Bab 3

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Vera dan Rehan terdiam dengan pikirannya masing-masing setelah pembicaraan yang cukup serius sebelumnya.

"Bantu apa mba?" tanya Rehan dengan wajah yang cukup penasaran

"Kamu mau ga jadi pacar aku," Ungkapan Vera yang tiba-tiba berhasil membuat Rehan terkejut.

"Maksud mba?"

"Iya, Jadi pacar saya, pacar kontrak atau sewaan gitu. Apapun namanya itu. Saya bayar kok. Anggap saja kamu lagi kerja. Saya bayar 10 juta perbulan."

Bola mata Rehan membulat setelah mendengar nominal yang akan dia dapatkan jika mau menjadi pacar Vera, Pacar Sewaan tentunya. "Hah, 10 juta!"

"Kenapa ? Kurang ya? Saya tambahin deh jadi 20 Juta."

"Bukan kurang mba, tapi itu banyak banget. Saya yang bekerja di 3 tempat saja gajinya tidak sampai segitu. "

"Kalau begitu, terimalah dan berhenti dari pekerjaanmu itu" Entah apa yang merasuki Vera saat ini, ia dengan santainya berbicara hal yang cukup rumit itu pada Rehan. Menjadi pacar sewaan ? tentu hal itu cukup membuat bingung Rehan.

Rehan masih terdiam, tak memberi jawaban pada ajakkan Vera, ia pikir sangat tak masuk akal jika Vera harus membayar Rehan sebesar itu hanya untuk menjadi pacar. Walaupun, Rehan hanya menjadi pacar sewaan bagi Vera. Namun dibalik semua itu, Rehan terlalu mendewakan tentang cinta dan tak ingin untuk bermain-main dengan hal itu. Jujur, ia ingin menolak. Tetapi, ia sangat butuh uang sekarang ini.

"Jadi, bagaimana ? Mau tidak?" Vera menampilkan tatapan penuh harap pada Rehan yang masih setia menutup mulutnya. Tentu Rehan tidak mau mengambil langkah yang gegabah saat ini.

"Sebelum saya jawab. Saya boleh tanya mba?"

"Tanya apa?"

"Mba mau menggajih saya sebesar itu untuk apa ya mba ? dan untuk apa juga mba menyewa saya sebagai pacar mba. "

Vera cukup takut menjawab pertanyaan Rehan. Namun, ia tau bahwa jika tidak menjelaskannya Rehan tentu tak mau meng'iya'kan tawarannya.

Vera mengambil nafas panjang sebelum mulai berbicara "Hmm, Jadi begini. Orang yang kamu liat didepan adalah mantan pacar saya. "

"Pemilik mobil putih itu mba?"

Vera mengangguk sebagai jawaban pertanyaan Rehan, ia kemudian melanjutkan ucapannya. "Pria itu adalah pria yang sangat posesif pada saya. Ia juga sering kali melakukan kekerasan pada saya. Hal itu tentu membuat saya trauma padanya, dan saya memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami. Setelah 2 tahun berlalu, tepat satu hari yang lalu. Ia kembali datang dengan semua kenangan buruk yang ia tanam pada ingatan saya, " Vera menjelaskan dengan penuh perjuangan, alasan kenapa ia butuh Rehan sebagai pacar sewaannya.

Sam, adalah orang yang paling buruk dalam hidup Vera. Ia seperti bayangan yang selalu mengikuti kemana pun Vera pergi dan hal itu tentu membuat Vera takut.

Semua kenangan masa lalunya, kembali muncul. Membuat kepala Vera terasa penuh. Vera pun memijat kepalanya dengan keras dan tiba-tiba tangisnya pun turun.

"Hiks, Hiks. Gue ga mau Re, Gue ga mau ketemu dia lagi, " tangis Vera semakin mengencang dan hal itu berhasil membuat Rehan iba. Pria itu kemudian berpindah tempat duduk disamping Vera dan memeluk perempuan itu dari samping. "Gue capek, Gue capek sama dia. Hiks. Gue ga mau sama dia. Hiks. Gue takut sama dia. "

Rehan kemudian mengeratkan pelukannya dan mengelus punggung Vera yang bergetar hebat.

"Gue takut dia bunuh gue. Hiks. Gue takut disiksa lagi sama dia. Hiks. Gue takut, " Vera terus terusan mengicau disela tangisnya. Namun disampingnya, Rehan tak membuka suaranya. Dia hanya mau Vera mengungkapkan apa yang dia pikirkan sekarang agar beban yang dia pikul sedikit berkurang.

30 menit berlalu, tangis Vera pun tak terdengar lagi. Vera berhasil tidur karena kelelahan menangis. Rehan yang disampingnya itu pun menutuskan untuk memperbaiki posisi tidur Vera yang tak karuan.

Rehan kemudian duduk dilantai sembari memperhatikan Vera yang sedang mengubah posisi tidurnya di sofa agar terasa nyaman.

'Apa yang gue harus lakuin ?'

***

Sore berganti malam dan Vera pun akhirnya bangun dari tidurnya. Baru kali ini dia bisa tertindur hingga lebih dari 5 jam karena memang sebelumnya dia selalu kurang tidur.

Dia cukup kaget karena mendapati dirinya terbangun diatas sofa dengan Rehan yang tertidur pulas dilantai. Sebenarnya Vera tidak enak membangunkan Rehan. Namun, waktu sudah mulai masuk tengah malam dan dia takut Rehan tengah dicari keluarganya karena belum pulang.

"Rehan, " panggil Vera dengan pelan sembari mengguncang tubuh Rehan. Namun, sayang apa yang dia lakukan tidak berhasil membuat Rehan bangun. Dia pun ikut duduk dilantai sembari memperhatikan wajah polos Rehan saat tidur. Sangat damai dan menggemaskan. Pria berumur 20 tahunan itu berhasil membuat Vera mengulas senyum tanpa dia sadari.

"Rehan, " panggil Vera lagi, dan panggilan kedua ini berhasil membangunkan Rehan. Vera pun kembali duduk diatas sofa sembari memperhatikan Rehan yang tengah merenggangkan tubuhnya.

"Eh mba. Maaf ya saya ketiduran. "

Rehan melempar senyumnya pada Vera, wajah pria itu masih sangat menggemaskan walaupun dia sudah terbangun. Rehan sepertinya tidur dengan nyenyak karena matanya terlihat memerah.

"Iya ga papa. Maaf ya aku bangunin. Takutnya kamu dicariin keluarga kamu. "

"Keluarga?"

"Iya keluarga. "

"Keluarga saya di kampung mba. Saya disini mah tinggal sendiri hehe. "

Tawa renyah Rehan berhasil membuat Vera malu. Dia pikir, Rehan tinggal dengan keluarganya disini. Rehan kemudian berdiri dan merapikan pakaiannya yang terlihat kusut karena tidur.

"Ya sudah mba. Saya balik dulu ya."

"Iya."

Vera mengantar Rehan sampai pada pintu rumahnya. Dia kemudian memperhatikan jalanan tempat mobil Sam berada tadi. Syukurnya mobil itu sudah tak terlihat lagi.

"Syukurlah mba. Mobilnya sudah ga ada. "

"Iya, Makasih ya atas bantuan kamu. Aku ga tau kalau ga ada kamu, gimana aku sekarang hehe. "

"Hehe, iya mba. Sama-sama. Saya balik dulu ya mba. "

Rehan berjalan keluar dari Rumah Vera dan Vera hanya mampu menatap kepergian Rehan dengan hati yang sedikit lega.

Entah kenapa, saat bersama Rehan hidupnya lebih tenang dan Vera juga merasa terlindungi jika bersama Rehan.

Tidak ada nada tinggi yang keluar dari mulut Rehan, hanya ada ucapan lembut dan menenangkan yang kemudian berhasil membuat Vera tersipu.

***

Satu minggu berlalu, setelah kejadian itu. Rehan tak pernah menemuinya dan Vera juga tak memiliki kontak Rehan. Dia benar-benar tidak mengetahui apapun tentang Rehan. Tentu ini salahnya, karena tidak menanyakan hal itu. Sekedar kontak telepon yang mungkin dapat dia hubungi.

Vera kembali ke rutinitas setiap harinya, rutinitas yang selalu berhasil menghabiskan waktunya. Begitu sangat membosankan. Namun dia bersyukur, karena Sam tidak pernah memunculkan dirinya dihadapan Vera lagi.

"Boss. "

Rani membuka pintu ruangan Vera dengan kasar hal itu tentu berhasil membuat Vera kaget. Sebelumnya, Vera tengah melamun dan tentu hal yang dilakukan Rani berhasil menghancurkan lamunan Vera.

"Kenapa?" tanya Vera dengan nada suara yang cukup tinggi, ia sebal karena Rani tiba-tiba masuk ke ruangannya bahkan tanpa ketukan sebelumnya.

"Itu loh, ada Cowok mau ngelamar kerja disini. Padahal sudah aku kasih tau kalau disini ga ada lowongan," keluh Rani. Iya, saat Rani tengah mengurus jadwal pekerjaan Vera tiba-tiba seorang pria datang dihadapannya dan ingin melamar pekerjaan. Rani jelas menolak karena ia merasa tidak membuka lowongan dan juga ia cukup bingung mengapa pria itu bisa masuk ke wilayahnya yang tentu tidak berada dilantai 1. Melainkan di lantai paling atas alias lantai 10.

Rani tentu akan memaki bawahannya karena mengizinkan pria itu masuk tanpa izin. Pria yang sepertinya pernah dia lihat itu kemudian kekeh ingin bertemu atasan Rani. Tentu saja atasan Rani adalah Vera.

"Ya sudah sih. Usir aja. "

Vera terlihat tak perduli pada pembicaraan Rani. Dia kemudian kembali memfokuskan dirinya untuk membaca semua laporan yang tak dia hiraukan sejak pagi.

Clek

Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka hal itu tentu membuat Vera dan Rani memusatkan pandangannya. Vera terkejut karena melihat seseorang yang membuka pintu kantornya.

"Nah, itu-, " ucapan Rani terhenti karena ia terpaku saat melihat Vera berjalan mendekat pria itu. 'Apa Vera mengenal pria itu?'

"Astaga Rehan, kamu kemana aja. "

'Benar, Vera mengenal pria itu. Tapi, siapa dia'

Rani terus-terusan bertanya pada dirinya sendiri. Dia cukup kaget karena melihat ekspresi wajah Vera yang berubah semangat padahal sejak pagi sahabatnya itu sudah memaki beberapa pekerjanya karena hal-hal sepele yang tak masuk akal.

"Iya maaf ya mba, saya baru bisa temui mba. "

"Iya ga papa. Ayuk, masuk. "

Vera mempersilahkan Rehan masuk dan menuntunnya untuk duduk di sofa tamu yang berada di depan meja kerjanya.

"Silahkan duduk. "

"Makasih mba. "

***

Vera dan Rehan pun sudah asik berbincang mengenai banyak hal, disamping mereka ada Rani yang terus memperhatikan kedua insan itu. Jujur menurut Rani mereka seperti tengah dimabuk asmara. Namun, walaupun ada banyak pertanyaan di kepalanya. Dia tidak mau menghancurkan suasana hati Vera yang sepertinya sedang amat baik setelah bertemu dengan pria bernama Rehan itu.

"Jadi gimana?" tanya Vera pada Rehan dengan tiba-tiba setelah mereka berdua sama-sama terdiam, mungkin mereka sudah kehabisan topik untuk berbincang.

"Gimana ya mba. "

Rehan menggaruk kepalanya yang terasa gatal entah karena apa. Ia pun bingung harus menjawab apa dan ia juga tak mampu untuk menatap mata Vera yang penuh harap padanya.

"Kalau kamu ga mau ga papa kok. "

Vera menghela nafas dengan pelan, dia pun sebenarnya harus ikhlas jika Rehan tak menerima ajakannya. Walaupun, ia sangat berharap Rehan mau karena ia tak mau diganggu oleh Sam lagi.

"Bukan gitu mba. Tapi-"

"Kalian bicara apa sih, " sela Rani yang tiba-tiba penasaran akan pembahasan Vera dan Rehan. Perhatian Vera dan Rehan kemudian terfokus pada Rani yang tiba-tiba saja mengeluarkan suaranya. Padahal sejak tadi, Rani hanya diam bahkan keduanya sempat lupa jika ada Rani diantara mereka.

"Ntar deh aku jelasin semuanya. Tapi ga sekarang. "

Vera tak mau Rani melakukan hal gila karena mengetahui apa yang terjadi pada Vera dan Rehan.

"Ya sudah, ga usah dipaksain. Kalau kamu masih punya alasan lain. "

Vera kemudian berdiri, ingin berjalan ke meja kerjanya. Namun, tangan Rehan kemudian menahan kepergian Vera.

"Saya mau kok mba. "

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro