25. Devincio ☕

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

-Foreboding-

~♥Happy-Reading♥~

.

.

.

.

RamayanaKrissandy~
memulai panggilan
grup

RamayanaKrissandy~
"Halo, Sweetheart!"

MicheliaArsyakayla~
"Halo, Rama! Lagi di mana itu?"

RamayanaKrissandy~
"Lagi di cafe temani si Godzilla jomblo. Kamu sudah makan? Mau kupesankan makanan di sini?"

MicheliaArsyakayla~
"Terima kasih Rama, aku sudah makan, kok."

CassythaEarline~
"Hai kalian, yang lain mana?"

RamayanaKrissandy~
"Cari yang lain atau cari Eddy?"

CassythaEarline~
"Ih, Rama! Eddy dan semuanya!"

RamayanaKrissandy~
"Haha ... Ini lagi menyambungkan. Aku keluar dulu, di sini berisik."

RamayanaKrissandy~
"Nah, sudah lengkap sekarang!"

RanayaChandrakirana~
"Apa sih, ini! Ganggu orang tidur saja!"

RamayanaKrissandy~
"Sudah hampir magrib Nay, bangun! Nanti kamu tidur dipeluk setan!"

ErvanaArystia~
"Rama jangan bicara yang serem begitu, dong! Aku kan sendirian!"

MicheliaArsyakayla~
"Erva kalau takut sendirian ke rumahku saja."

EdwardianNusantara~
"Benar itu. Mau kuantar ke rumah Chelly, Va?"

CassythaEarline~
"Tidak usah, Eddy! Ah, maksudku ... biar Falak yang jemput! Iya, biar Falak yang jemput! Erva menginap di rumahku saja. Mama sama papaku tidak ada di rumah, kok. Mau ya, Va?"

ErvanaArystia~
"Nggak apa-apa, Cassy? Kasihan kan Falak jauh-jauh ke sini."

CassythaEarline~
"Nggak kok, Va! Kabari saja kalau sudah selesai."

RamayanaKrissandy~
"Dijemput Falak? Hih! Jadi merinding aku dengarnya."

EdwardianNusantara~
"Penakut macam kamu sih jangankan Valak yang go international, sama hantu lokal daerah saja sudah takut!"

RamayanaKrissandy~
"Tapi aku nggak takut sama si cebol tuyul, kok! Selain karena botak seperti Rumy, mereka juga masih anak-anak yang butuh kasih sayang orang tua."

ErvanaArystia~
"Jangan bilang begitu, Rama. Nanti mereka datang dan mencuri semua uang kamu!"

RamayanaKrissandy~
"Itu sebabnya kita harus menyimpan uang di dalam bank, Sweetie. Tuyul-tuyul itu diajarkan untuk mencuri uang, bukan mencuri buku tabungan atau kartu ATM."

EdwardianNusantara~
"Sembarang!"

RamayanaKrissandy~
"Tapi benar, kan? Btw, aku baru saja mendapat ilham."

MicheliaArsyakayla~
"Hihi ilham apa lagi, Rama?"

RamayanaKrissandy~
"Bagaimana kalau kita terus menggunakan uang virtual untuk transaksi? Populasi tuyul yang meresahkan warga pasti akan musnah dari muka bumi!"

EdwardianNusantara~
"Great idea!"

CassythaEarline~
"Aduh, Rama! Perutku sakit, ketawa nih!"

DareanHayyanza~
"Boleh dicoba."

RanayaChandrakirana~
"Sumpah! Ada topik yang lebih berfaedah selain obrolan seputar tuyul ini?!"

RamayanaKrissandy~
"Santai dong, Naya. Hah, apa jangan-jangan kamu adopsi satu, ya!"

RanayaChandrakirana~
"Terserah! Chelly, Cassy, Erva, aku matikan, ya! Malas lihat muka mereka bertiga!"

EdwardianNusantara~
"Lho, kok aku sama Rean juga yang kena!"

RamayanaKrissandy~
"Tunggu sebentar, Nay! Kalian semua lihat ke kamera dulu. Mau kuscreenshoot, nih!"

EdwardianNusantara~
"Buat apa?"

RamayanKrissansdy~
"Instastory, dong!"

EdwardianNusantara~
"Sampah!"

RamayanaKrissandy~
"Bilang sampah tapi bergaya juga!"

EdwardianNusantara~
"Habis kalau kamu jadikan instastory, belum semenit juga sudah dilihat orang satu fakultas!"

RamayanaKrissandy~
"Rean mukamu nggak kelihatan, Bro!"

DareanHayyanza~
"Tunggu, aku lagi nggak pakai baju."

MicheliaArsyakayla~
"Ya ampun, Rean!"

CassythaEarline~
"Astaga!"

RamayanaKrissandy~
"Kamu habis buat apa, Brother?!"

DareanHayyanza~
"Aku habis mandi! Sebentar, aku cari baju dulu."

RamayanaKrissandy~
"Mandi apa, nih? Jangan-jangan mandi wajib?"

DareanHayyanza~
Jangan mengada-ada! Aku cuma gerah habis latihan.

RamayanaKrissandy~
"Oh ... oke! Aku juga mau cari tempat yang pencahayaannya bagus. Jangan lupa matikan kameramu, nanti ditandai sebagai konten negatif sama Kominfo."

DareanHayyanza~ telah
mematikan kamera

DareanHayyanza~
"Sudah!"

RamayanaKrissandy~
"Siap ya, semua! Satu ... dua ... Ckrek!"

RamayanaKrissandy~
"Otw instagram, kalian aku tag satu-satu, ya! Wajib direpost!"

⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️

Tampaknya, sistem komputer dibangun dengan berpedoman pada struktur tubuh manusia. Bila unit terkecil yang meregulasi seluruh aktivitas kimia-fisika dalam tubuh berupa susunan kode genetik DNA dan RNA, koordinasi dasar dari sistem komputer pun terdiri atas sintaks dan semantik dalam bentuk bahasa pemrogram.

DNA dan RNA diterjemahkan untuk membentuk suatu sifat pada individu, sedangkan bahasa programan diinterpretasikan untuk menciptakan sebuah aplikasi pada komputer. Di mana kesalahan penafsiran pada keduanya dapat menimbulkan keadaan yang disebut cacat.

Kegagalan penafsiran pada DNA dan RNA disebabkan karena mutasi genetik oleh adanya mutagen, sementara galat terjemahan pada bahasa pemrogram diakibatkan oleh bug.

Kekutu atau bug inilah yang sekarang menjadi masalah utama bagi Riva. Kekutu tersebut menciptakan riak, membuat beberapa program tidak berjalan sebagaimana mestinya. Berbagai keluhan dan komplain customer berdatangan, seiring dengan permintaan yang terus menurun.

Riva menopang dagu, matanya yang berair akibat terus terpaku pada monitor setelah sekian lama terasa semakin berat. Ia lalu memijat dahi kemudian bangkit. Lembur seharian ternyata tidak membuatnya bisa bersantai saat tiba di rumah. Riva bahkan belum sempat mengganti pakaian formalnya selepas dari kantor tadi.

Setelah membenahi diri, Riva berjalan lunglai menuju kamar Chelia, moodbooster terbaik yang dimilikinya.

Riva berdiri di ambang pintu yang setengah terbuka, mengintip pada Chelia yang tampak asyik memainkan ponsel. Riva tersenyum, ada perasaan haru di hatinya saat Chelia sesekali tertawa. Entah untuk alasan apa, mungkin karena lelucon Rama lagi.

Tanpa Riva sadari, setitik air matanya jatuh menetes menghujam lantai. Melihat Chelia tumbuh layaknya remaja normal merupakan sebuah kemajuan besar. Beberapa tahun yang lalu, trauma dan perasaan bersalah membuat adiknya itu harus menjalani perawatan intensif di ruang isolasi rumah sakit khusus. Chelia menjadi anak pemurung yang takut bersosialisasi dengan orang lain. Bahkan tidak jarang pada Riva sendiri.

"Kak Riva!" Chelia menengokkan kepalanya dan lekas turun dari tempat tidur, menyambut Riva yang membentangkan tangannya.

"Kak Riva ada masalah, ya?"

Riva menggeleng lalu mengusap kepala Chelia. "Tidak ada, Sayang."

"Kak Riva jangan bohong!"

Riva berusaha tersenyum. "Hanya cacat program. Ada banyak bug."

Meski Riva terlihat enteng, Chelia bisa merasakan beban dalam nada bicara kakaknya. Dalam dunia medis dikenal pula istilah superbug, bakteri kuat yang kebal terhadap antibiotik. Meski dalam konteks berbeda, Chelia bisa menganalogikan kesetaraan dampak keduanya.

"Debugging bukannya tugas programmer?" Chelia menatap Riva lekat-lekat. Status Riva sekarang adalah sebagai wakil direktur, bukan lagi kepala divisi yang berperan menjalankan tugas-tugas operasional.

Riva menghela napas. Itu dia masalah utama yang membuat pikirannya tidak tenang sedari tadi. "Programmer sekarang lamban bekerja. Tuntutan konsumen semakin banyak."

"Lalu Kak Riva yang mengambil alih, begitu?"

"Mau bagaimana lagi. Mereka masih belum berpengalaman."

Chelia mengerutkan bibir. Ia sangat mengerti bagaimana Riva yang sangat perfeksionis sulit mempercayakan sesuatu pada orang lain, namun sikap tersebut bisa memberatkan dirinya sendiri dan membuat orang lain justru makin terbelakang.

"Bagaimana mau berpengalaman kalau Kak Riva tidak memberi mereka kesempatan? Kak Riva tahu kerajaan paling kuat di Nusantara dulu?"

Riva menggaruk tengkuknya, tidak mengerti. Di antara topik cacat program, bug, hingga programmer, Chelia malah mengangkat masalah kerajaan Nusantara.

"Majapahit?" terka Riva, berusaha sebisa mungkin mengingat kembali materi sejarah yang sudah tertimbun bertahun-tahun dalam ingatannya.

Chelia mengangguk. "Kakak tahu kenapa kerajaan semegah itu bisa runtuh?"

Riva terdiam, mulai mengerti arah pembicaraan.

"Itu karena kurangnya kaderisasi, Kak. Patih Gajah Mada mungkin tangguh, tapi tidak menurunkan itu pada generasi penerus kerajaan. Apa Kak Riva mau perusahaan Kakak berakhir seperti kerajaan Majapahit?"

Riva merangkul Chelia. "Oke, Kak Riva mengaku salah. Jadi, Nona penasehat kerajaan ini ada saran?"

Chelia terkekeh dan balas melingkarkan tangannya pada tubuh Riva. "Kak Riva biarkan mereka bekerja dan sering-sering mengevaluasi."

"Saran diterima. Terima kasih, adik kesayangan Kak Riva." Riva mengecup puncak kepala Chelia.

Chelia mendekap Riva makin erat. Baginya Riva tidak hanya seorang kakak, melai
nkan juga seorang teman sekaligus walinya.

"Ah! Aku hampir lupa!" Chelia mengurai pelukannya dan mengeluarkan beberapa berkas dari dalam map plastik.

"Kak Riva tolong tanda tangan di sini, untuk data mahasiswa."

Riva membubuhkan cap tangannya dengan segera, ia melirik Chelia yang tersenyum memandangi berkas-berkasnya.

"Kenapa, Kak?"

"Bukan apa-apa." Riva kembali merengkuh Chelia. Dalam hati ia bersyukur Chelia tidak bertanya macam-macam atau meminta berkas tentang keluarganya yang lain.
Sebab akan terasa ganjil bila Chelia tahu ayahnya masih hidup dan dalam keadaan baik-baik saja di sana, sementara pihak wali sepenuhnya berada dalam tanggungan Riva.

"Kak Riva, aku ingin menanyakan sesuatu."

Riva tersentak. "Apa itu?"

"Kak Riva pernah bilang kalau Kak Riva mendirikan Notix bersama kak Arya dan satu teman Kak Riva lagi dari jurusan farmasi, kan?"

Riva melenggut perlahan.

"Siapa teman Kakak dari jurusan farmasi itu?"

Jeda yang cukup lama sebelum Riva menjawab. "Della. Nadella Adannaya. Perempuan yang sangat baik."

Netra Chelia berfokus pada satu titik, berusaha menggali sesuatu dalam memorinya. Chelia ingat Riva memang selalu menyebut-nyebut nama tersebut di masa lalu.

"Kalau begitu, kak Della itu seniorku di angkatan ketiga kan, Kak?"

Riva kembali mengiyakan.

"Lalu sekarang di mana kak Della?" Chelia merasa janggal tidak pernah mendengar Riva menyinggung perihal Nadella Adannaya yang merupakan teman baik kakakya itu seperti halnya Arya dan Vian.

"Dia ada di tempat yang sangat baik sekarang."

"Hmm ... apa kak Della bekerja di luar negeri seperti ayah?"

"Bukan, Sayang."

"Lalu di mana?"

Riva tersenyum getir, matanya tampak berkaca, ia membelai rambut Chelia yang menatapnya bingung. "Kak Della sekarang ada di surga."

⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️

Menjadi identik ternyata tidak selalu sehati-sepemikiran. Itulah yang terjadi pada saudara kembar Rafa dan Rafi saat ini.

Rafa melirik Rafi yang membuang muka, melemparkan pandangannya ke luar jendela. Rafa baru saja melakukan kesalahan besar. Dengan sangat tidak sengaja ia mencelupkan ponsel milik Rafi ke dalam kolam ikan di taman fakultas.

Diawali dengan Rafa yang kesal karena kalah saat bermain game, aksi dorong mendorong di antara mereka pun terjadi. Tapi sungguh, Rafa tidak berniat untuk bertindak sampai sejauh itu. Rafi adalah replika yang sangat Rafa sayangi. Jangankan mengalah perihal game, mereka bahkan pernah berbagi ruang dan sari makanan dalam satu plasenta.

Rafa menarik napas dalam-dalam kemudian mencoba membuka percakapan. "Kembar ...," panggilnya.

"Apa ...." Rafi menjawab tanpa menoleh sedikit pun.

"Kamu masih marah?"

"Kira-kira?"

"Ya, maaf. Aku kan, tidak sengaja. Untuk sementara pakai punyaku saja." Rafa menyodorkan ponselnya. "Awal semester nanti aku janji menggantikanmu yang baru."

"Memang kamu ada uang?"

"Aku akan mengambil cuti. Uang SPP dari mama kamu ambil saja buat beli HP baru."

"Kamu mau cuti?!"

"Mau bagaimana lagi, asal kamu nggak bilang ke mama saja."

Rafi bergeming beberapa saat lalu tanpa aba-aba memeluk Rafa. "Jangan! Kalau kamu cuti, siapa yang temani aku di sini! Ponsel itu tidak ada apa-apanya dibanding keberadaan kamu! Aku tidak mau berbuat dosa sendirian, nanti di neraka aku sama siapa?"

"Kalau begitu jangan marah." Rafa balas memeluk Rafi dan mereka pun saling berdamai.

Rean menyaksikan itu dengan nanar. Ada perasaan sesak di hatinya. Bila bukan karena Dandy, mungkin sekarang ia masih bisa merasakan hal serupa. Rean menarik napas dalam-dalam. Itu hanya sebuah luka di masa lalu dan tidak ingin diceritakannya untuk saat ini.

"Tapi aku kok baru kepikiran, ya!" Rafa tampak merutuki diri.

"Kepikiran apa?"

"Kita kan, kembar! Kenapa nggak dari dulu kita daftar sekolah satu orang saja. Kita gantian masuk, terus ijazahnya bisa dipakai bersama!"

Rama yang sedari tadi berusaha menahan suara akhirnya tertawa. "Ide bagus! Tapi itu kalau salah satu dari kalian bisa bersembunyi dari petugas sensus atau meretas catatan Badan Pusat Statistik."

"Aduh, ribet juga!" Rafa dan Rafi kompak bersuara.

Edward menepuk jidat. "Pemerintah tidak seceroboh itu. Kita semua terdaftar di catatan sipil negara. Kalian pikir akta kelahiran, kartu tanda penduduk, dan kartu keluarga itu dibuat tanpa tujuan?"

Chelia yang mendengar penuturan Edward mengerutkan dahi. Proses pendaftaran dan pengurusan berkasnya sewaktu mendaftar sebagai mahasiswa diurus oleh Riva melalui Arya. Chelia ingat pernah melihat sekilas kartu keluarganya, namun hanya menjumpai dua nama di sana.
Rivandra Arzachel dan Michelia Arsyakayla.

Chelia menggeleng kuat-kuat. Memorinya mungkin bisa merekam sesuatu dengan sempurna, namun kelima indranya bisa saja salah menangkap informasi. Ayanya masih hidup dan dalam keadaan sehat. Kemarin malam ia masih bercanda dengannya via telpon.

"Tapi seru juga ya, punya kembaran!" Cassy menyambung obrolan.

"Tentu! Segala sesuatu kita lakukan bersama-sama. Pahalanya dibagi dua, dosanya juga dibagi dua." Rafa melakukan high-five dengan Rafi.

"Senangnya, berasa punya bunshin!" imbuh Rama.

"Bunshin?" Naya menautkan alis.

"Jurusnya Naruto."

"Hah?"

Rean menghela napas. "Semacam klon."

Rama mengambil posisi berselonjor di lantai. "Aku juga ingin punya klon."

Chelia duduk di sebelah Rama. "Itu bukan mustahil, tapi kemungkinannnya sangat kecil. Kalian pernah dengar tentang stem cell?"

Erva memiringkan kepala. "Apa itu, Chelly?

"Stem cell adalah sebuah sel dalam tubuh organisme yang dapat berkembang menjadi berbagai organ.  Bila stem cell diambil dan ditumbuhkan dalam media yang sesuai, stem cell itu dapat tumbuh menjadi satu individu baru yang utuh dan sama persis dengan individu awal."

Rean melenggut. "Ah, totipotensi," ujarnya mengambil tempat di sebelah Chelia.

"Ya. Dengan kata lain, bahkan hanya dengan sampel potongan kuku, kita sudah dapat menciptakan klon yang sempurna."

Chelia mengamati teman-temannya yang larut dalam imajinasi masing-masing.

"Pada mulanya stem cell hanya digunakan untuk menciptakan organ donor untuk mengganti organ yang telah rusak, namun kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kini lebih dari itu."

Rama terduduk. "Jangan bilang
mereka berhasil menciptakan manusia kloning?"

Chelia mengangguk. "Kabarnya begitu. Perusahaan Bioteknologi di Amerika bernama Clonaid mengklaim telah berhasil menciptakan manusia pertama bernama Eve. Mereka juga berhasil menciptakan bayi laki-laki dari sampel jaringan yang diambil dari anak yang tewas dalam kecelakaan. Namun Clonaid tidak mampu menunjukkan bukti yang konkret sampai saat ini."

Rafa dan Rafi saling berpandangan dengan mulut terbuka. "Wah, seperti di film-film saja!"

Chelia melanjutkan. "Menurut isu yang tersebar, ada sebuah proyek di Amerika dengan visi membuat kloning dari tokoh-tokoh penting dunia untuk generasi yang akan datang. Mereka bahkan menyediakan jasa titip sel yang bisa dihidupkan beberapa tahun kemudian. Dengan begitu, klien mereka bisa bertemu dengan keturunannya di masa depan. Namun hal ini belum tervalidasi dan masih jadi pertentangan di kalangan ilmuwan."

"Kenapa? Bukankah itu hebat?" sergah Cassy.

"Sebab itu melanggar kode etik kemanusiaan. Manusia kloning akan memiliki garis keturunan tidak jelas dan menyalahi hukum agama." Rean ikut memberi argumen. "Terkait dengan tujuan kloning, akan sangat menyedihkan bila klon tersebut dibuat hanya untuk menjadi pendonor organ. Menciptakan kehidupan lalu melenyapkannya demi mempertahankan kehidupan yang lain, logika macam apa itu?"

Chelia membenarkan. "Lagi pula bagian terpenting dari kehidupan adalah ruh yang diberikan Tuhan. Tanpa ruh, manusia hanya seonggok daging tak bermakna."

"Kalau dipikir-pikir, kemajuan ilmu pengetahuan itu mengerikan juga!" Edward bergidik.

"Begitulah! Makanya aku malas belajar!" dalih Rama yang dibenarkan dengan semangat oleh Rafa dan Rafi.

"Karena itu aku bersyukur punya kloning alami seperti Rafi." Rafa merangkul Rafi lalu dengan setengah terkekeh melanjutkan, "Setidaknya sudah ada cadangan organ untuk transplantasi kalau ada apa-apa."

Rama ikut terkikik. "Semacam asuransi biologis, ya!"

"Yup! lumayanlah bisa cangkok ginjal dia."

Naya memukul lengan Rafa dengan gulungan kertas. "Cangkok ginjal seenak udel, kamu pikir pohon mangga!"

Rafi mendukung Naya dan melirik Rafa tidak suka. "Jangan bilang begitu! Memang kamu mau terjadi apa-apa pada dirimu!" tegurnya.

"Aku kan bilang kalau ada apa-apa." Rafa menekankan pada kata "kalau" dalam kalimatnya. "Dasar pelit, takut banget dimintai organ! Asal kamu tahu, daripada meminta organ milikmu, lebih baik aku ikut program kloningnya Amerika itu."

Mereka kompak tertawa kecuali Rafi. Ia terus memperhatikan Rafa yang tergelak lalu memandang ponsel yang dihibahkan saudara kembarnya itu.

Meski sering bertengkar dan merajuk, Rafi benar-benar menyayangi Rafa. Ia tidak ingin terjadi sesuatu padanya, bahkan dalam pengandaian sekalipun.

☕☕☕

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro