Bab 14

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Happy Reading

Itachi tau, ia telah melakukan kejahatan demi mendapatkan keinginannya. Tapi, biarkan kali ini ia menjadi jahat, untuk hime-nya.
Ya, sudah begitu lama ia menantikan hidup bahagia dengan bungsu terakhir Namikaze. Bahkan hingga ia merelakan status Pangeran lepas darinya.

Tapi, takdir seolah melawan rencana Itachi. Jadi, daripada ia mengalah lagi, akan lebih baik ia melawan takdir bukan?

Dan saat mendengar hilangnya Putri Kyuubi, membuat ia menatap nyalang atas kesalahan kecil Kaisar Uchiha.

Dan (lagi) lebih senangnya, saat ia juga berhasil membawa Hime-nya kembali dari rumah sakit. Double jacpot.

"Kenapa kau melakukan ini, Tachi-kun?" pertanyaan dari salah satu teman, membuat Itachi meletakkaan gelasnya.

"Kau akan mengerti, saat kau jatuh cinta, Deidara."

Deidara, lelaki yang memiliki wajah cenderung cantik untuk ukuran seorang pria, memang tak pernah merasakan jatuh cinta.

Tapi, menusuk adiknya dari belakang bukanlah tindakan yang baik menurutnya. Dan apa jatuh cinta pada gadis ingusan bisa membuat orang baik seperti Itachi, berubah menjadi jahat?

Jika iya, tolong jangan biarkan Deidara jatuh cinta pada gadis! Ia tak mau berubah menjadi jahat.

"Lalu, apa rencanamu berikutnya? Tak mungkin kau hanya memiliki rencana dari kecerobohan rubah ras inggris itu."

Oh wow! Rubah ras Inggris.

Mendengar itu membuat tangan Itachi menahan perutnya, "Hahaha ... julukan yang kau berikan benar-benar menggelikan, Dei."

Tapi Itachi memang mengakui, jika si merah yang berani menjulukinya seekor gagak, adalah rubah yang cukup ... liar.

Sayangnya, hanya satu orang yang sangat pantas untuk singgah dihatinya, yaitu hanya Namikaze Naruto, gadis surai pirang dengan manik biru laut.

Bukan si surai merah dengan mulut tajam yang meminta dibungkam dengan bi ... bi apa? Entahlah.

***

Sinar silau yang berhasil menembuh celas gorden kamarnya, berhasil membuat ia membuka mata, dan menampilkan sapphire cerahnya.

Tubuhnya ia tarik hingga mengubah posisi menjadi bersandar pada kepala ranjang. Ingatannya kembali terbayang kejadian kemarin, dimana ia melihat gadis surai merah menangisi pasien yang ternyata ibu Kyuubi.

Ahh iya, nama gadis yang menangis kemarin adalah Kyuubi.

Menyadari itu, Naruto menatap sekeliling kamar dengan heran. Pasalnya, seharusnya ia berada di rumah sakit, bukan tertidur nyaman di kamarnya.

"Putri."

Panggilan itu membuat Naruto menatap ke arah dua dayang setianya, dan ... "Ino? Kenapa kau ada disini?"

Naruto langsung menghampiri Ino, ia tak menyangka jika sahabatnya bisa berada di kamarnya, di kediamannya, di ISTANA KEKAISARAN UCHIHA.

Mengabaikan keberaan Ino sejenak, Naruto langsung menutup seluruh sisi kamarnya. Membuat ketiga orang itu menatap heran atas tingkah Naruto.
Setelah selesai, tangan Naruto menarik Ino, membuat keduanya duduk di atas sofa.

"Jika sampai Teme mengetahui kau mendatangiku, kita bisa mendapat masalah."

Ino menatap dua dayang, memberi isyarat agar dua dayang itu menyiapkan perlengkapan Naruto.

Dayang Konan dan Dayang Mei menganggap Ino bukan seorang dayang begitu mengetahui bahwa gadis itu sebenarnya adalah anak kepala bangsawan Yamanaka.

Tentu saja, itu telah menjelaskan bahwa derajat mereka begitu berbeda dengan Ino. Walaupun gadis itu telah menjelaskan agar menganggapnya sebagai dayang, tapi mereka berdua tetap tak bisa.

"Mulai hari kemarin, aku telah resmi menjadi dayang yang mengurus seluruh kebutuhanmu, Naru. Jadi, Teme atau siapapun yang kau takuti itu, tak akan memberi hukuman pada kita."

Lega rasanya mendengar penjelasan Ino, karena artinya, Naruto akan memiliki ruang keluh kesah lagi.

"Wait! Kau bilang dayang? Bukannya kau adalah anak bangsawan Yamanaka? Kenapa kau justru menjadi ...."

"Naru, jangan membahasnya lagi. Lebih baik kau segera bersiap untuk berangkat ke sekolah."

Mendengar kata sekolah, wajah Naruto langsung cerah menyilaukan. Membuat Ino sedikit menggeser posisi duduknya, takut jika Naruti sedang mengalami kerasukan roh.

Naruto bangun dari sofa, "Kalau begitu ayo kita pergi, aku sudah tak bertemu teman-teman, menjahili para sensei, dan merindukan ramen di kantin. Aaaarrrggghhh ... semua itu sangat kurindukan."

***

Lesu, lemas, membosankan, dan menyebalkan.

Wajah cerah menyilaukan itu kini redup seketika melihat wajah angkuh yang menyambut dirinya saat memasuki kelas S.

Padahal seluruh murid begitu mendambakan agar bisa masuk kelas S, kelas yang terdiri dari Akasuna Sasori, Sabaku Gaara, Sabaku Temari, Nara Shikamaru, Hyuuga Neji, Shimura Sai, Haruno Sakura, Yamanaka Ino, Hyuuga Hinata, dan terakhir adalah Uzumaki Naruto, dirinya.

Bukan kelas atau penghuni kelas yang ia permasalahkan, tapi yang menjadi masalah adalah kenapa ia bisa masuk Academy Uchiha?

Kapan ia mendaftar ke sekolah yang berisikan anak bangsawan yang angkuh, kecuali Ino pastinya.

Yang ia daftar adalah sekolah yang ada si wajah konyol pappy, kekocakkan semangat lendir hijau, dan jangan lupakan jadwal hariannya berlomba makan ramen dengan si gendut.

Brakkk

Suara itu tak membuat penghuni kelas menatap ke bangku Naruto, hanya Ino dan Gaara yang menatap khawatar pada gadis surai pirang itu.

"Dei-sensei, saya ijin ke toilet."
Deidara mengangguk-guru seni baru recomand dari Itachi-.

Dan disinilah Naruto sekarang, duduk nyaman di atas dahan pohon. Membolos dari berbagai pelajaran di kelas. Biarkan saja ia dicap menjadi gadis nakal, atau apapun.

Lebih baik ia tidur menikmati semilir angin yang begitu menenangkan.
Tapi, adakah dari kalian yang menanyakan kenapa Naruto justru memilih pohon, bukan roftop sebagai tempat membolos?

Itu karena Academy Uchiha tak memiliki roftop seperti SMA Konoha. Bangunan Academy Uchiha bagai istana versi sekolah, hanya satu lantai.

"Kau sudah melihat saingan Putri Haruno? Ck! Wajahnya memang cantik, tapi kurasa dia operasi plastik."

Kelopak matanya mulai terbuka, ia menatap ke bawah, beberapa anak bangsawan sedang berkumpul. Wajah mereka begitu cantik, tapi kenapa mencemooh wajah Naruto?

Bahkan untuk makan saja, Naruto mendapat uang yang pas-pasan. Apalagi harus melakukan operasi plastik? Mereka pastilah sudah tak waras hingga berpikir Naruto melakukan operasi plastik.

"Ya bisa saja, bahkan menyuap guru sekolahpun ia lakukan demi masuk kelas S. Benar-benar menjijikan sekali tingkahnya."

Suap? Memangnya siapa yang mau masuk kelas yang hanya berisikan robot pencetak nilai? Ia mendapatkan nilai diatas 9 pun demi sebuah beasiswa. Tapi, anak kelas S seolah tolak ukur kesombongan adalah Nilai Sekolah.

Jika mereka mau masuk kelas S, bukankah lebih baik giat belajar, dan berusaha dengan gigih. Bukan justru menjelek-jelekkan Naruto yang baru dipaksa masuk kelas itu.

"Membicarakan orang dibelakangnya bukankah lebih menjijikan dibanding melakukan operasi plastik atau suap."

Naruto menatap kedatangan orang yang ia anggap sebagai rival, 'Sakura membelaku? Atau ini hanya sebuah pencitraan?' batinnya.

Sakura menatap rendah orang yang membicarakan Naruto, "Kenapa kalian menunduk? Jika kalian tak mau aku melaporkan sikap kalian pada orang tua kalian, lebih baik kalian perbaiki diri kalian."

Ancaman itu membungkam bibir mereka, kemudian dengan takut, mereka mulai pergi meninggalkan pohon besar itu.

"Aku tak mengerti kenapa kau membela gadis yang menjadi sainganmu, Sakura," ucap Karin yang merasa heran.

Temari mengangguk. "Yang diucapkan Karin benar Sakura. Kenapa kau justru membela gadis yang merebut peringkatmy di kelas S."

Sakura hanya diam, kemudian melangkah meninggalkan pohon besar itu. Kedua temannya mengikuti dibelakang.

***

"Yah, kenapa kau membelaku? Bukankah kau selalu menjadi antagonis dalam prestasi yang kita perebutkan, Sakura?" tanya Naruto entah dengan siapa.

Ia ingat betul dengan tatapan benci Sakura pada dirinya saat ia mendapat medali emas musim ini. Dan ia anggap, Sakura telah mengakui kemampuan balletnya bisa bersaingan dengan Sakura.

Kemudian, saat mendapat undangan dari istana. Sakura juga memberi kalimat pedas atas ketidak-setujuan, Naruto yang mendapat undangan yang sama.

Dan yang ini, Sakura justru membelanya.

Jadi sikap asli Sakura sebenarnya yang mana? Membencinya, atau menyayanginya sebagai teman?

"Jadi kau disini."

Rasa terkejutnya tak sengaja membuat tubuhnya bersiap menerima hantaman keras dari tanah. Ya, ia terpeleset dari dahan pohon tempat ia tidur tadi.

Hap

Sebuah tangkapan sempurna, membuat kelopak matanya mulai terbuka, sapphirenya menatap terkejut pada manik gelap yang tak segelap milik Kaisar Uchiha.

Si penangkap jitu adalah Itachi, calon kakak iparnya. Tubuh Naruto masih dalam posisi gendongan Itachi.

Itachi menatap wajah Naruto, kemudian menatap manik biru laut, dan menjadi menatap bibir Naruto. Hanya fokus pada bibir ranum yang sangat membuat ia penasaran dengan rasanya.

Tanpa sadar, wajah Itachi mulai mengikis jarak diantara keduanya. Bahkan peringatan pada otaknya, ia abaikan demi merasakan bibir ranum hime-nya.

"Bisa kau berikan Naruto padaku, aniki," titah orang yang tak Itachi harapkan kehadirannya.

Naruto mencoba turun dari gendongan Itachi, namun, cengkraman kuat Itachi membuat ia langsung diam. Ia melihat ke arah Teme yang menatap tak suka padanya.

Itachi menghela nafas sebentar, ia harus sedikit bersabar lagi, agar apa yang diinginkan bisa ia dapatkan kembali.

"Gadis yang kau tangkap adalah calon istriku, aniki. Jadi bisa kau berikan Naruto padaku."

Itachi berjalan mendekati tempat Kaisar Uchiha berdiri, keduanya saling berhadapan. Manik Itachi bisa melihat, Kaisar Uchiha seolah sedang menatapnya bukan sebagai saudara. Melainkan, sebagai ... saingan?

Itachi bingung dengan maksud tatapan Kaisar Uchiha, kemudian dengan berat hati Itachi memberikan Naruto pada Kaisar Uchiha.

'Hanya sementara!' batin Itachi meyakinkan kondisinya saat ini.

Kaisar Uchiha menatap lembut pada Naruto yang sudah berada dalam gendongannya, "Apa kegiatan kita malam itu belum bisa menjadi bukti? hingga masih mendekati aniki, Dobe?"

Wajah Naruto seketika memerah menahan rasa malu mengingat kegiatan saat malam itu. Kemudian ia mulai menyembunyikan wajahnya pada dada bidang yang berlapiskan setelan jas.

Itachi yang melihat wajah Naruto mulai memerah hingga berakhir bersembunyi, membuat ia semakin tak kuat menahan emosinya.

Setelah memastikan Dobe-nya tak melihat ke arahnya, ataupun ke arah Itachi. Kaisar Uchiha kembali menatap kakaknya, "Terima kasih karna aniki telah mau menjaga Naruto sampai aku datang," ucapnya dengan senyum kemenangan.

Itachi mengepalkan telapak tangannya, entah sengaja atau tidak, sejak awal Kaisar Uchiha berbicara padanya. Seolah Kaisar Uchiha menganggap sikap Itachi pada Naruto hanya sebuah bentuk perlindungan.

What the hell!

"Silahkan aniki kembali dengan tugas aniki sebenarnya, karena sudah menjadi tugasku menjinakkan kenakalan Naruto, calon istriku."

Usai mengatakan itu, Kaisar Uchiha melangkah meninggalkan Itachi, diikuti dengan pengawalnya di belakang.

Itachi masih tak mengendurkan genggamannya, maniknya menatap tajam pada punggung Kaisar Uchiha yang semakin jauh.

'Hanya sementara!' batin Itachi masih merapalkan mantra keyakinan.

Tbc

Nah... udah 3 chap ya. Wkwkwk Odi butuh asupan reaction kalian.🤤🤤🤤

Thanks for view, for reads, for vote and for comment.

Salam

MY_LODY

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro