu buat sejak 300 tahun." Sotu tersenyum sinis melihat kepanikan Yugo.

"Di mana dia, Sotu? Kubunuh kamu kalau..."

"Aku pernah mati, Diamond Rise," jawab Sotu kalem. Rupanya ancaman Yugo tidak berpengaruh pada Sotu.

"Baiklah. Aku akan mengirim ke Merkurius, tempat asalmu. Di sana kamu akan dieksekusi oleh rajamu atas pembangkanganmu melawan Aquamarine."

"Oh ya. Kamu lupa siapa ratu Venus sekarang? Suaramu tidak akan dipedulikan lagi.”

“Lantas rajamu memihak siapa?” Yugo berang.

“Oh, siapa yang tahu? Kamu cuma main petak umpet kerjaannya, seperti Running Man saja. Melakukan misi secara rahasia, lantas nanti memberi musuhmu kejutan bahwa kamu menang. Itu tidak adil kalau lawanmu tidak tahu, Yugo Garret,” Sotu terkekeh menjijikkan selagi melanjutkan kalimatnya, “Lalu jangan salahkan aku soal Gemstoners diketahui oleh dia, Diamond. Kamu siap menghadapinya? Saat kepingan yang kamu cari belum genap?"

Sotu mendesah. "Oh Ratu Venus. Apa yang harus kulakukan ketika anakmu mengancamku? Itu bukan kamu atau Jasper, banget!"

“Juga bukan Labrador, banget!” timpal Valda dalam bisikan sebal. Pasalnya sang bibi juga tidak mewakili keagungan yang dimiliki pendahulunya.

"Beritahu aku, Sotu. SEKARANG!" raung Yugo memekakkan kesunyian.

"Aku hanya memberitahunya ada jalan keluar di seberang lukisan,” jawab Sotu sambil lalu.

"APA YANG KAMU PIKIRKAN?!" Yugo menendang meja sampai meluncur ke dinding. Meja itu hancur berkeping-keping. Kucing hitam itu melompat pada waktunya sebelum mati kena serpihan meja.

Yugo tahu semua pintu rahasia. Dia yang meminta jalan tembusan ke tempat tinggalnya di Pulau Jawa tanpa naik perahu. Melalui terowongan gelap bawah laut, jalur itu akan tiba di bawah gunung Ijen, menembus hutan luas tidak bertepi. Hutan itu sendiri memiliki pedesaan terpencil, tempat di mana Cavan pernah ditangkap Yugo dan dikurung tiga abad lamanya.

“Kamu biarkan Cavan pergi, Sotu!” Mata Yugo berpendar putih menyilaukan. Dia diliputi kemurkaan karena bertambahnya pekerjaan baru. “Lagi-lagi kamu membuatnya pergi setelah aku susah payah mencarinya. Ivander bukan apa-apanya dibanding melakukan pencarian pada Cavan! Tiga abad aku mencari Cavan, menunggunya bangun setelah yang lain hidup.”

"Kamu, kan, sudah menemukan empat. Kenapa masih serakah memburu dua batu lainnya?" Sotu menyentakkan dagu ke para penonton pertengkaran mereka.

"Aku harus menggenapkan Gemstoners menjadi tujuh! Kalau Cavan ada di sini, aku hanya tinggal mencari Ivander. Kamu menambah pekerjaanku lagi, Sotu!" racau Yugo.

Pemuda itu semakin putus asa. Pasalnya Cavan belum waktunya pergi. Dia belum menyentuh kapsul pink miliknya. Yugo tak tahu apa yang terjadi pada Cavan di luar sana. Sangat aneh bahwa Ivander dan Cavan terbangun sejak lama, berabad-abad lalu, tetapi tidak kunjung demam. Ada pun tiga anggota yang terbangun di belahan dunia lain, malah demam beberapa tahun kemudian setelah pertama kali bangun.

"Oh, halo." Sotu melambaikan tangan ke Lais, tersenyum tanpa merasa bersalah. Pura-pura tidak mendengar keluhan Yugo. "Mau bergabung denganku? Aku akan meminta Jeanny mengirim anggur untuk kalian."

"SOTU!" gertak Yugo semakin kesal. "Pergi cari Cavan. Gaia selalu tahu ke mana kamu pergi!"

"Bebaskan aku dari Bumi kalau begitu. Aku akan mengirim Cavan ke sini."

"Tidak!" Yugo langsung menolak. Bagaimana pun Sotu tak pernah bisa dipercaya. Dia banyak sesumbar. Sotu tahu banyak rahasia Aquamarine yang tersimpan di Bumi. Kalau sampai Hector memburu Aquamarine, itu salah Sotu. Sotu harus aman di sisi Yugo, agar liontin itu juga aman di leher Cavan.

Sotu mencibir tidak suka. Tahu bahwa Yugo agak posesif atas saudara-saudaranya. Terdengar ledakan keras ketika Sotu menghilang.

"Kita sebaiknya mencari Cavan." Valda menyentuh pundak Yugo, tampak berempati atas kehilangan yang Yugo alami.

"Cavan sangat sulit ditemukan. Kemampuannya istimewa. Bisa menjadi duplikat siapapun yang dia mau, tetapi wujud aslinya seperti Sotu tadi. Dan ingatlah, Sotu bisa meniru siapa saja.”

"Bukankah Cavan punya Magnet Perak?" tanya Gerald ikut menyemangati.

"Ya, dia punya. Duplikatnya juga punya."

Serentak para Gemstoners menghela napas letih. Keinginan untuk istirahat lebih lama lagi buyar seketika.

💎💎💎💎💎💎💎💎💎💎💎💎
Votenya sudah? Silahkan menunggu part berikutnya yaaaa ;)
💎💎💎💎💎💎💎💎💎💎💎💎

BANYUWANGI, 18 SEPTEMBER 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro