Penyimpangan-II

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Hmmm ... aku tahu siapa ini," gumam Fardhan dengan amarah yang ia simpan.

Fardhan langsung mengambil kertas mengerikan itu dan menuju ke meja paling belakang, lalu menunjukkan kertas itu kepadanya.

"Apa maksudnya ini?" tanya Fardhan dengan nada pelan tapi mengancam.

Miftah hanya diam sebentar. Lalu ia mengambil kertas itu, keluar kelas, menuju tong sampah, membuangnya, lalu kembali ke mejanya.

"Kalau kau tidak suka, ya sudah," katanya dingin.

"Cih! Anak ini benar-benar-!" ucap Fardhan dalam hati.

Kesabaran Fardhan sudah sampai batas. Ia menarik kerah Miftah dan bertanya kepadanya sekali lagi.

"MAKSUDMU APA, HA?!" Fardhan berteriak.

Emak yang sedari tadi melihat Fardhan langsung melerai mereka berdua. Teman-teman yang lain juga melerai keduanya.

"Sudah, Dhan," kata Ryan.

"Heh, kenapa sih kalian pada bertengkar!" Atun menjadi kesal.

"Heh, jangan saling bertengkar!" ujar Alya, yang kemudian menenangkan Miftah.

Maka Fardhan melepaskan genggamannya dan kembali ke kursi, bersamaan dengan suara bel masuk.

"Lupakan," ucap Fardhan kepada teman-temannya.

***

Hari Kelima Sekolah

Fardhan sangat kesal sekali dengan Miftah.

"Dia itu sok pintar, sok alim, sok jaim, sok dingin, sok kalem, sok sombong, sok jahil, sok iseng, sok cool, sok laki, sok nantang, pokoknya segala sok ada di dia-!"

"Aku harap salah satu bagian dari tubuhnya hilang!"

Benar saja.

***

S.P.* Fardhan
*S.P.= Sudut Pandang

Hari Kelima Sekolah

Aku harap Miftah merasa senang sebab aku telah menyampaikan terima kasih kepadanya kemarin karena ia telah mengingatkanku untuk membuang sampah pada tempatnya, jangan menyontek, dan belajar sebelum ulangan.

***

Hari Keempat

Setelah aku mendapati di dalam tasku ada sebuah kertas bertuliskan teguran yang ditujukan kepadaku, aku langsung tahu itu dari Miftah.

Maka aku mendatangi mejanya dan mengucapkan terima kasih kepadanya. Tetapi, entah kenapa ia terlihat agak tak peduli dan dengan acuh tak acuh keluar kelas melempar kertas itu ke tong sampah.

Miftah dengan dingin mengatakan, "Kalau kau tidak suka, ya sudah!"

Aku sangat kebingungan. Aku pun lalu menuju kursiku saat bel masuk telah berbunyi.

***

Hari Kelima

Jam 06.40

Miftah memasuki kelas. Ia memegangi mata kanannya, lalu melepaskan pegangannya. Semua temanku terkejut. Matanya diperban.

Aku pun terkejut. "Apa yang telah dia perbuat?" batinku heran.

"Whoaaa-! Matamu kenapa, Mif?" Alya tampak sangat terkejut dan sedikit marah.

"Hah! Kenapa, Mif?" tanya Atun.

"Heh kenapa itu?" tanya Dina cemas.

"Kemarin aku terjatuh," balasnya singkat.

Lalu, ia berjalan menuju ke mejanya. Saat ia melewatiku, ia melirikku tajam.

Aku sangat kebingungan saat ini. Tubuhku bergetar hebat. Ternyata aku sedang mengalami ketakutan yang amat sangat.

"Miftah, mengapa kau sampai sebegitunya?"

"Apa kau marah denganku?"

"Aku kemarin kan hanya berterima kasih kepadamu...."

"Mengapa kau merasa begitu marah? Mengapa kau melukai dirimu sendiri?"

"Apa kau ... manusia?"

"Dia orang yang aneh."

"Dia orang yang jahat...!"

Badanku merinding tak karuan.

"JADI BEGINI YA, RASANYA!!!" teriakku dalam hati.

Tubuhku menjadi panas dingin.

Jam pertama aku merasa tak enak badan, maka aku menuju ke UKS dan seharian berada di sana. Akhirnya setelah diberi izin, aku pun pulang untuk istirahat di rumahku.

***

S.P. Penulis

Seorang laki-laki berbadan tinggi datang ke sekolah. Di perjalanan, ia melewati kelas XII MIPA 1. Laki-laki tersebut menoleh sebentar ke arah kelas itu, lalu melanjutkan langkahnya. Ia memasuki kelasnya yaitu kelas XII MIPA 2. Laki-laki itu bernama Nopal.

***

S.P. Miftah

Hari Pertama Sekolah

Hari pertama sekolah setelah kegiatan melelahkan kemah blok yang tak mengenakkan. Bahkan, aku hanya mengingat saat apel dan saat pulang.

Aku menggumam, "Kegiatan kemahnya...? Apa ya?"

Tiba-tiba datang Alya, pacarku. "Heh, Mif! Kamu itu kenapa dari tadi melamun terus? Ayo kita bahas sesuatu saja. Tahu tidak? Tadi malam aku pergi ke...."

...

Aku hanya mendengarkan pembicaraannya dengan malas.
Sebenarnya siapa si Alya ini? Kenapa perempuan yang tak cantik seperti dia menjadi pacarku? Aku sangat terheran-heran.

***

Jam pelajaran kedua, setelah upacara.

"Wah, enak ini. Murid sebelas doang. Udah kayak les privat saja!" kata Ryan seperti merasa bangga.

Sementara aku hanya menontonnya dengan bosan. "Halah, Ryan." Seperti itulah mungkin yang tetbesit dalam benakku saat ini.

***

Hari Ketiga Sekolah

Alya mendatangiku, lalu bertanya, "Mif, nanti malam jalan ke mana?"

"Besok sibuk tidak? Kalau sibuk aku malas...," jawabku.

"Besok free kok," balas Alya.

"Ya sudah ke alun-alun, ya. Nanti aku jemput." Aku meletakkan tangannya di atas meja dan menunjukkan kuku-kuku jariku yang besar dan panjang.

"Ihh.... Kukumu itu, lho! Panjangnya! Jorok tau! Potong!"

Aku hanya terdiam sambil melihat ke arah kuku jariku. "Biasa saja, sih," batinku.

***

Hari Keempat Sekolah

Aku bersiap untuk berangkat sekolah. Semalam aku telah menyiapkan diriku untuk ulangan nanti. Setelah sampai di kelas, aku langsung menuju kursiku yang berada di paling belakang.

Jam pelajaran telah dimulai. Aku pun menyiapkan diriku untuk mengikuti ulangan. Tetapi, beberapa teman-temanku tak bisa sportif. Mereka membawa contekan baik itu melalui kertas maupun HP. Terutama Fardhan, sepertinya ia menulis contekannya dari nomor pertama sampai terakhir.

Bagaimana perasaan kalian yang sudah lelah belajar di malam hari, tetapi saat ulangan menemukan temanmu membawa contekan dan dengan tanpa rasa bersalah menyalin semuanya?

Geram bukan?
Kesal bukan?
Marah bukan?
Ingin menghentikannya bukan?

Aku akan memberinya pelajaran agar dia jera.

***

Istirahat Pertama

Aku mengumpulkan sampah bungkus permen milik Fardhan yang sudah kukumpulkan sejak hari Senin. Totalnya ada 27 bungkus. Selain itu, aku juga menemukan beberapa bungkus jajan lainnya.

Setelah semua sampah Fardhan terkumpul, aku membuang semuanya ke dalam tong sampah. Kemudian, aku memberikan teguran dengan menuliskan kata-kata di atas kertas menggunakan tinta hitam.

"Buanglah sampah pada tempatnya!"

"Jangan menyontek! Belajarlah sebelum ulangan!"

Secara diam-diam, saat kelas hanya ada aku seorang, aku memasukkan kertas itu ke dalam tas Fardhan. Dengan begini, aku harap Fardhan dapat tersadar dan tidak melakukan pelanggaran itu lagi.

***

Setelah Istirahat Pertama

Fardhan akhirnya duduk dan membuka tasnya. Alangkah terkejutnya ia saat melihat isi tasnya. Sepertinya ia melihat kertas berisi teguran yang telah aku buat.

Ia terlihat seperti memendam marah. Ia mengambil dan meremas kertas itu lalu menuju ke mejaku. Dengan nada dingin dia menanyakan apa maksud dari kertas itu.

Apa maksudnya ini?

Mengapa dia marah?

Bukankah seharusnya dia tersadar dan senang sudah ada yang mengingatkannya?

Apa maksudnya ini?

Lalu, dengan berat hati aku mengambil kertas itu dan membuangnya ke tong sampah. Setelah itu aku mengatakan sesuatu kepada Fardhan dengan agak ketakutan. "Ka-kalau kau tidak suka, ya-ya sudah...."

Tetapi, Fardhan malah menarik kerahku dan ingin menghajarku.
Ia berteriak kepadaku dengan nada tinggi.

Untung Emak dan Ryan serta teman-teman yang lain menghentikan Fardhan, sehingga aku tidak jadi dihajar.

Aku sangat ketakutan....

***

Sore hari, setelah pulang sekolah, aku keluar rumah untuk berjalan-jalan. Aku menuju persawahan yang damai dan ditemani suara angin yang merdu. Rasanya tenang sekali. Aku dapat melupakan kejadian yang kualami tadi di sekolah.

"Kau telah dikutuk, kau akan mati."

Tiba-tiba suara aneh beraura jahat berbisik kepadaku.

Aku bergidik ngeri. Aku langsung ketakutan dan mengingat wajah Fardhan yang memarahiku tadi. Hatiku menjadi tidak tenang dan aku merasa seperti ada yang melihatku dari kejauhan.

Dengan amat gelisah, aku berlari menuju rumahku, melewati jalanan yang licin. Ada sebuah lumut hijau beberapa meter di depanku.

Aku tak menghiraukannya dan terus berlari. Tiba-tiba, keseimbanganku hilang saat menginjak lumut itu, kakiku terpeleset dan aku berusaha menahan wajahku dengan tangan kiriku. Tetapi aku salah perhitungan, suatu bagian tubuhku yang besar dan tajam-kukuku, terarahkan ke wajahku, menusuk mata kananku, menancap dengan sempurna sekali sampai pangkal kuku. Darah mengalir melalui jari-jari tangan kiriku.

Aku terpaku beberapa detik. Aku tak percaya atas apa yang telah terjadi. Setelah beberapa detik berlalu, baru aku menyadari mataku telah tertusuk kuku jari telunjuk kiriku. Mataku terasa sakit sekali. Aku menarik telunjukku dari mata kananku. Rasanya menjadi tambah sakit sekali!

"Aaaaaaa-! Ibuu! Ibuuu-! Ibuu sakiiitt!!! Haaaa sakiiittt buuuu!!!"

Aku berlari sambil berteriak menuju rumahku. Ibuku keluar dengan wajah cemas dan bingung mengapa aku berteriak-teriak. Alangkah terkejutnya ibuku, saat melihat aku memegangi mataku yang mengeluarkan darah dan jari telunjuk kiriku yang bersimbah darah.

"Masya Allah!" Ibu tampak terkejut sekali. Beliau amat cemas terhadapku. Lalu, aku dibawa ke puskesmas untuk diberikan P3K.

Setelah ditangani oleh petugas di sana, akhirnya pengobatan pun selesai. Mataku diperban, aku diberi tahu untuk beristirahat.

Tetapi, aku menolaknya. Setelah perdebatan singkat aku pun diperbolehkan untuk berangkat sekolah keesokan harinya.

***

Hari Kelima Sekolah

Dengan perasaan minder, aku melangkahkan kakiku menuju kelas XII MIPA 1. Di sepanjang jalan, aku menutupi mata kananku dengan tangan kanan. Penglihatanku tinggal sebelah saja.

Kesepuluh kuku jariku sudah dipotong bersih. Sepertinya sudah terlambat untuk merasa menyesal tidak memotongi kuku-kuku panjangku sedari dulu.

Di depan pintu kelas XII MIPA 1, aku menunjukkan mataku yang diperban. Seisi kelas terkejut bukan main. Teman-temanku bertanya dengan amat cemas dan penasaran.

Aku hanya menjawab, "Kemarin aku terjatuh."

Semua temanku menatap heran, lalu memberikan sedikit ruang kepadaku agar aku dapat menenangkan diri.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro