Penyimpangan-V

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hari Keenam Sekolah

5.40

Suasana pagi yang sepi. Kabut tipis masih menyelimuti lingkungan Saba. Seorang OB berkeliling untuk bersiap melakukan bersih-bersih. Sesuatu yang besar tertutup oleh terpal putih di dinding depan kelas XII MIPA 1. Sepertinya itu adalah terpal yang terdapat pada tumpukan barang-barang bekas kemah. OB yang penasaran pun membukanya. Ia terkejut bukan main.

Seorang siswi, tertempel pada dinding. Tubuhnya tertusuk staples besar yang jumlahnya sampai belasan, mulai dari wajah, dada kanan, dada kiri, dada tengah, perut atas, perut bawah, perut bagian kanan, perut bagian kiri, tengah perut, paha kanan, dan paha kiri. Darah mengalir dari tubuhnya. Darah juga membasahi bagian bawah dinding dan tanah. Darah merah pun memenuhi terpal putih itu pula.

OB melihat lebih dekat dengan perasaan ngeri dan ekspresi horor. Nama pada seragam siswi itu adalah: Chyntia Amelinda.

***

06.20

Suasana di depan kelas XII MIPA 1 menjadi mencekam dan menegangkan. Ditemukan seorang siswi sekolah yang terbunuh secara misterius. Tiga orang polisi datang untuk menyelidiki kasus tersebut. Tubuh mayat tersebut diangkut menggunakan ambulans.

Siswa XII MIPA 1 amat terkejut, sebab terjadi pembunuhan, bukan hanya di sekolah saja, tapi tepat di depan kelas mereka. Suasana kesedihan menyelimuti mereka, terutama Dina dan Intan-sahabat Chyntia.

***

Minggu II, setelah Shalat Idul Adha

Bu Alfiyah-guru MTK Wajib, mengisi pelajaran tambahan khusus untuk kelas XII MIPA 1. Beliau pun berjalan menuju kelas tersebut.

Alangkah terkejutnya Bu Alfiyah saat memasuki kelas, sebab tak ada seorang pun di dalamnya. Beliau sangat terheran-heran. Ke mana perginya kesebelas murid XII MIPA 1 itu?

Bu Alfiyah melihat ke arah meja.
Ada sebelas surat. Beliau pun membuka seluruh surat tersebut. Setelah dibuka, semua isinya mengatakan satu hal yang sama, yaitu izin tidak berangkat karena sakit demam.

Bu Alfiyah geleng-geleng kepala. Beliau pun meninggalkan kelas XII MIPA 1 dan memutuskan untuk pulang ke rumah dengan jalan kaki.

***

09.13

Chyntia yang sedang mens datang ke sekolah. Ia menuju ke kelas si pengirim chat, yaitu kelas XII MIPA 1.

Chyntia menjadi heran saat melihat kelas XII MIPA 1 yang terbuka. "Ada apa ya kelas MIPA 1?" gumamnya.

Chyntia melihat ke dalam kelas tersebut, tetapi tak ada seorang pun di sana. Lalu, dia memutuskan untuk berkeliling, tetapi di depan kelas XII MIPA 1, dia bertemu dengan seseorang.

"Mari berbincang sebentar," kata orang itu.

***

Hari Keenam Sekolah

Intan keluar kelas sebentar untuk melihat TKP. Ia menatap ke arah tembok yang masih terdapat bercak darah. Intan menyeringai kecil.

Tanpa Intan sadari, ada seseorang yang melihat ekspresinya itu. Dia adalah Ryan.

"Heh, Intan.... Kau..?! Pembunuh!" Ryan agak berteriak.

"Hah? Siapa? Aku? Bukan-!Kau menuduhku?! Apa buktinya-?"

"Kau tadi menyeringai-"

Tiba-tiba, Ryan merasakan dekapan halus. Intan memegangi kedua lengannya, dan dengan penuh harap ia mengatakan, "Ryan, aku tahu siapa pelakunya. Tapi, tapi.... Aku ingin menyembunyikannya.... Aku tak ingin orang lain mengetahuinya... Maka... Aku mohon.... Jangan bilang ke siapa pun...."

Ryan terhipnotis oleh perkataan Intan. Dengan polosnya, ia mengatakan, "Baiklah. Aku mengerti. Maafkan aku, Tan."

Intan yang merasa lega pun mengangguk, dan kemudian memasuki kelas.

"Tapi tetap kau yang akan menjadi tersangkaku," batin Ryan.

***

Jam pelajaran pertama telah dimulai. Proses KBM pada kelas XII MIPA 1 tetap berjalan meski telah ditemukan mayat di depan kelas tersebut. Begitu pula dengan kelas-kelas lainnya, termasuk kelas XII MIPA 6, semuanya berjalan dengan normal, seperti tak ada sesuatu pun hal ganjil yang telah terjadi.

***

Istirahat Pertama

Saat istirahat pertama, Bu Rina muncul di depan pintu kelas XII MIPA 1. Beliau mengumumkan hasil ulangan, bahwa semua murid remedi alias mendapat nilai di bawah KKM.

Dan, murid dengan nilai tertinggi diraih oleh Fardhan, dengan nilai 71. Bu Rina pun membagikan kertas ulangan murid XII MIPA 1. Mereka menerimanya dengan ekspresi kesal dan kecewa. Miftah menatap Fardhan dengan penuh dendam.

***

Jam 07.30

Sementara para murid sedang mengikuti KBM, lain halnya dengan anggota irmas (Ikatan Remaja Musala Al-Ikhlas) yang mengikuti proses penyembelihan. Musik-musik ala rebana pun dilantunkan di indoor demi mewujudkan kekhidmatan acara tersebut.

Kegiatan penyembelihan diketuai oleh Alifa, sesuai saran seseorang. Alifa pun memimpin penyembelihan tersebut.

Dua puluh pemuda yang telah dikumpulkan dari berbagai tempat, digiring ke tengah lapangan voli-berada jauh dari gedung utama, yang telah dibuat beberapa lubang tanah untuk menampung darah kurban.

Leher para pemuda diikat. Kaki serta tangan mereka juga diikat. Kedua puluh pemuda itu kini berada di pinggir lapangan, siap untuk berpartisipasi dalam penyembelihan. Tak lupa kedua mata mereka pun juga telah ditutup dengan kain putih.

Alifa yang memberikan aba-aba, sementara teman-teman irmas sudah siap di belakang masing-masing pemuda dan membawa golok yang tajam.

"Mulai!" seru Alifa.

Slaaasssshhhhh-!

Jleeepppp-!

Jleeeebbbbb-!

Sreeettttt-!

Maka golok-golok pun diayunkan. Para anggota irmas menggorok leher pemuda-pemuda secara cepat sehingga tak terasa sakit. Kepala mereka diarahkan ke lubang yang telah dibuat sebelumnya.

Kepala-kepala para pemuda sengaja dibiarkan tak putus. Leher-leher itu mengalirkan darah merah segar yang kental, mengucur menuju lubang tanah, menggenanginya hingga hampir penuh. Suara-suara seperti "Weeerhhhhkkkke", "Oooeeeerrrrkkkkww", "Woeeeerrrrreklkl," atau "Aaaaoorrrgggwwkkkkhhh" bergema meramaikan lapangan voli.

Setelah seluruh pemuda telah digorok dan telah dipastikan mati, maka selanjutnya adalah proses pengulitan.

"Pemuda kurban" diseret menuju tengah lapangan. Baju mereka dilepas, dan kepala mereka diputus. Lalu dimulailah proses pengulitan, dimulai dengan menguliti bagian leher, dada, punggung, tangan, perut, kemaluan, lalu paha, dan terakhir betis. Kulit manusia yang terlihat halus pun berhasil didapat.

Selanjutnya adalah proses pemotongan. Lengan dan kaki "pemuda kurban" dipotong secara paksa menggunakan pisau daging berukuran besar. Setelah itu, daging-daging pun diiris dan diambil sampai tak tersisa. Lalu, tulang-tulangnya disendirikan.

Daging dada, punggung, dan perut pun juga diiris dan diambili. Sementara, jeroan diambil dan juga disendirikan. Untuk usus besar dan usus halus serta lambung dibersihkan dari kotoran dan bubur makanan.

Akhirnya proses penyembelihan hewan-ralat-manusia kurban pun selesai. Kepala-kepala, tulang-tulang, jeroan-jeroan, dan daging-daging telah didapatkan.

Daging-daging dibagi menjadi beberapa bagian, untuk kemudian dibagikan kepada siswa-siswi yang kurang mampu.

"Syukurlah!"

"Ah, tampak menggiurkan!"

"Hmmm ... enak sekali!"

"Aku tak sabar menunggu masakan Ibu!"

"Aku ingin makan rendang dari ini!"

Anggota irmas yang telah selesai, membersihkan baju mereka dari darah dan cairan lainnya. Setelah itu, mereka melakukan acara masak-masak dengan para guru wanita.

***

Kelas XII MIPA 1 yang kosong. Kesepuluh muridnya pergi ke lapangan voli untuk mengintip pelaksanaan penyembelihan.

Sungguh terkejut mereka saat melihat yang disembelih adalah manusia, bukan hewan-seperti kambing. Dan, tambah terkejutlah mereka bahwa yang memimpin kegiatan tersebut adalah teman sekelas mereka sendiri, Alifa.

"Masya Allah," ucap Emak.

"Manusia biadab!" Atun menjadi geram.

"Aku tidak ingin makan satu pun!" Alya merasa ngeri.

"Mungkin sebaiknya kita pergi dari sini dan kembali ke kelas," saran Fardhan.

"Baiklah," balas Intan.

***

Pulang Sekolah

Ruang bantara yang ramai. Ruang tersebut berada pada lantai dua. Hari ini ada latihan untuk anggota bantara kelas X dan XI. Tetapi, mereka masih berada di ruang bantara untuk berbincang-bincang dan bercanda gurau.

Seseorang memasuki ruangan tersebut. Dia adalah Dina, seorang murid kelas XII. "Ah, Mbak Dina?" sapa salah seorang bantara.

Dina menutup pintu ruangan, menguncinya, lalu meletakkan kunci di atas mulutnya, dan menelannya.

Para bantara pun menjadi heran dan merasa aneh dengan tingkah Dina. "Mbak, apa yang kau lakukan?"

Dina mengeluarkan gergaji mesin dari tas yang besar, lalu menyalakannya. Suara jeritan pun bermunculan sehingga memekakkan telinga.

"Aaaaaaaaaaa-!"

Beberapa bantara putra berlari ke arah Dina, berusaha untuk menenangkannya. Namun, tubuh dan kepala mereka ditebas oleh Dina menggunakan gergaji mesinnya, meninggalkan badan yang terpisah-pisah. Dina lalu melangkahkan kakinya menuju para bantara yang lain.

Seorang putri yang memiliki kunci cadangan secara diam-diam mengendap-endap menuju pintu keluar. Namun, Dina menyadari, menebas tangan dan kaki-kaki serta perutnya, sehingga putri tersebut tinggal dada dan kepala.

Dina beralih ke beberapa bantara putri yang dengan perasaan takut jongkok menghadap tembok di pojokan. Dina pun menebas kepala dan punggung mereka.

"Tidaaaaakkkkkk!"

Salah satunya adalah seseorang yang menanyai Dina tadi.

Dina melihat beberapa bantara putra yang mencoba kabur lewat jendela, Dina menuju ke arah mereka dan menebas kaki serta tangan mereka, sehingga badan mereka menggeliat di atas lantai, dan akhirnya berhenti bergerak.

Beberapa bantara yang lain menyergap Dina secara bersamaan, namun Dina menebas seluruhnya, sehingga kepala, badan, tangan, serta kaki menjadi terpisah satu sama lain.

Kini tersisa lima orang saja yang sedari tadi diam dan tidak diincar Dina. Yang pertama berhasil Dina tebas karena tubuhnya kecil dan lemah. Suaranya pun mirip tikus yang terjepit jebakan tikus. Yang kedua mencoba menyamar menjadi siswa mati, namun ketahuan, sehingga ditebas oleh Dina tepat menembus jantungnya. Yang ketiga dan keempat ditebas badannya secara bersamaan saat mencoba menghentikan Dina, sehingga usus dan hati serta organ dalam lainnya berjatuhan ke lantai. Dan, yang kelima adalah yang paling sulit karena sangat lincah dan pandai menghindar. Namun, pada akhirnya Dina berhasil menebasnya dengan melempar gergaji mesin ke arahnya.

Dina berhasil menebas seluruh bantara dalam ruangan itu. Ia mengambil dan mematikan gergaji mesin. Kini ruangan tersebut penuh akan darah, isi perut, juga cairan otak.

Dina merasa badannya panas sekali. Tubuhnya ambruk seketika, di antara tubuh-tubuh bantara yang telah mati. Gergaji mesin yang Dina pegang pada akhirnya melenyapkan seluruh sidik jarinya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro