≧ Dark Red - Steve Lacy

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jangan Meninggalkanku

Dark Red - Steve Lacy

The Trash of the Count's Family © Yu Ryeo Han (유려한)

[Kim Rok Soo/OG!Cale Henituse]

Story by eskrimlalala

TW // unhealthy relationship, gangster


Cale terus menemui preman yang ia selamatkan bulan lalu.

Mungkin kata 'selamatkan' terlalu berlebihan. Cale hanya mengira ia adalah seorang warga biasa yang terluka di sebuah gang kecil yang sama sekali tidak terlihat mencurigakan dan membutuhkan pertolongannya. Yah, Cale memang selalu bersikap seperti sampah di depan orang lain, tapi bukan berarti ia bisa melewati seseorang yang babak belur seperti preman itu begitu saja.

Hari itu, Cale yang sedang bersikap mabuk berjalan pulang dari bar langganannya, hanya untuk menemui preman--yang saat itu ia kira adalah seorang warga biasa--yang terduduk lemas.

Cale bersumpah ia akan segera pergi dari sana setelah menawarkan sebotol antiseptik dan kasa bersih yang ia beli dari warung terdekat, tapi ketika kedua mata dingin preman itu melirik dirinya, ia malah membeku.

Pria tak dikenal itu tampan, dengan rambut hitam elegannya yang sedikit berantakan dan sepasang mata sedingin es.

Tidak setampan itu, oke. Cale punya standar yang lebih tinggi dari laki-laki lemah tak jelas yang terlantarkan di tempat sepi seperti itu.

Memutuskan bahwa pulang lebih malam dari biasanya bukanlah masalah besar, Cale memutuskan untuk tinggal sejenak dan membantu pria itu mengobati luka-lukanya. Ia dengan pintarnya tak berkata apa-apa mengenai luka di lengannya yang terlihat seperti luka bekas tembak--Cale sudah melihat hal-hal yang jauh lebih buruk dari pengalamannya bersikap sampah selama bertahun-tahun.

Ia tak menyangka akan berpapasan dengan laki-laki yang sama keesokan harinya, ketika Cale juga baru saja pulang dari bar.

Di gang yang sama, pria berambut hitam itu berdiri, mengawasi jalanan seakan-akan sedang menunggunya di sana. Ia terlihat lebih rapi dibanding kemarin, kemeja hitam, celana panjang hitam, dan sesuatu yang sedikit menonjol di samping celananya--Cale tebak itu adalah sebuah pistol. Dengan penerangan dari lampu redup di seberang gang itu, Cale kali ini bisa melihat bekas-bekas luka, beberapa memudar, beberapa masih terlihat baru, memenuhi kedua lengannya.

Ketika preman itu mendongak, mendapatinya tengah berjalan menuju gang itu, Cale hampir berteriak dalam panik, "Sial, Cale! Hal bodoh apa lagi yang kamu lakukan?!", di saat yang bersamaan ketika ia menyadari bahwa laki-laki lemah yang ia temui kemarin bukan seorang laki-laki biasa.

Tampan sih, tampan. Tapi gak gini juga??

Dalam upaya agar tidak terlihat seperti sedang memikirkan 1001 cara untuk keluar dari situasi itu, Cale menyapanya, "Hai?"

Pria itu mengedipkan matanya beberapa kali dengan cepat, seakan-akan kaget bahwa Cale menyapanya. Reaksinya itu hanya membuat Cale semakin panik. Bukannya dia yang tengah menunggu dirinya di sana? Kenapa dia yang kaget?

"Kamu," preman itu akhirnya membuka mulutnya, "Cale Henituse?"

Menemukan nama Cale bukanlah sebuah hal yang sulit berhubung ayah kandungnya, Deruth Henituse, merupakan pemilik dari Henituse Corp., sebuah grup swasta ternama di negaranya, ditambah dengan rambut merah mencolok yang ia dapatkan dari ibu kandungnya.

"Ya? Lalu?" Cale menjawab, berpura-pura ia tidak sedang berkomat-kamit berdoa membawa nama ibunya di dalam hati.

Preman itu tak menjawab pertanyaannya, hanya diam dan berjalan mendekatinya. Ia berhenti ketika dirinya dan Cale hanya sejauh sejengkal tangan, bahkan mendekatkan wajahnya untuk melihat Cale lebih dekat. Ia berusaha untuk tidak bergerak banyak, membiarkan pria aneh itu berbuat sesukanya.

"Ternyata hanya akting ya," gumam si preman sebelum sebuah senyum kecil yang terlihat berbahaya dan tampan di saat yang bersamaan terukir di wajahnya. "Kamu cantik."

Terlalu terkejut--dan sedikit malu--untuk membalas pujian dari preman itu, Cale hanya bisa menatapnya dengan kedua mata terbuka lebar. Ia sering dipuji tampan oleh orang lain, biasanya diikuti dengan kata-kata "meski perilakunya tidak", tapi belum pernah sekalipun ia dipanggil 'cantik'. Ia bahkan tidak mau mencoba untuk menanggapi arti sebenarnya dari kalimat sebelum pujiannya itu.

Preman itu nampaknya tak membutuhkan jawabannya karena senyumannya bertambah lebar melihat reaksi Cale sebelum ia menegakkan badannya kembali. "Namaku Kim Rok Soo. Sampai jumpa, Cale."

Cale hanya bisa berdiri menatap tempat Kim Rok Soo sebelumnya berpijak dengan perasaan yang campur aduk.

Itu tidak memungkiri fakta bahwa Cale telah menemuinya setiap malam di tempat yang sama dan jam yang sama selama sebulan.

Malam-malam pertama setelah pertemuan yang awkward itu dilewati dengan rasa awkward yang sama, setidaknya bagi Cale. Ia tidak mengenal preman aneh yang terang-terangan memanggilnya 'cantik' setelah dua kali bertemu dan idenya untuk hang out cukup aneh: berdiri atau duduk di pinggir jembatan dekat gang itu, seraya menegak beberapa kaleng bir.

Awalnya, mereka tidak berbicara sama sekali, hanya suara-suara alam yang menemani mereka dalam beberapa jam itu.

Setelah satu minggu, Cale akhirnya memutuskan tradisi aneh itu dan menyuarakan kebingungannya.

"Hm? Bukannya enak bisa bersantai begini?" tanya Rok Soo balik sebagai jawaban. "Kamu tak suka?"

Cale tidak tahu bagaimana cara bersantai di sebelah preman yang mungkin bisa membunuhnya dalam beberapa detik, tapi dengan jawabannya itu, Cale bisa mengerti kalau Rok Soo hanya sedikit bego dalam hal sosial.

"Hmm, ya enak sih," jawab Cale seraya memerhatikan seekor bebek yang tengah menyusuri sungai di bawah jembatan tempat mereka berdiri. Di sini, tak ada beban untuk bersikap sampah. Di sini, Cale bisa menurunkan semua topengnya dan istirahat sejenak. "Di sini tenang."

"Baguslah."

Balasan itu singkat, tapi ketika Cale melirik kepada Rok Soo, ia bisa melihat wajah yang melembut akibat sebuah senyuman yang sebelumnya tak pernah ia lihat.

"Kamu aneh," gumam Cale, tak habis pikir akan mengapa Rok Soo bisa sesenang itu.

"Kamu lebih aneh lagi." Rok Soo rupanya mendengar gumamannya. "Siapa yang bersuka rela berakting sampah seperti dirimu?"

Cale tertegun untuk sesaat. Ia tahu laki-laki itu dapat melihat di balik topengnya. Ia hanya tidak menyangka akan ditanya secara frontal.

"Kalau aku cerita," ujarnya perlahan, "kau mau dengar?"

"Tentu," jawab Rok Soo tanpa jeda satu detik pun.

Ini gila, batin Cale ketika ia merasakan dirinya mulai menurunkan dinding pertahanannya begitu saja. Bercerita kepada seseorang yang tampaknya tidak punya satu urusan pun dengan perusahaan keluarganya benar-benar melegakan.

Ketika ia selesai bercerita, Rok Soo menghabiskan sisa bir di kaleng yang dipegangnya. "Aku merupakan pemimpin salah satu grup gangster di sekitar sini. Kalau aku cerita, kau mau dengar?"

Di malam Cale menceritakan seluruh rahasia hidupnya yang sebelumnya ia bawa sendirian, ia juga mendengarkan cerita paling mencengangkan yang pernah ia dengar seumur hidupnya.

"Kamu bukan aneh," tanggap Cale setelah Rok Soo mengakhiri ceritanya. "Kamu gila."

"Terima kasih, Cantik," jawab Rok Soo dengan senyuman menyebalkan.

Sejak malam itu, sesi hang out mereka yang awalnya hanya duduk-diam-menghadap-jembatan selalu diiringi dengan cerita-cerita kehidupan mereka.

"Katamu, kamu pemimpin gangster, 'kan?" tanya Cale pada suatu malam. "Tapi kamu tidak melakukan apapun kepadaku."

"Oh, Cale." Rok Soo langsung berbalik menghadapnya, mendekatkan tubuh dan wajahnya, serupa dengan kejadian saat mereka pertama kali bertemu. Kali ini, Rok Soo melingkarkan lengannya ke pinggang Cale perlahan. "Kamu jangan pernah meremehkan kekuatanku."

Tangan Rok Soo yang lain perlahan merayap ke tengkuknya. Semuanya terjadi secara pelan dan cepat di saat yang bersamaan bagi Cale. Anehnya, ia tidak apa-apa berada di posisi yang terlihat mesra itu.

"Sejak pertemuan pertama, aku bisa menculikmu, membawamu jauh dari tempat buruk ini." Suara Rok Soo terdengar lebih berat, seakan menurunkan suhu di sekitar Cale juga. "Aku bisa membuatmu hanya untuk milikku saja."

Rok Soo hanya tersenyum ketika mulut Cale terbuka dalam kejutan. "Untungnya, aku menyukaimu."

Wajah Cale pasti merah membara sekarang, hampir sama dengan warna rambutnya.

"Kamu gila," ujarnya lagi meskipun matanya tak bisa beranjak dari mata dingin Rok Soo.

"Tapi kamu tak masalah," balas Rok Soo. Cale merasa ia berkhayal saat ia melihat pundak laki-laki itu tampak turun dan senyumnya tak selebar sebelumnya. "Iya, 'kan?"

Menelan ludahnya, Cale tidak tahu harus menjawab apa.

"Menurutmu saja," ujar Cale pada akhirnya.

"Aku akan sangat sedih kalau Cale merasa tidak nyaman di dekatku," lanjut Rok Soo, seakan-akan hal yang ia bicarakan beberapa detik yang lalu tidak akan membuat orang lain ketakutan. "Jangan tinggalkan aku, Cale."

Kalimat terakhirnya itu terasa nyata, tidak seperti sebuah candaan, dan Cale tidak tahu bagaimana cara menanggapinya.

Ia diam saja dan perlahan membalas pelukan Rok Soo.

Cale sadar, meskipun keduanya tidak ada yang menaruh label jelas mengenai hubungan di antara mereka, Rok Soo benar-benar posesif kepadanya. Ia tidak tahu bagaimana caranya mengatasi perasaan berbunga-bunga di dalam hatinya ketika ia mengingat hal ini.

"Terkadang aku takut kamu akan hilang dari jangkauanku begitu saja," ujar Rok Soo di malam lain, ketika ia dan Cale sudah meminum lebih dari empat kaleng bir. "Kalau saja ada orang lain yang bisa melihat di balik aktingmu itu, melihat kecantikan dan aura eleganmu..."

Mendengar topik yang tiba-tiba itu, Cale diam saja, hanya menatap laki-laki berambut hitam itu dengan satu alis terangkat.

"Kalau saja..." lanjutnya lirih. "Boleh aku meminta izin untuk melakukan apapun yang aku inginkan?"

Cale berdecak. "Kamu juga sama saja. Kamu yakin tidak ada seorang pun di gangmu itu yang menyukaimu? Kamu tampan tahu." Ia sengaja tidak menjawab pertanyaan gila Rok Soo itu.

"Mataku hanya tertuju padamu," balas Rok Soo ringan, seakan-akan dia tidak menjawab dengan salah satu gombalan paling basi yang pernah Cale dengar. Itu tidak membuat wajahnya tidak bertambah merah.

"Buaya darat," gerutunya, mengalihkan pandangannya sebelum wajahnya benar-benar kebakaran. Ia mengabaikan tawa kecil yang ia dengar dari sebelahnya dan tetap bergeming ketika ia merasakan Rok Soo bersandar kepadanya.

Atmosfer tenang dari setiap pertemuan mereka itu tidak pernah membuat Cale sepenuhnya melupakan pekerjaan Rok Soo. Pekerjaannya yang penuh marabahaya itu.

Malam ini, Rok Soo mengatakan salah satu hal yang paling aneh. "Cale, kamu tahu aku mencintaimu, 'kan?" 

Yang ditanya hanya bisa menatap Rok Soo bingung dan terkejut. Pasalnya, ia tidak menyangka akan mendapatkan pernyataan cinta begitu menghampiri laki-laki berambut hitam itu.

"Ada apa tiba-tiba bertanya begini?"

"Aku hanya ingin kamu tahu," jawab Rok Soo. "Pekerjaanku bukan pekerjaan biasa."

"Jadi?" Cale sedikit menaikkan nadanya, campuran antara panik dan kesal. "Kamu memangnya akan mati sebentar lagi?"

"Aw." Senyuman menyebalkan itu kembali pada wajah Rok Soo. "Kamu takut, Cantik?"

"Jijik." Cale memalingkan muka, berusaha mengusir rasa hangat yang tumbuh di wajahnya.

"Tapi kamu tahu, 'kan?" Rok Soo melingkarkan kedua lengannya di sekeliling tubuh Cale, membawa laki-laki yang lebih pendek itu ke dekapannya. "Jangan tinggalkan aku dan aku tidak akan meninggalkanmu."

Meskipun kalimat darinya itu akan terdengar menakutkan bagi orang lain, Cale hanya mendengkus seraya membiarkan tubuhnya rileks ke badan Rok Soo, kebiasaannya ketika laki-laki itu bergerak memeluknya. "Kamu gila."

Cale bisa merasakan dada Rok Soo berguncang karena tawanya. "Maaf sudah menakutimu seperti itu, Cantik."

"Ukh," Cale memutar kedua bola matanya walaupun ia tahu Rok Soo tidak bisa melihatnya, "kamu buaya."

"Buaya kamu."

"Diam."

Lagi-lagi, Rok Soo tertawa ketika tangan Cale bergerak untuk memukulnya, kesal akan gombalannya itu.

Malam ini, mereka berdua menghabiskan waktu berdiri di atas jembatan seraya memeluk satu sama lain dengan erat. Cale samar-samar bisa mendengar Rok Soo yang sesekali bergumam, "Kamu tidak akan meninggalkanku, 'kan?"

Cale menggesekkan kepalanya pada leher Rok Soo, seakan-akan menjawab, "Kamu yang jangan meninggalkanku."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro