BAB 7: ⚠️ HANGMAN ⚠️

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

14.15 WIB

Fifi memimpin musyawarah mufakat luar biasa. Situasi genting semacam ini memang memerlukan tindakan tegas segera. Namun, apa poinnya hanya mengumpulkan tujuh orang peserta (termasuk dirinya)?

"Jadi gini, siapa saja tadi yang ikut hiking?” tanyanya sebagai permulaan diskusi.

Ketujuh peserta duduk melingkar, berwajah serius serta penuh rasa ingin tahu. Ruang musala yang gelap membuat suasana di situ makin mencekam.

Fifi mulai menghitung dengan jari. "Yudha, Fardhan, Emak, Qiqit, Atun, Dina, Dilla ...." Dia berhenti sejenak, lanjut setelah dibantu. "Kuntum. Delapan orang, pas."

Peserta lain heran, apa sebenarnya yang jadi tujuan Fifi si pemuja dominansi?

Mengapa Panca, Nanda, Fennia, Denok, Herlina, dan Mifta perlu dilibatkan kemari?

Guna memperjelas, putri berkacamata itu mengatakan bahwa Panca si kumis tebal diminta dengan alasan bahwa Fathur (mengapa nama dia muncul?) adalah teman dekatnya, selain itu dua pacarnya, Atun dan Dilla, juga ikutan gerak jalan. Untuk Nanda serta Fennia, sebelumnya mereka ada di Stan Konsumsi. Kalau Denok memang ratunya gosip. Sementara itu, Herlina serta Mifta terakhir di musala, jadi diajak saja.

Pembahasan diawali dari, “Siapa yang menyuruh peserta gerak jalan berangkat?"

Mereka menjawab: Fifi. Sebelum dia, Pak D. Sebelumnya beliau lagi, Fathur.

Terus, kenapa dengan Fathur?

"Gini," ekspresi Fifi menjadi serius, "Fathur adalah penyebab kita semua ada di tempat aneh ini."

Sontak, kelima putri lain berseru tercengang.

Panca pun berdecak, geleng-geleng. Perempuan, kalau sudah menggosip, ya begini.

Fifi menyarankan untuk menyimak terlebih dahulu. Tadi, saat di lapangan apel, dia mengaku melihat Fathur senyam-senyum sendiri melihat Pak D yang terbakar. Sehabis itu, dia mendengar bahwa Fathur berbisik pelan, kalau 'rencanaku berhasil'.

Rencana ... ?

Benar! Fathur mengatakan demikian. Fifi berani sumpah. Tahu, tidak, ‘rencana’ yang dimaksud itu apa? Mematikan robot? Bukan. Melainkan, rencana untuk mengirim peserta perkemahan sekelas ke tempat Bumi Perkemahan yang aneh ini.

"Fi ... !" Teman-temannya berseru.

Memasuki pro kedua, Denok si perempuan kucir kuda menanggapi argumen Fifi. Terlebih dahulu, dia menyatakan muslimah yang tak mengenakan kerudung itu tak masalah, kemudian dengan penjelasan yang menyinggung SARA, dia memberikan penuturan bahwa ….

(sebagian teks dihilangkan)

“Oh, begitu ….” Teman-temannya angguk-angguk.

Denok akhirnya kembali ke topik. Dia bertanya-tanya, Bagaimana jika sebenarnya mereka tidak terjebak? Bagaimana jika sebenarnya teman-teman mereka yang lain ternyata sedang mengerjai? Fathur memiliki keinginan untuk membawa kelasnya ke tempat nan mengerikan. Entah apa yang diinginkan, pastilah dia sangat tidak senang kepada mereka, sehingga mengirimnya ke sini.

Fifi kemudian menunjuk pro ketiga untuk mengutarakan pendapat.

Fennia tergemap. Dia mengacungkan telunjuknya, menjawab dengan tergagap, Ghani. Mengapa dia? Fennia kurang yakin, tetapi Ghani-lah yang memukul kepala Pak D.

Sebelum diskusi berlanjut makin jauh, tahu-tahu Denok memotong perbincangan sambil menunjukkan gawai, meengatakan bahwa pada aplikasi Buper Saba terdapat kotak yang dikunci. Ada tulisan “14.30”.

"Hah? 14.30? Ada apa jam setengah tiga?" Fifi mengernyitkan dahi.

Mifta si putri berbadan kecil berseru bahwa ini sudah pukul setengah tiga. Denok bangkit, lekas melangkah menuju pintu kaca. Dia gelisah menggedor-gedor daun. Pintunya tidak bisa dibuka! Teman-temannya menjadi panik serta meracau tak jelas.

"Tenang semua!" Fifi mencoba meredam suasana. "Tenang! Ayo kita duduk dan lihat apa yang akan terjadi selanjutnya!"

Denok pun balik dan teman-teman yang lain juga menjadi lebih kepala dingin. Mereka kembali duduk melingkar.

Terdengar bunyi dari gawai milik seluruh peserta di dalam musala.

Ternyata itu adalah notifikasi dari aplikasi Buper Saba.

###

PERINTAH #1.5

Kegiatan: (khusus) KORSA

Waktu: 14.30

Peraturan: Masing-masing dari kalian harus menyumbang bagian tubuh yang berbeda untuk membuat seorang manusia.

[Masing-masing dari mereka mendapat gambar berikut.]

Denok mendapat (kepala)

Fifi (badan)

Herlina (tangan kanan)

Nanda (tangan kiri)

Mifta (kaki kanan)

Fennia (kaki kiri)

Panca (kosong)
(bebas.)

###

"Apa maksudnya ini?"

***

Ruangan musala nan gelap beralih terang mendadak akibat munculnya nyala kejingga-jinggaan dari keempat dinding. Suara serak yang keluar dari mulut Denok membuat peserta lain mengalihkan pandangan mereka dari layar gawai. Dinding makin menyala jelas dan mulai membara. Hawa panas membuat para peserta berkeringat hebat.

Kulit leher bagian depan milik Denok terpotong secara horizontal, mengeluarkan darah yang mengalir perlahan. Kemudian potongan itu berlanjut ke jaringan otot berwarna merah, sontak menyebabkan darah menyembur dengan deras, lalu terpotonglah tulang leher, jaringan otot, dan kulit belakang, sehingga menyebabkan kepala putri itu terjatuh ke atas tegel keramik putih. Darah pun mengotori seragam pramuka Denok dan lantai sekitar. Peserta di dekat juga turut ternodai pakaian dan wajahnya.

Kejadian itu berlangsung dalam sekejap, membuat peserta lain menatap ngeri sekaligus ketakutan. Mereka segera berdiri, kocar-kacir sambil terjerit-jerit menuju pintu. Panca yang berada di paling depan dengan raut menyeramkan berhasil membuka pintu kaca dan bersiah keluar.

Fifi hampir menyentuh daun, tetapi mendadak tubuhnya yang dibalut baju seragam terdorong ke belakang dan tergeletak--tubuh saja. Kepala, kedua tangan, serta kedua kaki terpotong lalu jatuh menghalangi pintu keluar.

Mifta kaki kanannya terputus dari selangkangan, keluar dari rok, membuat tubuhnya oleng. Fennia di samping mengalami hal yang hampir sama, kaki kirinya terputus dari rok begitu saja. Fennia pun limbung, tak dapat menjaga keseimbangan. Darah pun mengalir dari selangkangan serta pangkal paha yang terputus milik kedua peserta.

Nanda tangan kirinya terputus kemudian tergeletak. Meski begitu, ia tetap berlari ketakutan, bahkan darah-darah yang mengucur juga menodai lantai tak dia pedulikan. Fennia yang terjatuh dirangkul pundaknya, diajak keluar. Tangan kanan Herlina mendadak terputus, menyebabkan putri itu melengking. Namun, dia masih bersiah, membantu Mifta yang terjatuh untuk berdiri dan dituntun ikut keluar.

Keempat peserta putri menendang potongan tubuh yang menghalangi pintu musala, akhirnya berhasil keluar dari musala. Di depan, ada Panca yang berbalik sambil memelotot dengan mata mendelik pula napas tersengal-sengal.

Pintu musala menutup dengan sendirinya. Potongan-potongan tubuh; kepala, badan, kaki, dan lengan di dalam, melepuh dan melebur, termasuk milik Fifi dan Denok. Cairan merah mendidih, ruangan kian membara. Muncul gelembung-gelembung dari darah yang tercecer. Di kaca pintu bagian dalam yang mengembun, tampak seolah-olah ada tangan tak kasatmata yang menulis: musala itu tempat ibadah :).

Putri yang selamat masih berteriak penuh nada kengerian, air mata mulai mengalir dari sudut mata mereka. Fennia dan Mifta yang kehilangan sebelah kaki bersimpuh pasrah. Keempat putri menatap pilu bagian depan musala. Di dalam, tak tampak sesuatu apa pun. Gelap gelita.

***

Ahim dan kawan-kawan serta sebagian teman lain menyaksikan keluarnya kelima peserta itu, yang kehilangan salah satu anggota tubuh kecuali Panca. Mereka tercengang, terbelalak tak percaya. Sebagian besar putri terjerit-jerit ketakutan melihat temannya tak mempunyai lengan atau kaki.

Ledakan terjadi. Musala seisinya hancur bagai dibom. Keempat sisi dinding hancur. Pecahan batu bata, semen, bercampur kaca jadi berhamburan. Atap runtuh. Seluruh peserta hanya bisa terbelalak dan mematung menyaksikan robohnya musala. Peserta lain yang mendengar ledakan lantas menoleh ke sumber suara, kemudian turut terbeliak ngeri.

Tak lama setelahnya, terdengar tangisan keras dari gapura gerbang masuk. Di sana, berdiri seorang putri berpakaian seragam pramuka lengkap. Dia menggenggam beberapa setangan leher. Baju dan roknya penuh bercak darah mengering. Mukan pula ternodai sedikit. Putri itu menangis, antara merasa terharu, sedih, pilu, ketakutan, semuanya bercampur aduk menjadi satu. Air pun mengalir deras dari pelupuk, diikuti jeritan senang pula miris. Mata melotot, lidah terjulur, dia berlari kemudian menari-nari bagai orang gila.

Para peserta memekik histeris. "Dilla ... !"

###

Kudus, 28 Januari 2021

Catatan: karena upload gambar di sini eror terus, aku gak bisa tunjukin gambar hangman yang dimaksud. Mungkin bakal kupost di IG atau WA. Thanks

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro