Penyimpangan-X: Enigma

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pak Gatot menyeringai lebar. Matanya melotot. Semua muridnya kini mulai ketakutan.

Muka Pak Gatot menjadi kembali seperti biasa. "Selamat sore, anak-anak."

"Sore." Semua murid kembali tenang dan duduk ke bangku masing-masing.

Kembali lagi Pak Gatot wajahnya menjadi seram, beliau menyeringai lebar, matanya melotot tajam ke arah muridnya. Tangannya berada di samping, menempel pada paha, badannya agak membungkuk, dan lehernya maju sedikit ke depan.

Suasana langit menjadi gelap dan berwarna sedikit jingga. Cahaya redup menembus seisi kelas.

Pak Gatot berkata dengan terus-terusan menyeringai, "Terkait dengan kasus pembunuhan yang terjadi di sekolah kita, bahkan sampai saat ini pun masih belum jelas bagaimana beritanya, maka saya sebagai wali kelas kalian akan membahasnya satu per satu.

"Hari pertama, pembunuhan murid bernama Chyntia. Lalu, pembunuhan pemuda-pemuda yang digunakan sebagai kurban. Dan, pembantaian para bantara kelas X dan XI. Kemudian, bunuh diri massal anggota irmas di malam harinya.

"Hari kedua, meninggalnya seluruh peserta lomba kaligrafi kecuali satu peserta. Kemudian, juga anggota OSIS dan MPK yang saling bunuh-membunuh. Hari ketiga, ditemukannya mayat seorang guru bernama Ibu Rina. Lalu, juga ditemukannya mayat belasan OB di indoor. Dan, perkelahian di musala yang menyebabkan banyak siswa tewas.

"Hari keempat, pembunuhan massal murid dalam beberapa kelas. Dan, pemenggalan kepala murid-murid. Hari kelima, hari ini, kematian banyak siswa karena kerusakan bagian vital saat sedang melaksanakan senam.

"Aku tahu kalau pelaku seluruh kejadian itu adalah murid di kelas ini. Dan, mungkin kalian telah mengetahui siapa pelaku itu. Sekarang tunjuklah orang yang paling kalian curigai."

Semua murid mulai melirik ke kiri ke kanan. Tangan-tangan mulai terentang, saling menunjuk untuk menuduh yang lain.

Miftah mengarahkan jarinya ke Fardhan.

Fardhan mengarahkan jarinya ke Miftah.

Intan mengarahkan telunjuknya ke Dina.

Dina mengarahkan telunjuknya ke Intan.

Begitu pula dengan Ryan, ia menunjuk Intan.

Fina menunjuk Fardhan.

Kuntum menunjuk Fina.

Emak menunjuk Alya.

Alya dan Atun menunjuk Alifa.

Sementara Alifa menunjuk Atun.

"Kau yang menyebabkan mataku menjadi seperti ini!"

"Kau adalah orang aneh yang berbahaya!"

"Kau yang membunuh Chyntia!"

"Kau yang membunuh Chyntia!"

"Kau adalah pembunuh!"

"Kau yang meracuni ikan-ikan nila itu!"

"Kau yang menggambar lukisan aneh itu dan membunuh peserta lainnya!"

"Kau yang menghasut anggota irmas untuk bunuh diri massal!"

"Kau yang memimpin penjagalan manusia itu!"

"Kau yang membunuhi manusia-manusia itu!"

"Aku tahu kalau kau orang yang paling mencurigakan!"

Semua siswa lalu tercengang dan tubuh mereka gemetaran. Mereka menyadari bahwa mereka menunjuk orang yang berbeda-beda.

"Gyah hah hah aha hah haha hah hah hah hah...." Terdengar suara gelak tawa kejam di depan.

"Hahahah.... Bodoh! Kalian menuduh orang yang berbeda! Kalian menganggap diri kalian tak bersalah dan menuduh teman kalian! Bukankah kalian menyadari? Bahwa tiap-tiap dari kalian melakukan hal tersebut?
Ha? Kalian menjadi bingung? Tanyalah teman kalian, 'Apakah aku begitu?', 'Apakah aku melakukannya?' Gyahahahah....

YA! KALIAN SEMUA MELAKUKANNYA!

Selamat! Prok prok! Prok prok!" Pak Gatot bertepuk tangan.

"Apa? Kalian bingung? Tak percaya? Baiklah! Akan kuberikan buktinya! Akan kuhubungkan pikiran semua orang di ruangan ini!"

Lalu, Pak Gatot membuat pikiran-pikiran muridnya saling terhubung, mengintip pikiran orang lain. Akhirnya mereka pun mengingat apa saja yang telah mereka lakukan: membunuh, menyebabkan pembunuhan, menghasut orang-orang.

Mereka menjadi ketakutan, badan gemetar, mata terbelalak, pupil menyempit, pikiran tak karuan.

"Qiqiqiqi.... Lalu, di sini, saya akan ... MEMBERIKAN KEBENARANNYA!" Semua murid tertegun.

"Kalian semua adalah inang dari seluruh kejadian ini." Para murid menatapnya ketakutan.

Pak Gatot menarik napas, "Kalian menyebar sesuatu ke orang-orang di lingkungan sekolah ini, sehingga orang-orang tersebut menjadi terjangkiti dan membunuh diri mereka sendiri! Akibat dari infeksi itu mulai terlihat sejak minggu ini, di hari Senin. Ya, saat kematian murid bernama Chyntia. Kemudian berlanjut sampai hari ini.

"Kalian pasti sudah tahu, kejadian yang sebenarnya adalah seperti ini. Intan memberikan foto-fotonya kepada Atun, secara tidak sadar. Atun mengundang Chyntia ke sekolah dan menunjukkan foto-foto Intan lalu menghasut Chyntia untuk bunuh diri, secara tidak sadar pula. Begitu pula dengan yang lainnya. Kalian melakukan semua itu tanpa sadar, dan menganggap diri kalian tak melakukannya lalu menuduh orang lain sebagai pelakunya.

"Tetapi, sebelum dari itu semua, kalian telah mengalami sesuatu, 'kan? Murid yang di belakang pasti sudah merasa, dengan bukti penutup mata itu." Miftah memegangi matanya yang ditutup dengan penutup mata.

"Ya, Miftah dan Fardhan sudah menunjukkan tanda-tandanya terlebih dahulu. Miftah dan Fardhan bertengkar akibat Miftah membuang sampah pada tas Fardhan, yang membuat Fardhan menjadi marah.

"Sebenarnya pada saat itu yang terjadi adalah sampah yang dibuang Miftah ke tempat sampah ia ambil lagi, secara tak sadar, lalu memasukkannya bersama dengan kertas ancaman yang ia tulis sendiri. Miftah pada saat itu merasa ia hanya memasukkan kertas berisi teguran. Lalu, Fardhan yang menganggap dirinya mengucap terima kasih sebenarnya adalah sedang memarahi Miftah. Hahah, lucu sekali kalian berdua.

*Ah, setelah kejadian Miftah dan Fardhan itu, kalian mengalami panas dan demam, 'kan? Saat itulah proses kalian menjadi 'penyebar sesuatu'. 'Sesuatu' yang dimaksud adalah sesuatu yang membuat orang lain menjadi memiliki hasrat untuk bunuh diri atau membunuh orang lain."

Pak Gatot melirik ke beberapa murid. "Apa? Mengapa aku tahu semua itu? Tentu saja.... TENTU SAJA AKU TAHU! Aku mengetahui seluruh isi kepala kalian selama ini! Karena akulah tuan kalian! Pengendali kalian!"

Terdengar suara-suara yang berbisik-bisik. "Ha? Mengapa Pak Gatot menjadi seperti ini? BODOH! Pak Gatot hanyalah tubuh yang aku tempati untuk dapat berbicara dengan kalian! Aku yang asli sebenarnya juga dikendalikan!

"Ah, lanjut ke sumber pengendali- Ah, ups-" Kepala Pak Gatot terbelah menjadi empat, masing-masing bagian menjulur seperti membentuk segitiga, dan tiap pinggirnya muncul taring-taring tajam.

"Gyahahahahahaha...." Kedua mata Pak Gatot meloncat, yang satunya mengenai seragam Fardhan.

Semua murid menatap kosong ke arah lantai. Mereka mencoba berpikir tentang ingatan yang mereka dapatkan tadi.

Sumber pengendali?

"Ah, sial!" Fardhan dan kesepuluh temannya bergegas keluar, menuju ke samping kelas mereka.

"Gyahahahahahahahah...." Lalu, masing-masing bagian kepala Pak Gatot terlepas dan jatuh ke lantai, dan dari tenggorokan keluar darah yang bermuncratan ke belakang, ke arah papan tulis.

Crat-! Darah Pak Gatot menghiasi papan tulis.

"Kalau saja kami menyadarinya lebih awal...."

Crat-!

"Kalau saja semua orang menyadarinya lebih awal...."

Crat-!

"Maka semua hal gila ini tak akan terjadi...."

Crat crat crat crat-!

Kesebelas murid XII MIPA 1 telah sampai di samping kelas mereka, di depan tumpukan-tumpukan barang sisa kemah.

"Fardhan! Tarik karung itu!" perintah Emak.

Sebuah entitas "sesuatu" yang asalnya entah berasal dari mana.

Kesebelas murid menonton "sesuatu" itu dengan wajah penuh horor dan tubuh gemetaran.

Tctoolclclooooongtcgctgctgctgct....

Suara-suara yang mirip seperti decitan sepatu atau suara anak tikus.

Makhluk-makhluk kecil berjatuhan dari karung beras. Yang lain pun juga keluar dari tempat persembunyian mereka. Mereka menggeliat-geliat di atas tanah. Jumlahnya banyak sekali, bahkan untuk dihitung pun sulit.

Tctctuoooolclclclooooonncncgcgcgctgtcgtctgctgct....

Mereka berbentuk seperti lendir, lendir berwarna putih, lendir putih yang dapat bergerak. Ya, mereka adalah parasit. Parasit yang menyebabkan kesebelas murid menjadi penyebar, sang inang sebenarnya.

Tctctctooooolclclclclclooooooncnctncntgctgctgctgctgct....

"Itukah sesuatu yang mengendalikan kita?" tanya Emak.

"Apakah kita menyebar itu kepada warga sekolah yang lain?" tanya Alya.

"Apa kita juga terinfeksi dengan makhluk-makhluk itu?" tanya Atun.

"Entahlah. Aku pikir iya," jawab Ryan.

"Apa mereka ada di dalam tubuh kita?" tanya Alifa.

"Apa kau gila? Jangan menakut-nakuti yang lain!" Fardhan marah.

"Tapi kalau memang benar bagaimana?!" Alifa menjadi ikut emosi.

Muncul Miftah yang mengeluarkan jeriken berisi minyak tanah dari ruang OB. Ia menyiramkan minyak tanah ke arah makhluk-makhluk kecil itu. Fardhan yang mengerti maksudnya kemudian mengeluarkan korek gas, menyalakannya, lalu melemparnya.

Makhluk-makhluk itu mulai terbakar. Suara mirip decitan-decitan memekakkan telinga para murid.

Aaaaaaaaactctctctctcccct
Aaaaaaaaaaaaaaaactcctcttt
Aaaaaaactctct aaaaaaactctctctcctt
Aaaaaaaactctctcct aaaaaaaaactctttctct
Aaaaaaaaaaactctcttct
Aaaaaaaaaaaaaactctctctccttt aaaaaactctctccttt
Aaaaaaaccctttctctct

Makhluk-makhluk kecil pun terbakar habis sampai hangus meninggalkan abu.

Tiba-tiba, ingatan-ingatan mereka yang tertahan pun kembali. Ingatan-ingatan tentang kemah, bumi perkemahan, dan teman-teman mereka, 22 teman mereka. Mereka akhirnya menyadari bahwa mereka memiliki 22 teman lagi yang masih belum kembali dari perkemahan.

Mereka harus kembali, menemukan teman-teman mereka.

Tapi siapa Miftah?

Kesepuluh teman Miftah memandanginya. Miftah mencoba mengingat-ingat.

"Aku memiliki tuan. Tuanku menginginkan keberadaanku, sehingga terciptalah aku. Tapi, siapa tuanku?"

Tiba-tiba, dalam sekejap lingkungan sekolah berubah menjadi ruang putih. Teman-teman Miftah menghilang. Hanya ada Miftah seorang saja. Kemudian muncullah tuannya dalam wujud siluet putih. Miftah terpana. Kedua telapak tangan mereka saling bertemu. Tuan itu tersenyum. Miftah pun menghilang, kembali lagi kepada tubuh tuannya.

Teman-temannya kemudian terkejut menemukan Miftah telah menghilang.

"Miftah...," gumam Dina, "sebenarnya siapa kau?"

Alya hanya memandangi bekas tempat Miftah berada. Ia akhirnya mengetahui siapa pacarnya yang sebenarnya, yaitu Ghani.

"Kita tidak punya waktu lagi!" kata Fardhan. "Ayo!" tambahnya.

Maka, kesepuluh siswa pun segera menuju kelas untuk mengambil tas mereka, tetapi mereka melihat tulisan berdarah pada papan tulis.

1 JAM = 2 HARI

Mereka tak mengetahui maksudnya. Karena terburu-buru, mereka pun bergegas menuju parkiran, mengambil motor, dan saling berboncengan. Menuju ke bumi perkemahan yang letaknya di luar kota. Suasana sore yang mendung, gelap, dan berwarna jingga menyertai perjalanan mereka.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro