35

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Satu dari beberapa hal di dunia ini yang sampai kini belum bisa Natra gapai adalah hati Drea. Bukan berarti Drea sepenuhnya membentengi diri dari kemungkinan membalas cintanya.

Drea hanya belum pernah membalas setiapkali Natra mengungkapkan perasaannya.

Bukan berarti Drea tidak mencintainya.

Bukan berarti pula Drea tidak mencintainya.

Seolah Drea ingin terus membuatnya penasaran dan bertanya dalam hati tentang mengapa begitu sulit mendapatkan cintanya.

Apakah Drea masih gamang dengan perasaannya sendiri?

Apakah cinta Drea kepada Mahesa begitu besar, hingga bertahun-tahun setelah kepergian Mahesa, Drea masih terlihat belum rela menerima kenyataan?

Atau apakah justru dialah yang tidak mampu membuat Drea bahagia?

"Udah pulang, Nat?" tanya Drea yang tiba-tiba muncul di hadapannya.

Berapa lama ia melamun sampai tidak menyadari kedatangan Drea?

"Harusnya pertanyaan itu kamu yang nanya ke aku ya?" Terdengar suara Drea berbarengan dengan tawa yang terselip dalam kalimat singkat itu.

Natra mengerutkan kening. Drea mengangkat sebuah kotak pizza dan meletakkan di meja di depannya. Natra bermaksud mengambil remote untuk mengecilkan volume TV, tetapi Drea mendahuluinya.

"Akhir-akhir ini kamu sering pulang cepat." Natra memerhatikan Drea yang kini duduk di sampingnya. Natra baru saja mengatakan akan memakan pizza yang dibawa Drea sebagai menu makan malam.

"Kamu nggak senang aku jadi sering pulang cepat?" tanya Drea, kini menatapnya agak kesal.

"Aku senang pake banget dong," jawab Natra tanpa ragu. Tentu saja ia senang ketika Drea lebih memilih berada di rumah sebelum malam. Bukan berarti ia minta diperhatikan, semisal berharap Drea pulang cepat untuk memasak menu makan malam.

Drea pulang cepat, berarti Drea punya banyak waktu untuk beristirahat. Melihat Drea dengan durasi yang lebih lama, meski tidak banyak hal yang bisa terjadi.

Ia juga tidak berharap banyak, karena ia tahu, ekspektasi yang terlalu tinggi akan meruntuhkan segala-galanya.

"Nat."

"Hmm?"

"Soal kemarin. Yang kamu bilang itu."

"Soal yang mana?"

Drea memandangnya ragu. Drea yang tengah diam dengan bibir setengah terbuka, adalah pemandangan surgawi. Apalagi warna lipstiknya yang lembut. Warna lipstik merah sudah lama ditinggalkan Drea.

"Honeymoon."

"Honeymoon? Bulan madu maksud kamu?"

Drea mencibir. "Memangnya kamu baru belajar bahasa Inggris sampai nanya kaya gitu?"

"Aku kaget aja, Dre. Kamu...tiba-tiba bahas soal itu."

Drea mengangkat alis, berbalik ke samping untuk mengambil tas yang tadi ia letakkan di atas sofa yang mereka duduki.

"Kamu mau kita pergi bulan madu, Dre?" tanya Natra, sambil menggeser duduk hingga mendekat kepada Drea.

"Apa masih perlu ditanyakan lagi, Nat?"

"Aku kan cuma memperjelas." Natra tersenyum. "Jadi, kapan?"

Drea menggumam. "Tiga hari aja sih. Mulai Jumat depan."

"Nanti aku urus sesegera mungkin." Natra menggunakan kesempatan itu untuk mengusap pipi Drea, yang dibiarkan saja oleh Drea. "Mau di mana?"

"Terserah kamu," jawab Drea singkat.

"Kamu sukanya di mana?"

"Aku kan bilang terserah."

"Ya udah. Nanti biar jadi kejutan saja." Kali ini Natra mengucapkannya sambil mendekatkan wajahnya.

Belum sempat ia menggapai tujuannya, Drea sudah beranjak dari duduk. Lalu berbalik untuk menertawainya.

"Awas ya," geram Natra penuh rasa gemas.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro