Muci dan Pohon Cuaca (Hanfalis)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seorang lelaki berambut coklat yang tak terlalu tinggi itu menunggu kendaraan lalu lalang di persimpangan jalan. Ia mendengus kesal, karena sudah menekan tombol untuk pejalan kaki, tetapi lampu itu tetap saja tak mau menyala.

"Kau harus sabar sedikit anak muda," ucap wanita tua sembari menekan tombol itu dengan perlahan, Muci heran. 'Apa aku terlaly gegabah?' pikirnya, akan tetapi tak lama setelah sang nenek tua menekan tombolnya sang lampu menyala begitu saja.

Muci tak mau ambil pusing, ia langsung meninggalkan wanita tua yang jalan saja sudah membungkuk itu dengan santai. Bahkan, langkahnya sedikit menjadi cepat ketika waktu hitung mundur sudah terlihat.

Muci sampai di seberang, akan tetapi ia merasa ada yang mengganjal. Maka dari itu ia menoleh ke belakangnya dan terlihat nenek tua itu terjebak di tengah jalan dengan banyak klakson yang diarahkan untuknya.

Setelah embusan napas berat keluar, Muci berjalan ke arahnya dan membantunya menyebrang dengan penuh kesabaran. "Kau anak yang baik, bisakah aku memberikanmu hadiah?"

"O-oh! Tidak perlu, Nek!" Akan tetapi, seakan tak peduli wanita tua itu sudah merogoh tasnya dan memberikan sebuah kotak kecil, seukuran telapak tangannya pada Muci. "Ambil saja, kau pengembara bukan? Benda ini akan membawamu ke petualangan yang menakjubkan, Musim Cinta." Nenek itu tersenyum, lalu tanpa sepatah kata lagi ia sudah beranjak pergi, meninggalkan Muci yang entah mengapa mematung di sana.

"Kupikir kotak ini cukup bagus juga, isinya apa, ya?"

Muci melanjutkan jalannya, sekarang ia sudah mulai masuk ke hamparan rumput yang sangat luas, dari sini Muci sanhat merasakan hawa musim semi nan indah.

Di antara luasnya hamparan rumput, terdapat bunga dengan berbagai macam warna sebagai hiasannya. Muci suka ini, ia juga sangat menyukai wangi serbuk bunga yang selalu menyapanya ketika angin berembus.

Tak terasa kakinya bahkan sudah melewati banyak rumput di belakang sana. Dari tempatnya berpijak, Muci dapat melihat pohon beringin yang begitu besar menaungi area yang cukup luas di bawahnya.

Karena penasaran ia mendekat ke arah pohon itu dan duduk di bawahnya, sembari menikmati embusan angin yang lewat serta gesekan antara daun dan ranting dari pohon beringin.

Tak butuh waktu lama untuk Muci hingga sampai menyapa alam bawah sadarnya. Akan tetapi, hal itu tak berlangsung lama. Dirinya terbangun karena ada suara kwek-kwek yang begitu memekakan telinga.

Matanya terbuka dan mendapati seekor bebek dari sebelah kiri ingin mendekatinya, karena terkejut pasca tidur ia reflek menjauuh hingga melewati batas garis tengah dari pohon beringin.

Sedetik setelahnya suasana tiba-tiba berubah. Dari yang sunyi menjadi begitu ramai. Suara angin yang tadinya tenang menjadi begitu terburu-buru, seolah menciptakan huru-hara di hamparan tanag yang luas itu.

Bahkan langit pun ikut menggelap dan tak lama beribu-ribu tetesan air tumpah dari atas langit, bahkan tanpa bisa berkutik Muci dapat merasakan kakinya yang basah karena air mulai menggenang.

"Kok bisa langsung hujan?!" Muci Heran, bahkan ia mulai merasakan basah serta dingin yang menusuk ke kulitnya. Tak tanggung-tanggung, bahkan sekarang petir ikut bergumuruh dari atas langit yang dapat Muci lihat dengan jelasnya.

"Jangan ketakutan! Kau hanya perlu menyebrang pohon beringin sekali lagi." Suara itu mengejutkan Muci, ia langsung menoleh dan mencari dari mana suara itu berasal.

"Aku di sini bodoh! Di bawahmu!" Muci terkejut, ia kembali tak percaya setelah melihat siapa yang berbicara. "BAGAIMANA SEEKOR BEBEK BISA BERBICARA?!" Sama seperti sebelumnya, Muci kembali terkejut hingga mundur tanpa sengaja dan melewati batas garis tengah dari si pohon beringin.

"Kau melakukannya," ujar si bebek yang diikuti dengan secepat kikat hamparan rumput hijau yang Muci pijak tadi telah menjadi pasir panas.

Bahkan langit yang semulanya gelap, langsung terang. Lengkap dengan matahari dan teriknya serta suara burung camar dapat Muci dengar. "Apa yang terjadi lagi?! Aku mulai merasa mual dan pusing sekarang." Muci memegang perutnya, ia merasa ada yang mengaduk-aduk organ dalammnya.

Sedangkan si bebek berbicara itu hanya mengelilingi Muci, seperti sedang mencari sesuatu. "Apa yang kau lakukan?" tanya Muci di tengah sensasi aneh yang ia rasakan. Sedangkan si bebek hanya menatapnya lamat.

"Kau harus membuka bajumu bodoh, atau kau akan mendidih dan menjadi daging masak!" Muci tersadar, ternyata hawa panas dingin ini karena bajunya yang basah barusan. Jadi, dengan segera ia melepas bajunya dan kembali bersender pada pohon beringin--

"Jadi pohon kelapa?!" jerit Muci kesekian kalinya. "Kau seperti wanita yang hendak diperkosa asal kau, tahu." Muci memerah, bisa-bisanya seorang bebek berkata selancang itu di tengah kebingungannya akan apa yang sedang terjadi.

Muci hanyalah seorang pengembara yang hendak melewati tanah hijau yang luas tadi, tapi sekarang ia malah terjebak di tengah lautan dan ditemani oleh seorang bebek!

Di tengah-tengah Muci kebingungan sang bebek kembali menginterupsinya, kali ini kepalanya seolah-olah mengorek kantong dari kemeja Muci yang tergeletak begitu saja. "Apa yang kau lakukan?" tanya Muci.

"Bukankah kau membawa sesuatu yang menciptakan ini semua?" balas sang bebek tanpa memperlihatkan atensinya pada Muci, sedangkan si anak laki-laki hanya mengembuskan napas beratnya.

"Yah, jika aku tahu kenapa kau juga bisa berbicara." Muci pasrah, ia juga merasa dirinya sudah menjadi gila entah mengapa. Rasa panas ini juga perlahan membakar tubuh Muci, hingga menjadi merah sekarang.

"Hey, bantu aku mengorek kotak kecil ini dari sakumu bodoh!" Bentak sang Bebek sembari mematuk Muci yang napasnya mulai terengah-engah itu.

Dengan pasrah ia mengambil kotak kecil dan memberikannya pada bebek itu, "Kenapa kau tak membukanya?" tanya sang bebek tanpa berniat untuk mengambilnya.

"Kotak ini? Tidak terlihat menarik." Walaupun begitu Muci mencoba membukanya. "Lihat, 'kan? Tidak ada isinya," lanjutnya setelah berhasil membuka kotak itu.

"Bukan begitu ...." Si bebek lalu pergi melewati pohon kelapa yang sedang menjadi sandaran Muci hingga sekali lagi suasana di sana berubah.

Hawa panas mulai menghilang dan suhu mulai menurun. Bahkan dapat Muci rasakan buku kukunya ikut membeku karena jatuhnya suhu di sekitarnya, bahkan salju juga mulai turun, "Sebenarnya apa yang kau lakukan bebek sialan?" tanyanya tak tahan, ia hanya ingin pergi ke gubuk tua akan tetapi malah terjebak di antah berantah seperti ini.

"Kau yang bodoh! Seharusnya kau juga ikut menyebrang cepat!" Muci tak dapat mendengarnya, bahkan badannya tumbang ketika ia mencoba bangun dari sana. Matanya juga mendapati kalau pohon kelapa tadi telah menjadi pohon oak yang sudah gugur daunnya.

Mungkin ini akhir dari hidup seorang pengembara malang. Muci, semoga kau hidup bebas di alam sana nanti. "Kau jangan mati dulu bodoh!" Netra Muci kembali terbuka, ia langsung bangun dari posisinya dan kembali mendapati dirinya di tempat dengan suasana yang sangat berbeda.

Sekarang ia berada di atas tumpukkan daun oak yang menguning dengan angin besar yang terus merontokkan daun-daun dari pohon oak di atas. "Aku pikir aku telah terkutuk. Bukan, begitu tuan bebek?"

"Kau hanya bodoh dan tidak berpengalaman, kau hanya perlu memgambil cincin di dalam pohon itu!" Kata sang bebek membuat Muci sekali lagi heran. Ia langsung menoleh ke arah yang ditunjukkan oleh paruh bebek  itu.

Bingo!

Muci menemukan sebuah retakan yang cukup dimasuki oleh satu tangannya dan dapat ia lihat sebuah benda berkilauan dari dalam pohon oak itu. "Apakah kau yakin aku harus mengambilnya?" Muci terlihat seperti mencari izin dari bebek itu.

Bahkan sekarang ia rasa bebek itu adalah pemilik dari tempat ajaib ini. "Yah dan kau jangan berpikir hal-hal yang aneh!" Maka dari itu Muci, si anak laki-laki mengambil benda berkilauan yang memang benar adalah cincin dari dalam pohon oak.

Setelah memakai cincin tersebut, Muci mengharapkan ia akan kembali ke dunianya berasal, atau seengaknya ke rumahnya dan ternyata ini semua adalah sebuah mimpi.

Kwek! Kwek!

Suara bebek kembali menyapa indra telinganya dan Muci kembali membuka matanya, ia pun mendapati dirinya di bawah pohon oak yang berada tepat di pinggir jalan dengan pakaian compang-camping tanpa alas kaki, "Shit!"

"Mas, muncul dari mana?!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro