≧ Starlight Parade - SEKAI NO OWARI

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Far Shore Meteor Shower
Song: Starlight Parade by SEKAI NO OWARI
Story by  moonorchd_

Toilet Bound Hanako-kun © AidaIro
.
.
.

"Bulan depan akan ada hujan meteor!"

Itu kata-kata pertama yang keluar dari mulut Nene ketika dia menginjakkan kaki di toilet siswi, ketika bel pertanda pulang sekolah baru saja berbunyi.

Sayang sekali, reaksi yang dia dapat tidak sesuai harapan. Tentu saja, mengingat saat itu hanya ada satu orang, bukan, satu supernatural di toilet. Terlebih, Hanako bukan tipe orang yang akan menanggapi berita seperti itu dengan antusias.

"Benarkah? Pasti menyenangkan." Hanako menanggapi dengan nada datar. Dia bahkan hanya menoleh sebentar pada Nene sebelum kembali pada permainan kartunya dengan Mokke.

Tentu saja tanggapan singkat itu membuat Nene kesal. Sambil cemberut, dia mengomel, "Hanako-kun tidak seru! Hujan meteor kali ini bakal jadi waktu yang spesial, tahu!"

Masih fokus pada kartu di tangannya, Hanako menjawab, "Yah, lalu kenapa? Bukankah hujan meteor selalu terjadi tiap beberapa waktu?"

"Soalnya kami akan melihat hujan meteor itu bersama-sama, di atap sekolah." Kali ini bukan Nene yang menanggapi, melainkan Kou yang sudah muncul dan bergabung dalam pembicaraan itu.

"Itu yang Senpai maksud 'sesuatu yang spesial', 'kan? Karena kita belum pernah mengadakan acara melihat bintang bersama di sekolah sebelumnya."

"Benar!" Nene mengangguk cepat. "Lalu ... kamu tahu, 'kan, Kou-kun? kalau kita mengajukan permohonan pada bintang jatuh, maka permohonan kita akan dikabulkan."

Sepertinya Hanako mulai tertarik pada pembicaraan itu. Dia meletakkan kartunya begitu saja, mengacuhkan umpatan Mokke akibat permainan yang diakhiri secara sepihak itu.

"Senpai mau minta permohonan apa?" tanya Kou sembari meraih alat-alat kebersihan.

"Sudah jelas, 'kan? Aku ingin kakiku jadi kurus, agar aku jadi gadis cantik dan cowok-cowok tampan bakal jatuh cinta padaku!"

Nene sudah terlampau senang. Hanako memandangi gadis itu yang tengah mengepel lantai sambil bersiul riang. Entah kenapa, ada sedikit rasa kesal di hatinya.

"Kalian mau menunggu sebulan hanya demi hujan meteor yang tidak seberapa?" celetuk Hanako, tiba-tiba sudah melayang diantara kedua anak itu.

"Apa boleh buat, hujan meteor, 'kan, tidak datang setiap hari," kata Nene. "Jangan bilang begitu, Hanako-kun, semua orang sangat menunggu acara ini."

Hanako masih saja bergumam tidak jelas, yang bagi Nene dan Kou merupakan hal biasa. Ketika agenda bersih-bersih telah selesai dan Nene baru menyimpan pel di lemari penyinpanan, Hanako kembali berkata, "Ada hujan meteor yang bisa dilihat tiga hari lagi, lho."

Perkataan itu seketika menarik atensi Nene. "Apa maksudmu, Hanako-kun?"

Sebelum menjawab, Hanako menyunggingkan senyum usil. "Kalau kalian mau menunggu tiga hari saja?"

Kedua anak itu saling pandang. Bukan pertama kalinya Hanako bersikap penuh tanda tanya begini.

"Kalau kau merencanakan sesuatu--"

"Jangan langsung menuduh begitu, dong." Perkataan Kou langsung dipotong oleh Hanako. "Soalnya Yashiro bilang ingin melihat bintang jatuh, 'kan? Aku bisa mengabulkan keinginan itu lebih cepat."

Mata Nene berbinar. "Benarkah? Kamu betul-betul bisa melakukannya?"

Hanako terkekeh, "Jangan lupa, aku ini supernatural yang mengabulkan permohonan!"

***

Welcome to the starlight parade
On a sleepless night where the stars are falling Take me to that other world once more

***

Hari yang dijanjikan Hanako tiba.

Hanako tidak perlu menunggu lama, Nene dan Kou sudah berada di toilet putri hanya beberapa saat setelah bel pulang berbunyi. Mata mereka dipenuhi rasa penasaran.

"Jadi bagaimana Hanako, sekuat apapun dirimu, kau tidak mungkin bisa menjatuhkan hujan meteor dari langit, 'kan," tagih Kou.
Hanako memiringkan kepalanya, lagi-lagi disertai senyum jail. "Siapa bilang aku akan mengajak kalian melihat hujan meteor di dunia ini?"

"Eh? Maksudmu--"

Belum sempat Nene menyelesaikan kalimatnya, bola-bola roh, Hakujoudai, muncul dan berputar mengelilingi dirinya dan Kou.

"Eeeh!? H-Hanako-kun, jangan bilang kita--" "Woi, Hanako! Yang benar saja--"
Sang pelaku utama hanya terkekeh, mengabaikan protes dari kedua anak itu. "Yang cepat, ya, sebentar lagi acaranya mulai."

Nene merasa kakinya terangkat. Dia menutup mata seiring dengan Hakujoudai yang semakin menutupi pandangannya. Hal terakhir yang dia dengar adalah protes dari Kou dan suara tawa Hanako. Lalu sesaat kemudian, kakinya kembali menjejak tanah.

Bukan, dia menginjak air. Hanako membawa mereka ke perbatasan.

"Sudah kuduga bakal begini!" Kou kembali mengomel. "Apa maksudmu membawa kami ke perbatasan, Hanako!?"

"Berisiknya. Daripada ribut, coba lihat ke atas, hampir dimulai, tuh."

Nene mendongak. Pemandangan di perbatasan memang selalu tidak terduga, dan dia sudah terbiasa dengan itu. Tapi kali ini, kubah langit segelap malam bertabur bintang memenuhi pandangannya.

"Cantiknya" desah Nene.

Tapi kekaguman itu segera berubah menjadi rasa ngeri ketika dia melihat selusin, bahkan lebih, supernatural di sekitar mereka.

Hanako tertawa. "Tenang saja, mereka disini cuma mau melihat itu, kok." "Uwoooh! Senpai, Lihat! Langitnya-"
Seruan Kou kembali menyadarkan Nene. Tepat pada waktunya, sebab, ketika dia mendongak, sebuah bintang jatuh tertangkap matanya.

***

Welcome to the starlight parade
On a sleepless night where the stars are falling We were taken to another world
Please take me to Starlight Parade
On a sleepless night where the stars are falling Take me to that other world once more

***

Bukan cuma satu. Dua, tiga, bahkan lima bintang jatuh melintasi langit perbatasan. Hujan meteor di langit perbatasan.

"Tidak kalah dengan dunia sana, bukan?" Hanako melayang ke hadapan Nene, menutupi pandangannya.

Nene cemberut, sedikit kesal akibat pandangannya terhalang. Tapi dia tahu Hanako bermaksud baik dengan membawanya kemari.

"Iya, indah sekali. Terima kasih, ya, Hanako-kun," katanya. "Tapi aku akan tetap pergi ke acara melihat bintang di sekolah. Makanya, kamu juga harus datang, ya!"

Hanako hanya mengangkat bahu. "Yah, kita lihat saja nanti."

***

Satu bulan telah berlalu. Hari yang dinantikan Nene tiba juga. "Nene-chan, coba cicipi rasa biskuitnya?"
Nene meraih sekeping biskuit dari loyang di tangan Aoi, lalu menggigit ujungnya sedikit. "Enak! Manisnya juga pas!"

Aoi terkekeh, "Syukurlah, teman-teman pasti suka." Dia meletakkan loyang penuh berisi biskuit itu di meja dapur. "Aku akan memeriksa adonan milik yang lain, kalau biskuitnya sudah agak dingin, tolong dikemas, ya, Nene-chan."

"Siap!"

Sore itu, dapur sekolah ramai dengan gelak tawa para siswa, mereka sudah memutuskan akan memanggang biskuit sebagai teman melihat bintang.

Nene membagi biskuit yang sudah agak dingin ke beberapa kantong plastik kecil. Dia sudah tidak sabar menunggu malam tiba.

Pasti menyenangkan! batin Nene.

***

You and I never sleep, we’re always within a dream. But by the time the sun sets, we’re back to being alone.

***

Rooftop yang biasanya sepi di malam hari, kini ramai oleh suara siswa. Beberapa setel teleskop dipasang di sudut-sudut atap. Kelihatannya hampir seluruh siswa Kamome menantikan kegiatan ini.

Nene menangkap sosok yang dia cari-cari. Kou berada di salah satu sudut atap, sedang sibuk mengutak-atik teleskop. Nene segera menghampirinya.

"Kou-kun, silakan biskuitnya." Nene menyodorkan satu kantong plastik biskuit.

Kou memandang bungkusan cemilan itu dengan mata berbinar. Seraya menerimanya, dia berkata, "Terima kasih, Senpai!"

"Dimana yang lain?" tanya Nene.

Kou kembali menyetel teleskop. "Yokoo dan Satou masih di dapur, mereka menyuruhku duluan. Nii-chan sedang sibuk mengatur anak-anak lain, aku tidak ingin mengganggunya."

"Senpai sendiri, kenapa sendirian?" Kou balik bertanya.

"Aoi pergi bersama Akane-kun, kelihatannya mereka berada di sisi lain atap. Selain itu, aku juga ingin memberikan biskuit pada Kou-- KYAAAAA!?"

Nene refleks melompat ketika sesuatu yang dingin menyentuh lengannya. Tapi dia segera merasa lega ketika dilihatnya sosok supernatural yang sudah akrab dengannya itu.

"Ada apa, sih? Aku penasaran karena sejak tadi berisik." Mitsuba memandang berkeliling dengan pandangan bertanya-tanya.

"Oh, keluar juga, kau," komentar Kou.

"Kami akan mengadakan acara melihat bintang!" jelas Nene antusias.

Mitsuba mengamati teleskop di hadapannya, kemudian matanya beralih pada Kou. "Hei, aku belum pernah ikut acara melihat bintang sebelumnya. Jadi, Minamoto-kun harus temani aku, ya."

"Boleh saja--wuah!" Belum selesai Kou bicara, Mitsuba sudah menggamit lengan Kou dan bersiap menyeretnya pergi. "Hei, kita mau ke mana!?" Tentu saja yang diseret tidak terima.

"Jangan disini, aku mau lihat dari ujung sana." Tanpa mempedulikan protes Kou, Mitsuba terus saja berjalan.

Sekarang Nene sendirian. Atau, tidak? "Dia tahu aku ada disini, ya? Pintar juga."

Tanpa menoleh pun, Nene tahu siapa pemilik suara itu.
"Kau kelihatan senang." Hanako melayang turun dan duduk di pagar pembatas. "Tentu saja aku senang." Nene menyodorkan kantung biskuit. "Hanako-kun mau?"

Tanpa menunggu lama, Hanako langsung mengambil sekeping biskuit dari tangan Nene. "Hm, enak, tapi aku lebih suka donat," komentarnya

Nene mengerucutkan bibir. "Iya, iya, lain kali aku akan buat donat lagi, deh."

Hanako mengabaikannya. "Jadi kapan hujan meteor akan dimulai?" Dia bertanya, memperhatikan langit malam penuh bintang.

"Sebentar lagi pasti kelihatan, kok." Nene menyandarkan lengannya pada pagar pembatas. "Memang waktunya tidak secepat saat di perbatasan."

Tidak ada tanggapan lagi dari Hanako. Itu membuat Nene sedikit bertanya-tanya, padahal biasanya anak itu cerewet sekali.

"Yashiro." "Ya?"
"Kau lebih suka hujan meteor di dunia sini atau di perbatasan?"

Pertanyaan itu membuat Nene terdiam. Hanako bahkan tidak menatap matanya. "Kurasa ... mungkin di dunia sini?" jawab Nene.
"Begitu ya"

Sekarang Nene paham mengapa Hanako terlihat lebih lesu daripada biasanya.

"Tapi dimanapun, yang namanya hujan meteor selalu indah, kok," sambung Nene. "Begitu juga dengan di perbatasan. Apalagi Hanako-kun yang mengajakku."

Nene bisa melihat mata Hanako sekilas membulat, tapi dia segera kembali pada ekspresi tengilnya. "Hee, pikirmu begitu, ya. Kau itu sederhana sekali, Yashiro."

Nene tertawa. "Lain kali, kalau ada hujan meteor di perbatasan lagi, ajak aku, ya?" "Kalau itu maumu, baiklah." Hanako hanya mengangkat bahu.
Saat itu, sudut mata Nene menangkap sesuatu yang bergerak di kaki langit.

"Aaaah, sudah dimulai! Itu, di sana, kamu lihat, 'kan, Hanako-kun?" Nene menunjuk satu titik kosong.
"Kau ketinggalan, tuh."

"Ah, berisik! Kali ini harus berhasil!"

Nene memusatkan pandangan pada langit berbintang. Kali ini dia harus berhasil, dia harus membuat permohonan. Sampai matanya menangkap figur yang melesat cepat di angkasa. Cepat, tapi Nene bisa melihatnya.

"Kelihatan! Bintang jatuhnya kelihatan!" Ketika Nene menyadari ini adalah saat yang tepat untuk mengucapkan permohonan, dia tidak buang-buang waktu. "Aku ingin kakiku jadi kurus, hingga banyak pria tampan yang jatuh hati padaku!"

"Kalau itu, sih, sampai seabad juga tidak akan terwujud."
"Hanako-kun bawel!"

***

Welcome to the starlight parade
On a sleepless night where the stars are falling, we were taken to another world. We’ll continue searching, in the direction the stars point us
In this world where you’ve ceased to be.

It’s as if our entire civilization was stolen away, by the light of that night sky.

***

Tamat

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro