Promise Under The Tree

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Para kucing semakin sedikit terlihat di kompleks ini. Apalagi di jalanan besar. Padahal, saat aku kecil dulu, begitu banyak kucing berkeliaran dan para manusia dengan bahagianya menghampiri mereka. Sekadar mengelus manja, ada pula yang memberi makan.

Namun, kini tidak.

Jika ada kucing mendekat, mereka selalu saja mengusir, menendang, atau yang lebih parahnya lagi, kucing itu disakiti hingga nyawanya melayang.

Dalam setiap perjalananku menyusuri gang kompleks, kutemukai bangkai kucing bergeletakan.

Sekalinya kutemukan kucing yang masih hidup, mereka gemetar ketakutan. Tangan yang kuulurkan untuk mengelus kepalanya, hanya mendapat penolakan dingin sebelum akhirnya mereka berlari.

Ah, padahal aku hanya ingin memberi makan dan kehangatan pada mereka...

"Mreeeaw..."

Suara kucing?

Aku menoleh ke kanan dan kiri, memutar badan, tetapi tak menemukan si sumber suara.

"Mmrrreaw..."

Suaranya semakin kencang. Dari mana... Ah! Ini dia! Dia tepat di depan kakiku.

Bodohnya aku, posturku yang tinggi terkadang membuat lupa untuk melihat ke bawah. Yah, sama seperti mereka yang lupa ketika mendapat posisi tinggi.

"Hai, kucing. Kamu tidak takut padaku?" ujarku sambil berjongkok. Untuk pertama kalinya setelah musim dingin panjang, akhirnya aku bisa merasakan hangat dari tubuh kucing yang masih hidup.

Segera kubuka kotak bekal yang sedari tadi kupegang. Di dalamnya, ada makanan basah yang sudah kuhangatkan untuk kuberikan pada kucing mana pun yang mau mendekat padaku.

"Nih, dimakan. Kasih tahu teman-temanmu, ya. Masih ada manusia yang menyukai kehadiran kalian. Iya, aku salah satunya," ujarku sambil memerhatikan kucing itu makan dengan lahap.

Tak ada lima belas menit, kotak bekalku bersih seperti habis dicuci. Aku pun menggendongnya ke bawah pohon di pojok kompleks.

Kulepas sweater cokelat yang kupakai dan kujadikan alas agar si kucing bisa tidur dengan hangat di bawah pohon. Setelah selesai, aku melangkah pulang.

"Wen Jun Hui!"

Aku menoleh. Namun, tiada siapa pun di sana.

"Jun Hui, ini aku. Kucing yang baru saja kau beri makan dan tempat tidur hangat!"

Jantungku serasa mau copot. Bagaimana bisa ada kucing yang berbicara pada manusia?

"Terima kasih atas kebaikan dan kehangatanmu. Aku tidak pernah menemukan manusia sepertimu lagi sejak leluhur kami mengutuk negara ini."

"Se... sebentar... Apa maksudmu,  ehm, Cing?" Sungguh, aku tidak tahu bagaimana harus memanggil kucing yang bisa bicara itu!

"Kutukan ini bisa musnah jika kau mampu mengajak para manusia kembali menghargai keberadaan kami. Bukankah kau juga ingin kutukan ini berakhir?"

Aku terdiam. Apa aku bermimpi?

"Tidak, kau tidak bermimpi. Kemarilah dan berjanjilah bahwa kau bisa mengajak manusia kembali menghargai keberadaan kami. Setidaknya, jangan sakiti kami."

Dia bisa baca pikiranku? Oh tidak! Aku harus segera pergi, tetapi tanpa kusadari kakiku melangkah mendekati kucing itu.

"Ya, aku berjanji."

Apa-apaan? Mengapa mulutku bergerak, sendiri?

"Sudah kuduga. Memang benar kau titisan leluhur kami. Pohon ini menjadi saksi janjimu. Yakinlah, perlahan kita bisa memusnahkan kutukan ini bersama-sama."

Usai mendengar kalimat itu dari si kucing. Tiba-tiba kepalaku berputar dan saat aku membuka mata, ada perih terasa dari telapak tangan.

Sebuah garis yang membentuk telapak kaki kucing tergambar di sana seperti sebuah luka.

Sebentar.

Apa ini artinya, aku harus menunaikan janji di bawah pohon itu agar musim dingin segera berakhir?

*** END ***

Iseng ikut event cerita pendeknya WattpadFanficID. Sebagai HuiHui, aku nggak bisa nggak jadiin dia main cast. Kali ini sama titisan kucing wkwkwk. Apa ceritanya menarik? 😂

Boleh kritik, saran, komentar, dan like-nya, yuk!

Semoga kamu suka~

-anisanza-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro