🥀 Playing in the Back 🥀

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mawar berkembang itu, kini mulai layu seiring berjalannya waktu. Namun, duri tajam tersebut masih melakukan tugas sebagaimana fungsinya.

~~~

I'm so sick of this fake love
Fake Love - BTS

·

·

Semua yang bernyawa pasti akan mati. Hal itu mutlak dan tak perlu diperdebatkan lagi. Namun, sebelum dijemput oleh kematian, apa salahnya jika berusaha untuk tetap hidup? Bagi Fel, laki-laki itu bodoh sekali. Raga lelaki yang telah masuk ke liang lahat itu sepertinya menyerah pada hidup. Fel tak menyangka jika kekasihnya akan pergi secepat ini. Memang tak ada air mata yang keluar dari netra gadis itu, tetapi batinnya meraung-raung. Dia tak bisa menerima keadaan ini.

Secara perlahan, pandangan Fel mengarah pada perempuan yang ada di seberangnya. Perempuan itu pun ikut meratap atas kepergian kekasih Fel. Namun, hal itu justru menimbulkan amarah pada dirinya. Sejak kehadiran perempuan itu, perjalanan cinta Fel dengan kekasihnya tak lagi mulus seperti sedia kala.

Perempuan itu, dia lah yang membuat Nando menghilangkan kata 'setia' pada Fel. Perempuan itu, yang membuat sang kekasih berpaling dari Fel. Dia benci dengan perempuan berambut panjang berombak itu. Bahkan, gara-gara perempuan itu pula, sang kekasih harus pergi secepat ini. Fel tak bisa menerimanya begitu saja.

🥀🥀🥀

"Nando," panggil Fel pada lelaki di sebelahnya yang sedang fokus memegang kemudi mobil dan mata yang terus menatap jalanan di depan. Saat ini, mereka dalam perjalanan pulang dari kampus.

"Kenapa, Fel?" tanya Nando.

"Ehm, aku sudah pesan tiket buat kita nonton bioskop. Nanti sore jadwal tayangnya. Kamu bisa, 'kan?" tanya Fel penuh harap. Namun, sayangnya, apa yang diharapkan oleh Fel tak terwujud.

"Apa? Kenapa kamu nggak bilang aku dulu, sih?" geram Nando. Tentu saja Fel terkejut dengan reaksi yang ditunjukkan Nando.

"K-kamu ... nggak bisa, Ndo?" tanya Fel takut-takut. Jujur, ini pertama kalinya Nando marah pada Fel. Sebelumnya, lelaki itu tak pernah seperti ini.

"Iyalah. Nanti sore aku ada jadwal kuliah. Jangan karena kamu pacarku, kamu bisa seenaknya gitu, dong," sentak Nando.

"B-bukannya kamu ... hari ini ... nggak ada jadwal kuliah, ya?" tanya Fel lagi, yang sontak membuat Nando bungkam. Seakan, dia tersadar sesuatu.

"Ndo?" panggil Fel lagi, karena sejak tadi, hanya keheningan yang menemani mereka.

"Aku ... ada jadwal kuliah tambahan. Jadi, nanti sore itu jadwal kuliah tambahan, Fel," lirihnya.

Satu hal yang membuat Fel sedih, kekasihnya kini telah berubah. Dia tak selembut dulu. Lihatlah! Sejak tadi, Nando tak minta maaf pada Fel atas bentakannya. Bahkan, Nando akhir-akhir ini jarang sekali menemaninya pergi dengan alibi sibuk. Padahal, jika dilihat, jadwal Nando sebenarnya tak terlalu padat.

Fel tak sebodoh itu. Sehingga, saat menjelang sore, ia diam-diam pergi ke rumah Nando untuk memastikan apa yang dikatakan kekasihnya itu benar atau tidak. Namun, sesampainya di sana, Fel justru mendapatkan sebuah pemandangan yang tak pernah ia harapkan. Pemandangan yang membuat perasaannya tersayat. Pemandangan itu adalah dua orang yang sedang bercumbu. Ya, mereka adalah Nando dan seorang perempuan berambut panjang berombak yang tak Fel kenal. Sungguh, dia merasa sakit hati telah dikhianati oleh kekasihnya sendiri.

Sejak hari itu, hubungannya dengan Nando mulai berbeda. Sejak hari itu pula, Nando mulai meninggalkannya. Bahkan, ia pergi untuk selamanya.

🥀🥀🥀

"Eh, kamu curiga nggak, sama selingkuhannya Nando itu?" tanya Ghina, sahabat Fel, saat mereka berada di kantin kampus.

"Curiga apa?" tanya Fel balik sambil mengernyitkan dahi.

"Ya, curiga kalau ...." Perlahan Ghina mendekat pada Fel sembari berbisik, "dia yang bunuh Nando."

"Hah?" Fel spontan terkejut dengan hipotesis Ghina.

"Iya. Aku punya dugaan kalau mungkin saja Nando ingin kembali sama kamu, Fel. Terus selingkuhannya itu tahu dan nggak terima sama keputusannya Nando. Mungkin saja, nih, selingkuhannya itu cinta mati sama Nando. Jadi, dia punya prinsip, 'lebih baik kamu mati daripada dimiliki orang lain'," lanjut Ghina.

Fel pun mengangguk-angguk. "Masuk akal, sih, tapi apa buktinya? Kita nggak bisa menuduh orang sembarangan, Na," desah Fel.

"Tenang saja, Fel. Polisi juga lagi mengusut kasus Nando sekarang. Semoga pelakunya cepat tertangkap, ya?" hibur Ghina. Namun, Fel hanya menghela napas dengan lelah.

🥀🥀🥀

"Nando!" teriak seorang perempuan berambut panjang berombak. Namun, yang dipanggil sejak tadi hanya membungkam mulutnya.

"Jawab, Nando. Jangan diam saja." Suara isakan mulai menggema di ruangan yang saat ini ditempati oleh dua insan tersebut.

"Sel, maaf. Aku nggak bisa," lirih Nando. Sontak saja ucapan lelaki itu meruntuhkan segala angan yang selama ini perempuan itu bangun.

"Nggak, Ndo. Kamu harus tanggung jawab. Ini anak kamu!" teriak perempuan yang bernama Selena itu dengan histeris.

Nando langsung mengacak rambutnya kasar. Ia tak menyangka telah melakukan sebuah dosa besar dan membuat perempuan ini menanggung akibatnya. Namun, ia tak bisa bertanggung jawab. Jika ia bertanggung jawab, itu artinya dia harus jujur pada kedua orangtuanya. Dia tak ingin mencoreng nama baik keluarganya.

"Kau tahu, kan, kalau aku punya kekasih? Maaf, sepertinya aku harus kembali padanya. Aku merasa bersalah karena telah mengkhianatinya selama ini." Ucapan Nando tentu saja membuat Selena naik darah.

"Lelaki berengsek! Aku rela mengorbankan keperawananku hanya untuk kamu. Aku rela melakukan ini supaya kamu berpaling dari perempuan itu dan bertahan di sisiku. Namun, nyatanya, setelah kau menodaiku dan aku hamil, kau dengan ringannya kembali pada kekasihmu itu dengan alasan yang basi. Kau jahat, Nando!" Tak dapat ditahan lagi, air mata mulai membasahi pipi perempuan itu dengan deras. Namun, di matanya tersirat dendam yang luar biasa.

🥀🥀🥀

"Bagaimana hasil penyelidikannya, Fel?" tanya Ghina.

"Aku tak tahu. Aku juga malas berurusan dengan lelaki pengkhianat itu," geram Fel.

"Fel, dia sekarang sudah pergi dari dunia ini. Kamu jangan begitu, ya? Kasihan Nando. Biarkan dia tenang," nasihat Ghina. Fel pun langsung menghambur di pelukan sahabatnya itu. Untuk saat ini, ia hanya butuh tempat bersandar. Gadis itu lelah dengan semua yang ia alami.

"Eh, Fel. Kamu nanti malam ada acara, nggak?" tanya Ghina setelah gadis itu merasa Fel mulai tenang.

"Kenapa?"

"Aku mau ngajak kamu ke acara nikahannya Theo. Kamu bisa, 'kan?" tanya Ghina memastikan.

"Ehm, maaf, Na. Aku nanti malam ada urusan," lirih Fel.

"Oh, begitu. Ya sudah, deh,"

🥀🥀🥀

+62 895xxxxxxxx

Jika kamu penasaran dengan kematian Nando, jam tujuh malam, datanglah ke alamat yang kukirim ini.

Perempuan itu sekali lagi melihat pesan di ponselnya. Pesan yang ia dapatkan dari orang misterius saat dirinya bersiap untuk berangkat kuliah tadi pagi. Jujur, perempuan itu sebenarnya ingin tak acuh pada pesan itu, tetapi rasa penasaran justru menggelitiknya untuk mendatangi alamat yang diberikan orang misterius tersebut.

Saat ini, si perempuan terdiam saat melihat bangunan tua di depannya. Tampak usang dan tak terurus. Apakah orang itu hanya iseng saja? Jangan-jangan dia telah ditipu. Seketika perempuan itu bagai ditampar oleh kesadaran. Untuk apa dia penasaran dengan kematian lelaki yang selama ini telah menyakitinya? Hampir saja perempuan itu berbalik pulang, gawainya tiba-tiba bergetar.

+62 895xxxxxxxx

Hei, kau mau pulang, ya? Jangan dulu. Bukankah kau ingin tahu tentang kematian Nando? Oh, ya. Omong-omong, kau cocok sekali dengan kaus merah dan rok biru itu.

Si perempuan tertegun saat membaca pesan baru dari orang misterius itu. Orang itu tahu bahwa saat ini ia mengenakan kaus merah dan rok biru, bahkan orang itu juga tahu bahwa dirinya ingin berbalik pulang. Spontan perempuan itu langsung mengedarkan pandangannya secara liar. Pasti orang tersebut ada di sekitar sini.

+62 895xxxxxxxx

Langsung masuk saja.

Sebuah pesan masuk lagi ke dalam gawainya. Logikanya memberi tahu untuk segera pulang saja, karena tempat ini benar-benar aneh dan suram. Namun, perasaannya berkata lain, perempuan itu benar-benar penasaran dengan kematian Nando, meskipun lelaki itu telah menyakitinya.

Akhirnya, ia menuruti perasaannya untuk masuk ke dalam bangunan tua tersebut. Secara perlahan, perempuan itu membuka pintunya. Ketika pintu terbuka, dalam sekejap ia terpana melihat suasana di dalam bangunan itu. Gelap, lembap dan ... berdebu.

Tanpa perempuan itu sadari, secara tiba-tiba tangannya ditarik dan diikat kencang dari belakang. Tentu saja ia terkejut. Hal tersebut terjadi begitu cepat. Belum sempat perempuan itu protes, tubuhnya langsung didorong ke depan.

"Aww," ringis perempuan itu. Perutnya sakit sekali saat menghantam lantai. Si perempuan langsung membalikkan badan untuk melihat siapa yang dengan tega mendorongnya barusan, padahal ada makhluk kecil yang kini tengah bersemayam di dalam perutnya.

"Felisa?" Perempuan itu terkejut saat mengetahui siapa yang mengikat tangannya dan mendorong tubuhnya tadi. Tiba-tiba, kaki si perempuan ditarik dengan kasar oleh Fel dan diikat.

"Hei, apa-apaan ini?" protes perempuan itu. Namun, kekasih pertama Nando itu menempelkan telunjuk pada bibir perempuan di hadapannya.

"Bukankah kau ingin tahu penyebab kematian Nando, Sel? Jadi, diamlah dan jangan banyak bergerak. Atau bayi hasil perselingkuhan antara dirimu dan Nando yang akan merasakan akibatnya." Mendengar ancaman Felisa, Selena langsung bungkam, walaupun matanya melotot ke arah Fel. Sambil memegang kaki Selena, Fel mulai berbicara.

"Kau tahu, Nando mati gara-gara kau. Kau penyebabnya!" tuduh Fel pada Selena.

"A-apa maksudmu? Jangan kurang ajar," sentak Selena.

"Kau yang kurang ajar. Kenapa kau tega mengambil Nando dariku?" balas Fel.

"Kenapa kau tanya padaku? Kenapa kau tak tanya pada Nando?" lirih Selena.

"Kau lupa? Nando sudah mati! Nando sudah mati di tanganku." Pengakuan Felisa sontak membuat Selena terkejut. Bagaimana mungkin kekasih Nando sendiri lah yang membunuh lelaki malang itu.

"Kenapa kau tega membunuhnya? Apa kau sudah tak cinta lagi padanya? Pantas saja Nando berpaling padaku," ujar Selena dengan ringan.

"Diam kau! Ini semua gara-gara dirimu!" Tak lama setelah mengucapkan hal itu, terdengar suara isakan yang menggema di ruangan tersebut.

"Seandainya ...," lirih Fel. "Seandainya Nando tak berpaling dariku. Seandainya kalian tak melakukan sesuatu yang menjijikkan. Aku pasti tak akan marah padanya. Gara-gara kau, aku sampai membunuh Nando!" Selena pun bungkam saat mendengar ucapan Fel.

"Seharusnya kau tak hadir dalam hubungan kami. Kau perusak segalanya. Kau harus pergi dari dunia ini ... untuk selamanya." Tepat saat ucapannya terhenti, Fel mengambil pisau lipat yang sejak tadi tersimpan di saku celananya.

"Fel, kau sudah gila?" teriak Selena histeris. Belum sempat pisau itu terhunus ke badan Selena, tiba-tiba muncul suara yang menginterupsi.

"Cukup, Fel." Gerakan Fel langsung saja terhenti. Gadis itu terkejut saat mengetahui siapa yang memanggilnya.

"Ghina?" Belum sempat Fel menyadari apa yang telah terjadi, tahu-tahu tubuhnya ditarik dan tangannya diborgol oleh polisi.

"Aku dari awal sudah curiga padamu, Fel. Namun, aku sulit untuk percaya bahwa kamu sendiri yang membunuh Nando, karena kamu sahabatku. Sekarang, kau mengaku dengan terang-terangan bahwa kau yang membunuh kekasihmu sendiri. Aku kecewa, Fel," ujar Ghina dengan mata berkaca-kaca. Fel pun hanya menundukkan kepalanya.

"Maaf," lirihnya. Fel langsung dibawa ke mobil polisi untuk melaksanakan pemeriksaan lebih lanjut.

"Kau!" Selena pun menoleh saat Ghina memanggilnya.

"Gara-gara kau, sahabatku harus mendekam di penjara. Sekarang kau puas, 'kan?" Setelah Ghina melepaskan ikatan pada tangan dan kaki Selena, ia langsung meninggalkan perempuan itu yang terisak sembari bersimpuh di lantai. []

🥀🥀🥀

©2020 by putriaac
Project cerpen HMT the WWG

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro