Bab 12

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mal yang cukup ramai itu membuat Vera sedikit pusing, wanita itu memang tidak terlalu suka dengan keramaian sehingga akhirnya dia memutuskan untuk mendekatkan dirinya pada Rehan.

Tangannya mengkait pada tangan Rehan seakan takut pacarnya tersebut hilang entah kemana.

"Mba enggak papa kan," tanya Rehan dengan dahi mengkerut. Pria itu jelas melihat buliran keringat di dahi Vera.

Vera menggeleng tanpa berani menatap Rehan. Namun, pacarnya tersebut mengangkat wajah Vera untuk melihat raut wajahnya.

"Seriusan enggak papa, Mba?" tanya Rehan lagi.

"Apa kita bisa ke tempat makan dulu. Saya lapar."

***

Menghindari keramaian dengan pergi kesebuah restoran pun menjadi cara terbaik agar panik yang Vera derita sedikit membaik.

Wanita itu terlihat lebih ceria dari sebelumnya, senyum yang sebelumnya luntur kini sudah dia ulas kembali.

"Selamat malam, Mba, Mas. Mau pesan apa?" tanya seorang pelayan restoran itu saat berada dimeja Vera dan Rehan.

Rehan menatap ke arah pacarnya tersebut, wanita itu tengah sibuk membaca buku menu yang ada. "Hmm, saya pesan spaghetti carbonara satu, Mba," ucap Vera, lalu tatapannya beralih dari pelayan ke wajah Rehan yang tengah memperhatikannya. "Kamu mau pesan apa?"

"Samain aja, Mba."

"Ya sudah, Mba. Spaghetti carbonaranya dua ya."

"Untuk minumannya, Mba."

"Orange sodanya dua ya."

"Ada lagi pesanannya, Mba?"

Vera menggeleng pelan. "Engga, Mba. Itu aja."

"Baik, Mba. Spaghetti carbonaranya dua dan orange sodanya dua ya. Mohon ditunggu pesanannya." Pelayan itu pergi meninggalkan Vera dan Rehan.

"Iya, Mba. Makasih."

***

Cukup lama Rehan dan Vera menunggu makanan yang mereka pesan datang. Waktu yang cukup lama itu mereka manfaatkan untuk berbincang.

"Hmm, nanti di sana mau ngapain aja?" tanya Vera sembari berusaha untuk mengorek informasi dari Rehan.

Jujur, wanita itu sedikit penasaran dengan kegiatan kemah yang Rehan lakukan nanti karena sebelumnya Vera belum pernah melakukan Kemah.

"Kaya biasa sih, Mba. Naik gunung, pasang tenda, acara malam, permainan, terus kayanya bakal ada arum jeram gitu sih katanya. Pokoknya kegiatan-kegiatan yang memacu adrenalin."

"Ohh gitu."

"Mba enggak pernah kemah ya?" tanya Rehan seakan tau apa jawaban dari Vera. Wajah Vera sepertinya telah menjawab semuanya.

Vera menggeleng sebagai jawaban, wanita itu tersenyum malu setelahnya. Diumurnya yang sudah kepala tiga, ternyata masih banyak yang wanita itu belum lakukan.

"Ya sudah, kapan-kapan. Mba, ikut aja kemah bareng saya. Eh, maksud saya kemah bareng sama kampus saya."

"Emangnya boleh?"

"Bolehlah. Asal ada uangnya hehe," ledek Rehan. Benar, kemah kampus ini tidak hanya diikuti oleh mahasiswa/i tetapi juga semua orang yang mau ikut. Namun, untuk pesertanya sangat terbatas.

Vera mengulas senyumnya sebelum membalas ucapan pacarnya tersebut. "Boleh deh."

***

Setelah lama menunggu, akhirnya makanan dan minuman pesanan Rehan juga Vera pun datang. Mereka makan dengan lahap tanpa perbincangan karena menurut mereka jika mengulur waktu, Rehan tidak bisa membeli tendanya. Maka dari itu, selesai makan mereka akan langsung ke toko yang menjual tenda kemah.

"Ini bagus, Re." Vera menunjuk tenda yang cukup besar dan juga mahal.

Mereka sudah berada di toko yang menjual tenda. Letaknya tak jauh dari restoran tempat mereka makan sebelumnya.

Rehan yang melihat tenda tersebut pun langsung meneguk salivanya dengan kasar.

Untuk tenda saja, dia perlu menghabiskan uang yang cukup banyak.

Tidak, tentu pria itu tidak mau melakukan hal tersebut.

"Hmm, kayanya bagusan yang itu deh, Mba." Rehan menunjuk sebuah tenda yang lebih kecil dan murah.

Vera menggeleng dengan cepat. "Enggak, bagusan yang itu."

Jelas, Vera memilih yang lebih bagus dan mahal. Namun, uang Rehan tidak cukup untuk membeli tenda tersebut.

Disela-sela keributan yang Rehan dan Vera buat, tiba-tiba suara seseorang memanggil mama Rehan membuat mereka cukup terkejut.

"Eh, Rehan." sapa seorang pria saat mendekat pada Rehan dan Vera.

Vera pun menjauhkan dirinya dari pria tersebut dan mendekatkan diri pada Rehan.

"Loh, Fahri. Ngapain kesini?" tanya Rehan dengan antusias.

Fahri adalah sahabat Rehan sejak awal masuk kuliah. Pria itu juga yang memberitahu Rehan tentang acara kemah esok hari. Iya, Rehan sebenarnya tidak tau akan jadwal kemah besok karena dia tidak masuk ke dalam grup yang dibuat untuk informasi kemah besok.

"Ya sama kaya kamu. Cari tenda." Fahri menatap bingung pada Vera yang tengah berusaha menyembunyikan tubuhnya pada Rehan. "Cewek kamu, Re?"

Rehan mengangguk sebagai jawaban. Pria itu merangkul tubuh Vera agar berada di sampingnya. "Iya, dia cewek aku. Kenalin nih Vera, dan Mba. Ini sahabat aku Fahri."

"Mba?" tanya Fahri dengan wajah bingung.

Rehan tersenyum sebelum menjelaskan hal yang sebenarnya pada Fahri. "Iya, pacar aku lebih tua dari aku. Jadinya aku panggil Mba. Memangnya kenapa? Salah ya."

"Enggak salah sih. Tapi kan, kalian pacaran. Panggilnya sayang gitu. Atau apa ya-"

"Jangan aneh-aneh deh, Fah."

Fahri tertawa kecil setelah Rehan memotong ucapannya. Dia jelas tau pria itu tengah malas berdebat dengannya.

"Kamu mau beli yang mana?" tanya Fahri pada Rehan.

"Yang itu." Rehan menunjuk tenda yang sebelumnya dia ingin beli. Tenda yang cukup kecil dan juga murah.

"Yakin? Atau kita beli yang besar aja. Terus kita bareng, biar bayarnya kita bagi dua."

Rehan mempertimbangkan ucapan Fahri, memang benar dia bisa membagi harganya dengan Fahri. Namun,-.

"Kalau bagi dua, setelah tendanya dipakai siapa yang simpan?" Ucapan Vera yang tiba-tiba membuat dua pria di dekatnya langsung menatap kearahnya.

Rehan mengelus rambut Vera dengan lembut. Pria itu jelas amat menyukai sikap Vera yang spontan. Ucapannya pun jelas benar. Jika membagi harganya, mereka akan bingung tentang pemilik tenda itu nantinya.

"Iya juga sih." Fahri menggaruk kepalanya dengan pelan. "Jadi gimana, Re?"

"Ya sudah, beli sendiri-sendiri saja."

***

"Apa ini tidak kemahalan, Mba?" Entah sudah berapa kali Rehan bertanya pada Vera. Pria itu sekarang tengah antre untuk membayar tenda yang dia akan beli.

Setelah perdebatan yang cukup panjang, pria itu akhirnya membeli tenda yang lebih mahal karena Vera memaksanya.

Wanita itu memberi kartu atmnya untuk membayar tenda tersebut.

"Enggak kok, kan harganya sebanding dengan kualitasnya terus juga tenda ini lebih luas. Ya sudah, saya tunggu diluar ya." Vera berjalan menjauh dari Rehan. Wanita itu malas berdebat dengan Rehan, sehingga akhirnya dia memutuskan untuk menunggu pria itu di depan toko.

***

Selang beberapa menit, Rehan pun keluar dari toko tersebut. Wajahnya sedikit masam karena dia membeli barang yang cukup mahal itu.

"Nih, Mba. Kartu atm, Mba." Rehan menyodorkan kartu atm milik Vera pada wanita tersebut.

"Ihh, enggak usah. Atm itu punya kamu kok."

Rehan mengerutkan dahinya bingung dengan ucapan Vera. Atm punyanya?. Jelas pria itu tidak mengerti, karena selama ini pria itu tidak pernah membuat atm.

"Iya, ini atm buat kamu. Nanti setiap bulan saya kirimin uang ke atm itu," jelas Vera yang langsung membuat Rehan mengangguk paham.

"Ya sudah, yuk kita jalan lagi."

Suasana mal sekarang sudah sedikit sepi, mungkin karena sudah pukul sembilan lewat.

"Eh, kita kesitu dulu yuk," ajak Vera dengan antusias. Wanita itu sedikit berlari masuk kesebuah toko ponsel. Dia juga menarik Rehan untuk pergi bersamanya.

"Yang ini bagus ya." Vera mengangkat sebuah ponsel dan memamerkannya pada Rehan.

Pria itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Iya, bagus kok, Mba."

Seorang penjaga toko mendekat kearah mereka. "Silahkan, Mba. Untuk ponsel itu keluaran terbaru loh. Ada pilihan warnanya juga," jelas penjaga tersebut.

"Warnanya apa aja, Mba?"

"Ada warna Hitam, putih dan juga pink, Mba." penjaga wanita itu kemudian membawa ponsel berwarna pink yang sama dengan ponsel yang tengah Vera pegang.

"Ini, Mba. Warna pinknya cantik kan."

"Hmm, bukan buat saya kok, Mba. Tapi buat pacar saya." Vera kemudian menatap kearah Rehan yang sedikit terkejut. "Mau warna apa, Re?"

"Hah, buat saya, Mba?" tanya Rehan dengan wajah tak percaya.

"Iya, ini kado dari saya buat kamu."

"Duh, enggak usah, Mba. Ponsel saya masih bagus kok."

"Tapi kan-"

"Enggak usah, Mba."

Raut wajah Vera berubah masam setelah mendapat penolakan dari Rehan. Wanita itu hanya ingin pacarnya senang dengan pemberiannya, tetapi Rehan jelas tidak ingin membuat Vera menghabiskan uang untuknya.

"Jadi gimana, Mba?" tanya penjaga wanita itu. Namun, Vera tidak menjawabnya. Dia bahkan mengerutkan bibirnya kesal pada pacarnya tersebut.

Rehan yang melihat hal itu pun akhirnya hanya dapat menghembuskan nafasnya kasar.

"Ya sudah deh, Mba. Saya mau yang hitam aja."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro