07. Pharmacon ☕

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

-Obat adalah Racun-

Happy-Reading

.

.

.

Saat manusia terlelap, segenap sistem pengontrol tubuhnya berada dalam power saving mode. Lobus prefrontal otak yang pengatur akal pikiran sedang berstatus offline sehingga logika, penalaran, serta penyelarasan terhadap ruang dan waktu tidak berjalan. Sebaliknya, hipokampus--pengelola memori dan sistem limbik--pengendali emosi tetap aktif. Konsolidasi dua keadaan tersebut mengakibatkan visualisasi dari sekumpulan memori terangkai secara acak menjadi gambaran dengan alur waktu kacau dan tumpang tindih,  yang kemudian disebut sebagai mimpi.

Sistem saraf pusat manusia telah diatur sedemikian rupa oleh Maha Pencipta untuk tidak menyimpan dan mengolah lebih lanjut infromasi kurang penting agar tidak memberatkan kinerja otak. Suatu cikal bakal dari gejala yang sedikit menjengkelkan yang dikenal dengan istilah "lupa".

Konsepnya sederhana, lupa berarti tidak tersimpan dalam bank memori, dan yang tidak tersimpan dalam bank memori berarti tidak penting. Sayang melupakan bukan perkara mudah, terutama bagi Chelia yang mengalami sedikit penyimpangan terhadap sistem regulasi ingatannya--termasuk untuk melupakan mimpi-mimpi yang dialaminya.

Chelia terjaga beberapa saat setelah menyaksikan bayangan Rean dan Dandy yang sedang bertengkar dalam mimpinya. Mungkin representasi dari kejadian di masa lalu. Rean dan Dandy memang pernah terlibat pertikaian yang berlanjut dengan perang dingin sampai sekarang.

"Kamu sudah bangun, Chelly?"

Chelia mengusap matanya dan mengedarkan pandangan sesaat pada landskap ruang perpustakaan yang selalu sepi. Chelia menoleh, menemukan Rama dengan tangan terulur menyentuh dahinya.

"Kamu demam lagi." Rama menghela napas berat kemudian membuka sebuah patch penurun demam yang langsung ditempelkan di dahi Chelia setelah mengelap keringat di sana dengan lengan kemejanya. Chelia tersenyum kecil merasakan sensasi dingin masuk menempus pori-pori kulit di ubun-ubunnya.

"Besok kamu istirahat di rumah saja ya, Sweetheart. Kak Vian kan, sudah buatkan surat keterangan istirahat. Jangan paksakan dirimu untuk belajar dulu."

Chelia tidak membantah, meski belajar sama sekali tidak berhubungan dengan kesehatannya. Suhu tubuhnya yang labil masih efek samping dari retrospeksi kemarin. Untuk proses belajar, Chelia cukup melakukan retrieval. Meski keduanya melibatkan memori, retrospeksi dan retrieval tidaklah sama.

Bila retrieval adalah pemanggilan kembali terhadap ingatan-ingatan yang telah tersimpan untuk muncul ke masa yang sedang berlangsung, maka retrospeksi adalah penataan kembali ruang dan waktu di masa lalu. Retrieval adalah proses mengingat pada umumnya, sementara retrospeksi melibatkan penarikan jiwa untuk kembali ke suatu masa yang telah direkonstruksi ulang.

"Tidak apa-apa, Rama. Aku sudah baikan, kok," tutur Chelia lalu mencondongkan tubuhnya untuk melihat desain wadah yang dibuat Rama untuk praktikum Teknologi Sediaan Farmasi.

Rama bisa melihat kedua iris berwarna coklat terang milik Chelia berbinar, disertai sebuah gerak ekspresif di kedua sudut bibirnya yang membentuk lengkungan kecil sempurna. Satu kata untuk merangkum pemandangan indah itu. Cantik.

"Bagus sekali!" Chelia berbalik pada Rama yang langsung mengerjap-ngerjapkan matanya salah tingkah.

"Oh, jelas! Siapa dulu yang buat!" Rama berdeham kecil untuk menstabilkan getaran pita suaranya yang sedikit membias. "Kalau begitu tinggal diberi kotak peringatan."

"Lho, bukannya produk kosmetik tidak perlu diberi kotak peringatan?"

"Yang ini beda, Sweetheart. Produk kosmetik kita ini krim anti-aging, harus diberi peringatan 'tidak boleh digunakan untuk anak di bawah sepuluh tahun' dong!"

"Kenapa?"

"Produk ini kan bisa membuat pemakainya tampak sepuluh tahun lebih muda. Nah, kalau yang pakai anak di bawah sepuluh tahun, mau jadi kayak apa dia nanti? Embrio? Zigot?"

Chelia tertawa lepas sambil memukul pelan lengan Rama. Rama ikut terkekeh dan berusaha setengah mati tidak menarik kedua pipi Chelia begitu gadis itu membekap mulutnya dengan bahu berguncang yang sangat menggemaskan.

Rama merasa tiga perempat beban hidupnya sebagai manusia lepas seketika melihat Chelia yang sudah kembali seperti sedia kala. Kemarin-kemarin ia dilanda rasa khawatir tingkat tinggi melihat Chelia yang menderita sakit kepala hebat sampai-sampai ingin membenturkan tempurungnya ke tembok.

"Erva sama Cassy ke mana?" tanya Chelia begitu tawanya mereda. Sebelumnya mereka kumpul berempat. Rean sedang mengawas praktikum, Edward mengurus HMJ yang terbengkalai, dan Naya menghadiri rapat pengurus olimpiade farmasi yang akan diadakan saat Dies Natalis nanti.

"Cassy pulang duluan, katanya mau siap-siap, ada acara makan malam dengan keluarga anggota dewan di mansion keluarganya."

Chelia melenggut. "Kalau Erva?"

"Erva ada rapat internal sama ibu kost-nya perihal pencurian tabung gas. Heran, deh! Apa nggak ada benda yang lebih berharga untuk dicuri? Nggak keren banget kalau ditangkap polisi terus masuk berita. Atau jangan-jangan sekarang kita betul-betul sudah kriris minyak bumi, ya?"

Chelia hanya mengulum senyum mendengar Rama berceloteh. Tak sengaja ekor matanya mengarah pada jendela perpustakaan yang berseberangan dengan laboratorium farmakologi.

Sejujurnya, masih banyak pertanyaan yang belum terjawab di kepala Chelia terkait kasus bunuh diri mahasiswi jurusan psikologi seminggu yang lalu itu. Namun penyelidikan mereka tidak kunjung menemukan titik terang. Satu-satunya petunjuk adalah ingatannya yang tidak bisa dijadikan bukti konkret di depan publik. Keluarga korban terkesan menutup diri sementara Dandy masih terlalu syok untuk dimintai keterangan.

Notifikasi beruntun dari grup membuyarkan lamunan Chelia.

"Dih, ini Rean kenapa pakai spam jurnal segala, sih! Buang-buang kuota saja, bikin sakit mata lagi!" keluh Rama begitu melihat sekumpulan literatur ilmiah yang dipenuhi rumus struktur senyawa di roomchat.

Chelia menunggu sampai semua file tersebut terunduh kemudian membaca sekilas jurnal-jurnal yang dikirimkan Rean.

"Ya, Tuhan!" Chelia refleks menutup mulutnya dengan sebelah tangan.

"Kenapa, Chelly?" Rama mengguncang bahu Chelia yang duduk tercengang.

Chelia mengangkat kepala dan menatap Rama dengan pupil mata berdilatasi sempurna. "Pacar Dandy itu tidak meninggal karena overdosis, dia keracunan!"

⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️

Naya merutuki kedua kakinya yang terus saja bergerak otonom mengetuk kayu penyangga meja tanpa terkendali. Tidak terbiasa dalam siatuasi canggung membuat Naya benar-benar merasa kacau, tubuhnya jadi gemetar. Terlebih lagi Gio yang duduk di hadapannya sesekali melirik. Cowok yang sedari dulu menyita segenap atensinya sekaligus sebagai penyebab tremornya saat ini.

Entah bagaimana takdir Tuhan bisa mempertemukan mereka sebagai panitia olimpiade yang bertugas memilah-milih soal sebelum disahkan dosen yang menjadi dewan juri.

Naya sekilas mencuri pandang ke arah Gio yang sibuk dengan HP-nya. Untuk alasan yang Naya tidak ketahui dan memang tidak ingin ia ketahui, laki-laki super protektif yang terdiri dari tiga serangkai Rama, Rean, dan Edward sangat mewanti-wanti Gio.

Dari penampilan luarnya, Gio terlihat biasa-biasa saja. Gayanya simpel, pembawaannya santai dan mudah bergaul. Berbanding terbalik dengan Naya. Maka dari itu meski rasa sukanya cukup besar, Naya tidak ingin berharap banyak. Bulan dan matahari yang bertolak belakang mungkin bisa saling melengkapi. Tapi apa gunanya saling melengkapi bila tidak bisa bersama? Meaningless.

"Sudah?" tanya Gio pada Naya yang langsung melotot lantaran mata mereka bertemu.

"Daritadi juga sudah kalau kamu bantu!" Naya melengos menutupi getaran dalam suaranya.

Gio memajukan tubuhnya untuk melihat catatan Naya, namun Naya terlalu terkejut hingga mendorong Gio keras-keras sampai terduduk kembali di bangkunya.

"Duh! sadis banget kamu,Nay! Katanya minta dibantu." Gio mengelus bokongnya yang mendarat dengan sangat tidak siap. "Kalem sedikit kenapa, sih. kamu manis lho, kalau diam seperti tadi."

Naya menggeram dalam hati. Meski telah menyakinkan dirinya bahwa semua laki-laki di dunia bisa bermulut manis, tetap saja detak jantungnya tidak karuan. Untuk itu Naya pura-pura tidak mendengar dan kembali fokus menyeleksi soal.

"Apa-apaan ini!"

"Apa?"

Naya berdiri kemudian menyerahkan secarik kertas pada Gio, lembaran soal fisika terkait penyakit tuberkulosis. "Menghitung kelajuan ingus yang jatuh ke tanah. Ada hal yang lebih berfaedah lagi untuk dihitung? Kenapa tidak sekalian menghitung energi kinetik orang yang bunuh diri dengan loncat dari gedung?"

Naya berkacak pinggang lalu memutar badan menghadap balkon, tepat bersamaan dengan sesosok tubuh yang jatuh terhempas dari atas.

Naya terkesiap hingga mundur beberapa langkah sampai menabrak Gio yang sudah berdiri di belakangnya.

"Tadi itu ... ma–manusia?" Naya tergagap. Sungguh, Naya tidak serius dengan kalimat yang baru diucapkannya beberapa detik yang lalu.

"Sepertinya begitu."

Naya memaksa kedua kakinya bergerak untuk melihat sosok malang yang terjun bebas tersebut, namun Gio berlekas menariknya kembali.

"Jangan!" Gio mendesis sebentar. "Di bawah itu lantai beton. Aku yakin itu bukan hal yang bagus untuk kamu lihat."

⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️

Rean sudah menduga ada yang ganjil dari kasus bunuh diri yang dilakukan mantan pacar Dandy sejak Chelia melakukan retrospeksi. Sepengetahuannya, obat yang telah kedaluarsa akan mengalami penurunan efek sehingga kemungkinan untuk menyebabkan overdosis sangat minim--bahkan dengan menelan beberapa tablet sekaligus.

Rean menelaah kembali serangkaian persamaan reaksi dalam jurnal yang baru saja diunduhnya dari situs internasional resmi. Untuk sebagian kecil obat yang telah melewati batas daluarsa, reaksi penguraian yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan fungsi, beberapa bahkan bisa menjadi toksik.

Obat hipnotik kedaluwarsa yang diminum pacar Dandy itu adalah salah satunya. Degradasi dan rearragement gugus-gugus fungsi dalam strukturnya mengakibatkan terjadinya perubahan pH menjadi senyawa yang bersifat alkalis dengan derajaat kebasaan cukup tinggi.

Terlepas dari catatan dan riwayat penelusuran terakhir korban, Rean yakin kasus ini bukan overdosis. Bagaimanapun juga, obat tersebut pada dasarnya telah berubah menjadi senyawa beracun yang dapat merusak jaringan tubuh, sekalipun diminum sesuatu aturan dosis.

Rean bersicepat meninggalkan ruang asisten dan menuruni tangga. Ia menuju perpustakaan di gedung sebelah untuk menemui Chelia dan Rama. Pada saat yang bersamaan, Dandy melintas--ketua HMJ yang akhir-akhir ini sering membolos bahkan pulang di tengah pelajaran itu masih tampak terguncang, kantung matanya menghitam, wajahnya pun tampak pucat.

Dandy hanya melirik Rean sekilas lalu dengan tatapan kosong kembali menapaki tiap anak tangga. Dandy melewati Rean begitu saja, ia bahkan lupa pada kebiasaannya menabrakkan bahu bila kebetulan mereka saling berpapasan.

Rean menghentakkan kakinya, memutar haluan. Firasatnya tidak enak. Ia segera menyusul Dandy setelah mengirimkan jurnal yang telah diuunduhnya di grup chat. Bila terjadi sesuatu, paling tidak Chelia dan Edward bisa mengerti maksudnya.

Rean tiba di lantai paling atas gedung yang sedang dalam tahap renovasi. Angin yang berhembus cukup kencang menyebabkan jas laboratoriumnya berkibar-kibar. Rean menyapukan pandangannya ke seluruh penjuru. Area tersebut belum tertata. Balok beton dan kerangka besi fondasi masih tertancap kokoh. Debu-debu bekas pasir dan semen pun mengudara, menciptakan sistem koloid padat-gas yang menghalangi pandangan.

"Mencariku?"

Rean berbalik, menemukan Dandy di tepi balkon yang menjorok ke luar.

"Apa yang--awas!"

Dandy yang hampir kehilangan keseimbangan tertawa hambar. "Kamu mengikutiku, hah?! Kenapa?! Mau menyaksikan aku mati?!"

Rean berjalan mendekat. "Aku memang membencimu, tapi aku tidak ingin membiarkanmu berakhir selamanya di neraka. Jangan bertindak bodoh!"

"Berakhir di mana pun tidak masalah, selama aku bisa bersama Nana." Sorot mata Dandy berubah menjadi sendu begitu menyebut nama mantan pacarnya yang berakhir tragis tersebut.

Rean mendengus. "Kamu tidak berubah sama sekali, egois seperti biasa!"

Emosi Dandy mulai tersulut, matanya  memerah. "Apa kamu bisa mengatakan itu bila hal yang sama terjadi pada Chelia?!"

Rean meraih kerah kemeja Dandy. "Jangan coba-coba! Jangan coba-coba menyakiti Chelia dan teman-temanku yang lain atau akan kupatahkan seluruh sendi-sendimu!"

Dandy tergelak dengan tawa menggema, namun sebentar kemudian derai tawanya berganti menjadi isak pilu. "Patahkan saja! Patahkan sesuka hatimu!" pekiknya disela tangis.

Rean yang sedikit terkejut dengan mood-swing ekstrim itu melepaskan cengkramannya.

"Aku lebih memilih tulang-tulangku kamu patahkan, asal Nana tetap hidup," lirih Dandy lagi.

Rean membisu. Ternyata melihat orang yang sangat dibencinya merana seperti ini bisa membuatnya iba juga.

Dandy bangkit kemudian tersenyum getir. "Ini karma. Ini kesalahanku."

"Apa maksud--" Rean tidak dapat menyelesaikan kalimatnya karena Dandy tiba-tiba berbalik dan mengambil ancang-ancang untuk melompat. Rean yang memiliki insting tajam berhasil meraih lengannya dengan sebelah tangan berpegangan pada besi bangunan. Keributan mulai terdengar dari keruman orang-orang di bawah sana yang saling memekik dan menjerit melihat mereka bergelantungan sekian meter di atas permukaan tanah.

"Bodoh! Apa yang kamu pikirkan!"

"Aku rindu pada Nana, aku akan menyusulnya." Dandy menjawab dengan pandangan menerawang ke angkasa.

"Kamu pikir bisa bertemu dengannya dengan jalan seperti ini?! Asal kamu tahu, dia bisa saja tidak bunuh diri. Dia mungkin keracunan!" Rean setengah berteriak, berusaha menahan beban tubuh Dandy yang diperkuat oleh gravitasi bumi dan angin yang berhembus kencang.

"Kamu sudah tahu rupanya." Dandy tersenyum separuh.

Rean menautkan kedua alisnya. "Tunggu! Kamu tahu sesuatu?!"

Kilat penuh kebencian tersirat di mata Dandy yang menatap Rean tajam diiringi sebuah seringaian sinis.

"Kenapa? Penasaran?" Dandy mengumpulkan sisa energinya untuk meraih jas milik Rean dengan sebelah tangannya yang bebas kemudian menariknya kuat-kuat. "Bagaimana bila kamu ikut saja? Akan kami jelaskan di neraka nanti."

Detik berikutnya Rean merasakan tubuhnya ikut terpelanting ke udara.

☕☕☕

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro