≧ The Call - Regina Spektor

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Distant Memories

The Call - Regina Spektor
story by fmicr_

Collin x Philipa 
(This Witch of Mine) 

Apakah kamu ingat masa kecilmu, disaat seorang peri, bajak laut, Peter Pan atau bahkan, penyihir, seolah nyata? 

Walau tidak pernah kau lihat sekalipun.. entah kenapa kau yakin mereka ada. Berimajinasi dengan otak kecil nan polosmu itu. Bahwa kau sedang bertemu mereka, berbicara, juga bermain dengan mereka. 

Namun

Bagaimana bila ternyata 'ingatan'  masa kecilmu dulu itu yang kau kira hanyalah imajinasi belaka, ternyata adalah sebuah kenyataan tidak masuk akal, yang lama kelamaan hilang dihapus oleh 'kedewasaan' dan sekitarmu?

Seiring kita menjadi dewasa

Semua terdengar seperti omong kosong. 

it started out as a feeling

'Ukh, berat.. ' 

Suara keluh kesah yang berada pada dalam kepala pria bersurai hitam tidak berhenti mengalir, ia terlihat sedang menarik troli berisi beberapa kardus kayu yang terlihat berat. 

"Collin, jangan lama-lama! Haiz, kalau begini kau tidak akan sempat makan." ucap seorang wanita kepala empat yang berada jauh dari tempat Collin, pria tadi. 

Collin hanya menganggukkan kepalanya, 'Kalau begitu kenapa tidak kau bantu saja?' pikirnya, menghela nafas. 

Angin tiba-tiba menghembus, membuat Collin menutupi wajahnya agar terhindar dari daun yang beterbangan, iris mata emasnya memicing. 

Disaat yang sama ia melihat bayang-bayang seorang wanita. 

Wanita itu terlihat sangat asing dimatanya, namun beda dengan perasaan yang ia rasakan saat melihat sosok punggungnya, yang muncul klayaknykayaknya flashback. 

"Rambut merah..?"

"Tunggu.. 

Philipa?"

which then grew into a hope

"Ahahaha! Kau bodoh ya, Collin? Penyihir katamu!! Lalu apa, reinkarnasi!?" suara tawanya begitu keras, walau tidak sekeras pukulan rasa malu yang ia beri pada pria yang disebut. 

Asap bermunculan dari kepala Collin, yang wajahnya telah memerah karena rasa marah dan malu. "Berisik! Aku kan, hanya bertanya, dasar tua bangka," keluhnya. 

"Tapi siapa juga yang masih memikirkan hal sperti itu, apalagi kau sudah bukan anak kecil lagi, Collin," oceh seorang anak lelaki berisi, perawakannya mirip dengan wanita tua berambut coklat yang duduk disamping, sedang mengusap air mata akibat tawaanya tadi. 

Collin hanya menghela nafas dengan kasar mendengar ucapan anak dan ibu didepannya, memutarkan garpu yang berada ditangan kanannya dan mengalihkan pandangan kearah jendela. 

'Huh, jadi.. apa memang semua ini hanya khayalanku saja? Tapi tidak mungkin, mereka terasa seperti ingatan masa lalu.'

"Philipa ya.. " gumam pria tersebut, pikirannya sekarang telah dikonsumsi oleh gadis bak penyihir berambut merah, yang terus bermunculan dikepalanya.

Ia heran, siapa sebenarnya gadis itu? Walau ingatannya tidak terlalu jelas, perempuan muncul dalam pikirannya terlihat, terasa, dan terdengar sangat nyata. Seolah memang itu adalah sebuah kenangan jauh, yang ia tanam dengan berharga dalam lubuk hatinya. 

which then turned, into a quiet thought

Desember yang dingin

Agustus yang panas

November yang sejuk 

Mereka bilang penyihir itu tetap berada di sana, ditempat yang sama. 

Ia menunggu, menunggu, dan menunggu. 

Dan pada akhirnya, bertemu dengannya sekali lagi. 

which then turned into a quiet word

"Tidak apa tuh, aku bisa menunggu."

"Aku sudah terbiasa dengan itu, karena penyihir hidup dalam keabadian," ucapnya sembari tersenyum manis. 

'Rambut merah seperti selai stroberi.. '

Perempuan tersebut bergerah sedikit, "Aku rela menunggu hingga bertahun-tahun, bila itu untukmu," ia lalu menempelkan jarinya dengan jahil pada pipiku, yang sekarang sudah semerah tomat. 

"Haha, apa? Kau masih malu?"

"Uh, sudah hentikan.. "

and then that word grew louder and louder, 

'Til it was a battle cry

Mata Collin terbuka perlahan. 

"Mimpi itu lagi..?" 

Sudah beberapa minggu ini, dan Collin masih saja mendapatkan mimpi—tidak—tapi ingatan yang selalu  mencakup perempuan berambut merah bernama Philipa itu. 

Selain hanya bermimpi tentang dirinya yang menghabiskan waktu bersama dengan perempuan bernama Philipa tadi dan anak kecil, atau bisa dibilang sesosok familiar milih gadis tersebut, ia selalu saja mati, berulang kali sebelum pada akhirnya bertemu dengan penyihir itu lagi. 

Ia mulai berpikir bahwa semua ini bukan hanya imajinasi atau mimpi asala biasa. Dari segi sejarah pada dunianya, ia mendapati sesuatu yang mirip. Dan lagi, perasaanya saat mengunjungi mimpi demi mimpi tersebut terasa sangat.. nyata. 

Suara panggilan terdengar dari lantai bawah, memaksa Collin untuk menghentikan pikirannya dan pergi menuju tangga. 

"Baik bibi, aku akan segera kesana."

Hari berjalan seperti biasa, Collin hanya melakukan pekerjaannya, makan, mandi lalu tidur lagi. Dalam diam ia penasaran 'ingatan' macam apa yang akan di suguhkan pada mimpinya kali ini. 

'Til it was a battle cry

.

.

"Kau tahu? Aku.. aku sudah tidak tahan."

"Apa?" suaraku seolah terseret sesuatu, mulai mengecil. 

Didepanku, ditempat itu terdapat kursi tahta yang sudah terlihat sangat tua. Disana terduduklah perempuan itu lagi. 

Philipa. 

"Menunggu selama bertahun— tidak.. Berabad-abad. Hanya dalam beberapa saat, kau pasti pergi lagi dengan kejam. Dan aku menunggu lagi.. " pandangannya sayu, tidak terlihat sedikitpun kehidupan disana. 

Aku mulai mendekat, menelan ludahku kasar. 

"Hal itu terus terulang, lagi, lagi, dan lagi!"

"Philipa!" ucapku, berusaha menenangkannya. Akupun membuang pedang yang sedari tadi kugenggam, ya, pedang yang awalnya ingin kugunakan untuk membasmi Philipa, sebelum ingatanku padanya kembali. 

Setelah kami mengucapkan bebrapa kata menyakitkan lagi, aku dalam ingatan ini tidak mempunyai pilihan lain selain membunuhnya.. 

.

I'll come back

When you call me

"Fufu, bagaimana? Kurasa ini akan menjadi harta karun yang sangat berharga bukan?" Philipa tersenyum sembari menunjukan jarinya pada sebuah pita yang ia talikan dengan pohon, sebelum memberi pohon tersebut sebuah sihir. 

"Bagus apanya, itu cuma ikatan rambutmu kan." ucapku, terlihat tidak terkagum. 

Philipa lalu mengembangkan pipinya setelah mendengar ucapanku, "Hee tapi kalau suatu saat nanti bila kita menemukan ini, bukankah itu akan menjadi objek kenangan yang bagus!?"

"Lain kali? Maksudmu.. Apa kau tidak apa bila hal itu terjadi lagi.."

"Ya! Karena aku yakin, bila kau dihidupkan lagi pun, antara aku tidak ada atau, aku terlahir kembali menjadi manusia." mengusap pohon kokoh nan tua itu, Philipa melanjutkan, 

"Namun bila aku menghilang.. aku akan minta bantuan Cordellia untuk membuat tali itu mengingatkanmu padaku."

Collin membuka matanya, ia langsung mengambil posisi duduk dan mencoba mencerna apa yang baru saja ia dengar dalam mimpinya itu. 

"Pohon? Jangan-jangan.. "

Ia kemudian bergegas keluar, disana, pohon besar berdiri tegak, phon yang sama persis dengan apa yang baru saja ia mimpikan tersebut. 

Setelah menelusuri pohon itu lebih dalam. 

Ada. 

Terdapat seuntai tali hijau yang merekat disalah satu pohon, ia pun mengambilnya. 

Air mata mulai muncul dimata terang miliknya. 

"Kau benar-benar.. "

Tanpa menyadari bahwa dibelakangnya, terdapat seseorang sedang menghampirinya. 

no need to say goodbye



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro