Namanya Jova Galendra

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Hanya orang bodoh dan ceroboh yang segitu menyukai hujan yang membuat semuanya menjadi berantakan."

***

"Yer! Astaga kamu kenapa bisa telat? untung saja Pak Yono belum datang." Perempuan cantik berambut gelombang menghampiri Yerim yang mengambil napas di depan pintu. Ia benar-benar berlari dari gerbang hingga kelas.

"Air, air mana air," ucap Yerim lirih, jantungnya berdetak begitu cepat dan lututnya menjadi lemas.

Tanpa berkata apa-apa seseorang perempuan yang juga sebaya dengan mereka menyerahkan sebotol air mineral dan di minum hingga habis oleh Yerim.

"Pelan-pelan," ucap gadis yang memberikan air minum tadi.

"Huuhh, makasih ya, Lus," ucap Yerim menyerahkan botol minum kepada Lusi.

Tak lama Pak Yono, sang guru killer pun datang, dengan cepat siswa kelas XI IPS 1 duduk di kursinya masing-masing, begitupula Yerim dan kawan-kawannya.

Pelajaran berjalan lancar, seperti biasa Pak Yono memberikan soal latihan sebelum mulai masuk materi. Tipe guru yang membuat siswanya pusing di awal dan itu tidak ramah bintang satu.

"Baik, ada yang bisa mengerjakan ke depan?" tanya Pak Yono memandang ke seluruh siswa di kelas.

Semuanya menunduk terkecuali satu orang yang duduk sendirian di belakang tunjuk tangan.

"Baik Lusi, silakan maju ke depan."

Seluruh siswa di kelas XI IPS 1 mengarahkan atensinya kepada gadis berambut panjang lurus itu, termasuk pula Yerim dan Salsa.

"Gila, si Lusi mah bener-bener, soal apa aja di lahap abis sama dia mah," ucap Salsa kepada Yerim yang duduk di sampingnya.

"Sama, aku juga bingung. Otak dia itu terbuat dari apa, ya?"

Lusi tidak mengindahkan percakapan orang-orang kepadanya, dengan badan tegap dan mata tajam, ia maju kedepan mengerjakan soal yang ada di papan tulis. Semalam ia sudah belajar materi ini terlebih dahulu hingga larut malam, sehingga saat soal latihan ini ada ia tak begitu kesulitan untuk mengerjakan. Sebagai anak semata wayang dari keluarga yang cukup berada membuat Lusi harus serba bisa baik dalam hal akademik maupun non akademik.

"Bagus, lagi-lagi kamu mengerjakan dengan baik," ucap Pak Yono puas dengan jawaban Lusi.

Lusi hanya tersenyum tipis dan mengucapakan terimakasih, lalu kembali ke tempat duduknya. Yerim dan Salsa menatap kagum kepada mereka.

"Baik ada lagi yang bisa menyelesaikan dua soal ini?"

Yerim mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan maju ke depan.

"Nyet, katanya gak ngerti tapi maju aja nih bocah," gerutu Salso tak terima.

"Hehe." Yerim hanya nyengir.

Ya, bagaimana tidak Salsa mempercayai Yerim soalnya tidak ada coretan satu pun di bukunya tapi ia bisa maju mengerjakan soal.

"Bagus, kamu ada peningkatan Yerim. Semester ini harus pertahankan peringkat kamu." ucap Pak Yono lagi.

Yerim kembali duduk dengan ucapan terimakasih yang tak lupa ia katakan kepada gurunya.

Salsa yang tak mau kalah dengan kedua temannya pun maju mengerjakan soal terakhir tanpa ada kesalahan apapun. Ia juga tau mau kalah saing dengan teman-temannya. Pokoknya semester ini ia harus naik pringkat tanpa ada kendala apapun. 

"Baik, semua soal sudah terjawab dengan benar semuanya oleh teman kalian, mari kita memasuki materi." Pak Yono membuka buku paket yang terletak di atas meja guru, diikuti oleh para siswa.

Tapi, sebelum benar-benar memulai masuk materi ibu Rida datang membawa seorang murid laki-laki.

"Permisi Pak, maaf menganggu. Ini saya diamanahkan oleh kepala sekolah untuk membawa anak ini ke kelas ini, Pak. Ia anak baru pindahan dari Jakarta."

"Oh, silakan masuk, Bu." Pak Yono mempersilakan Ibu Rida masuk dengan seorang siswa baru itu.

Yerim yang sedari tadi sibuk mencari ponsel di dalam tasnya di kejutkan oleh suara seseorang di depan papan tulis.

"Perkenalkan nama saya Gavin Aarav Mandratama, kalian bisa memanggil saya Aarav. Saya pindahan dari Jakarta, terimakasih."

"Ganteng banget," ucap Salsa di samping Yerim yang tak berkutik.

"Baik Aarav, silakan duduk di kursi yang kosong," ucap Pak Yono kepada Aarav.

Pemuda yang berdiri di papan tulis itu melihat satu kursi kosong di belakang, sebelahnya dan seorang gadis. Tanpa sengaja Aarav melihat Yerim, gadis yang ia temui di rumahnya tadi pagi dan kemaren sore. Terlihat Yerim sangat terkejut, terbukti dari mulutnya yang terbuka lebar melihat Aarav.

"Mingkem woy, gak bisa liat orang ganteng, norak lu." Salsa menyenggol Yerim dan secara otomatis Yerim menutup mulutnya dan mengerjakan matanya berkali-kali.

"Halo Aarav, aku Salsa. Salam kenal ya," ucap Salsa menghadapkan tubuhnya ke belakang saat Aarav sudah duduk di samping Lusi.

Aarav hanya diam tersenyum tipis demi kesopanan. Ia memandang ke arah Yerim.

"Hai," sapa Yerim kaku menggaruk bagian belakang kepalanya.

Sesi perkenalan itu usai, tanpa terasa bel istirahat sudah berbunyi.

"Baik, Bapak cukupkan sampai disini. Jangan lupa PR nya dikerjakan, sampai jumpa Minggu depan, selamat siang."

"Siang, Pak." Koor seluruh siswa kelas XI IPS 1.

"Huh, akhirnya selesai juga." Yerim meregangkan ototnya tangan dan lehernya. Tapi, baru saja ia ingin bersantai petaka datang padanya.

"Siapa yang namanya Yerim disini!" Suara teras dan berwiba mendiamkan seluruh isi kelas yang tadinya ribut setelah jam istirahat.

Semua mata memandang ke arah kepada seorang pemuda di depan pintu kelas.

"Pada bisa kalian ya? Gue tanya yang namanya Yerim disini siapa!" bentak pemuda itu lagi. Takut-takut semua orang menunjuk ke arah Yerim dan Yerim menelan ludahnya. Matanya tak berani menatap orang yang berjalan ke arahnya ini.

"Masalah apa lagi ini?" batin Yerim.

"Oh, Lo yang namanya Yerim?"

"I-iya kak, kenapa ya?"

"Lo harus tanggung jawab atas perbuatan lo!" Pemuda itu menarik tangan Yerim membuat Yerim meringis kesakitan tak berani melawan. Karena siapa yang berani melawan seorang Jova Galendra, anak XII IPS 3, seorang ketua geng di sekolahnya. Talaskar.

***

8/02/2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro