1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Shiva Juniankha melangkahkan kakinya dengan ragu ke dalam sebuah rumah dengan warna monokrom. Ayahnya baru saja membeli sebuah rumah baru. Dan hari ini, Shiva sekeluarga sedang pindahan ke rumah baru tersebut.

Shiva melirik ibu dan adiknya yang sibuk melihat-lihat setiap sudut ruangan. Sementara ayahnya, langsung masuk ke kamar sambil menerima telepon entah dari siapa.

Sebenarnya Shiva tidak setuju mereka pindah rumah. Ia sudah sangat nyaman berada di lingkungan rumah lamanya. Rumah lamanya masih sangat bagus, masih sangat layak untuk dihuni. Tapi entah mengapa, tiba-tiba saja ayahnya mengajak mereka semua untuk pindah. Dan rumah lama mereka, sudah dijual kepada orang lain.

Shiva menghembuskan nafas berat. Dengan langkah sangat pelan karena tidak bersemangat, ia melangkahkan kakinya menuju lantai atas.

Begitu sampai di ujung tangga lantai dua, Shiva mendengar ada suara tawa bayi di sebuah kamar. Dengan segera, Shiva membuka pintu kamar tersebut. Ia ingin tahu, bayi siapa yang berada di rumah barunya.

Tapi ... setelah pintu terbuka, tidak ada siapa-siapa di kamar tersebut. Setiap sudut ruangan telah diperiksa oleh Shiva. Akan tetapi, di kamar tersebut benar-benar kosong.

Shiva mengedikkan bahunya acuh. Mungkin tadi ia hanya berhalusinasi karena kelelahan. Ya, sejak semalam ia tidak tidur karena begadang menonton drama Korea.

Perempuan dua puluh tahun itu lalu meninggalkan kamar tersebut dan menuju kamarnya yang berada tepat di sebelah kamar yang ia periksa tadi. Kamar yang ia periksa tadi, adalah kamar Amilia, adik semata wayangnya yang baru berusia sepuluh tahun.

Setelah sampai di kamarnya, Shiva lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur. Karena sudah sangat mengantuk, tak butuh waktu lama, Shiva langsung terlelap.

💀💀💀

"Kak .... Kak Shiva, ayo makan malam!"

Shiva dikagetkan dengan suara teriakan dan gedoran dari luar pintu kamarnya. Dengan bersungut-sungut, perempuan itu bangun dan langsung membuka pintu dengan kasar. Ia sudah menyiapkan berbagai sumpah serapan untuk adik kecilnya yang sangat menyebalkan itu.

Akan tetapi, niat buruk Shiva langsung ia hapus begitu saja. Pasalnya, di depan pintu kamarnya tidak ada siapa-siapa.

"Masa sih gue halusinasi lagi?" gumam Shiva sambil berjalan menyusuri lorong lantai dua.

Langkah Shiva terhenti di balkon, ia diam seribu bahasa sambil memperhatikan adik dan ibunya yang sedang berenang di kolam renang yang ada di bawah.

Tidak mungkin Amilia bisa melesat secepat kilat. Shiva ingat betul, tadi itu ia mendengar suara Amilia dengan sangat jelas. Suara cempreng nan rombeng itu berteriak berisik sekali.

Di rumah tersebut hanya ada Shiva, Amilia dan kedua orangtua mereka. Sejak dulu, orangtua mereka tidak pernah memakai jasa asisten rumah tangga. Dan Shiva, sangat menghafal suara-suara dari anggota keluarganya.

"Apa jangan-jangan ... rumah ini ...." Shiva tidak berani melanjutkan kata-katanya.

Tiba-tiba saja bulu kuduk Shiva berdiri. Ia lalu segera melangkah lebar-lebar menuju kamarnya. Sesampainya di kamar, Shiva langsung menyembunyikan tubuhnya di balik selimut tebal.

"Mama sama Lia ada-ada aja deh. Malam-malam begini kok berenang. Apa nggak takut masuk angin?" Shiva bermonolog sambil memejamkan matanya kuat-kuat. Ia ingin kembali tidur.

Walaupun tadi ia sudah tidur beberapa jam, dari sore sampai malam, tapi rasa-rasanya ia belum puas. Ia masih ingin tidur beberapa jam lagi.

Dret! Dret! Dret!

Ponsel Shiva yang ada di atas nakas bergetar. Dengan malas, ia memeriksa ponsel tersebut. Siapa tahu ada yang penting.

"Mama? Ngapain satu rumah gini pake nelepon segala?" gumamnya sambil menggeser menu telepon berwarna hijau di ponselnya.

"Halo, Va ... kamu mau makan apa? Ini Mama lagi di restoran Padang. Mau rendang sapi atau ayam?" tanya ibunya dari seberang sana.

Tunggu!

Otak Shiva yang pas-pasan langsung bekerja dengan keras. Belum ada lima menit ia melihat ibu dan adiknya di kolam renang, sekarang ibunya menelepon dan mengabari sedang berada di restoran Padang. Jangan-jangan ... yang tadi ia lihat adalah ....

"Halo, Va ... kamu mau makan apa?" tanya ibunya sekali lagi karena tak kunjung mendapat respon dari sang anak.

"Sejak kapan Mama pergi? Mama pergi sama siapa?" Bukannya menjawab, Shiva malah melontarkan pertanyaan kepada ibunya.

"Sejak habis magrib tadi. Ini Mama sama Papa juga sama Lia. Kamu sih tidur kayak mati. Harusnya kita bisa makan malam di luar, kalau gini kan akhirnya dibungkus."

Shiva melihat jam yang ada di pergelangan tangannya. Sekarang sudah pukul sembilan malam. Dan ternyata ... ia sudah tidur cukup lama. Dari jam empat sore sampai jam sembilan malam.

"Shiva ... kamu mau makan apa? Buruan, ah! Mama capek nih, mau cepet pulang."

"Kok Mama pergi nggak bilang-bilang, sih?" Lagi-lagi Shiva malah melontarkan pertanyaan kepada ibunya.

"Mama sudah bangunin kamu sampe berbusa. Tapi kamunya nggak bangun-bangun. Tidur kok kayak mati," omel ibunya dari seberang sana. Walaupun sedang mengomel, tapi suara ibunya tetap enak didengar. Pasalnya, pembawaan sang ibu sangat lemah lembut.

"Rendang sapi aja, Ma," ujar Shiva dengan lemas.

Shiva tak begitu mendengar apa respon dari ibunya di seberang sana. Ia menaruh kembali ponselnya di atas nakas begitu sambungan telepon telah terputus.

Shiva kira, ia tidur belum lama. Tapi ternyata, sudah sangat lama. Saking nyenyaknya ia tidur, ia sampai tak sadar saat dibangunkan oleh ibunya dari luar kamar. Ya, setiap tidur, Shiva selalu mengunci pintu kamarnya.

"Ya ampun!" Shiva menutup wajahnya dengan bantal begitu sadar dirinya sedang sendirian saja di dalam rumah.

Rumah tersebut memang tidak besar, hanya ada dua lantai saja. Akan tetapi, saat sendirian saja seperti sekarang ini, rasa-rasanya rumah tersebut menjadi sangat-sangat luas.

Gubrak!

Shiva mendengar suara sesuatu benda yang jatuh di luar kamarnya. Akan tetapi ia tidak mau memeriksanya. Ia masih trauma, takut melihat hal-hal yang tidak diinginkan.

Selama ini, Shiva tidak pernah melihat makhluk halus. Baru kali ini ia mengalami hal mistis yang tidak bisa diterima akal sehatnya.

Shiva bukan anak yang pemberani. Menonton film horor beramai-ramai saja ia tidak berani. Apalagi jika melihat makhluk halus sungguhan? Mungkin ia akan pingsan.

Beruntung tadi yang ia lihat adalah jelmaan adik dan ibunya. Kalau ia melihat sosok asli makhluk halus tersebut ... entahlah. Ia tak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya.

"Ya ampun, lagi tegang gini malah kebelet pipis segala," oceh Shiva sambil berjalan menuju toilet.

Setelah selesai dan hendak membuka pintu kamar mandi, langkah Shiva terhenti karena ia melihat sesosok perempuan dengan tampang sangat menyeramkan. Perempuan tersebut berdiri tepat di depan pintu, menghalangi langkah Shiva yang akan keluar.

Mata perempuan tersebut melotot tajam, lidahnya terjulur panjang, dan ada tali yang mengikat lehernya.

Shiva tidak bisa teriak. Ia hanya mematung dengan wajah yang sangat pucat pasi. Nafas perempuan itu sangat memburu, dan jantungnya berdetak tidak karuan.

Sosok hantu perempuan tersebut tertawa sangat keras sekali. Tawanya sangat memekakkan telinga Shiva.

Darah segar menyembur-nyembur keluar dari mulutnya yang lebar. Saking lebarnya ia membuka mulut untuk tertawa, mulutnya sampai sobek. Terbentang dari pipi kiri ke pipi kanan.

Darah itu membasahi hampir di seluruh area kamar mandi. Termasuk tubuh Shiva juga tak luput dari semburan darah dari hantu tersebut.

Shiva yang semakin lemas, jatuh pingsan di lantai kamar mandi yang dingin.

💀💀💀

"Shiva ... kamu kenapa, Sayang?"

Perlahan-lahan Shiva membuka matanya saat mendengar suara lembut ibunya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali. Dalam hatinya bertanya-tanya, ini mama asli atau bukan?

Shiva sudah terbaring di atas kasur, bukan di kamar mandi lagi. Tadi orangtuanya membuka kamar Shiva menggunakan kunci cadangan karena Shiva tak kunjung membukakan pintu, padahal mereka sudah berteriak kencang sekali.

Begitu melihat Shiva pingsan di kamar mandi, mereka semua shock. Mereka lalu memindahkan Shiva ke atas kasur yang nyaman.

"Mama?" lirih Shiva nyaris tidak terdengar.

Hana mengangguk sambil tersenyum manis. "Iya, ini Mama. Kamu kenapa? Kok sampai pingsan di kamar mandi?"

Untuk meyakinkan dirinya, Shiva meraba tangan ibunya yang ada di atas kasur.

Nyata.

Ya, tangan itu sangat nyata. Otomatis, kali ini ibunya asli. Bukan penampakan makhluk halus seperti tadi.

"Kamu kenapa?" tanya Hana sekali lagi.

Belum sempat Shiva menjawab, ayah dan adiknya masuk ke kamar sambil membawa segelas air mineral.

"Minum dulu, Kak," ujar Amilia sambil menyodorkan gelas yang ia bawa.

Shiva mengangguk. Dengan dibantu ibunya, ia bangun dan lalu meminum beberapa teguk.

"Kamu kenapa? Kok sampai pingsan di kamar mandi?" tanya Joni seraya duduk di pinggir kasur anak gadisnya.

Shiva terdiam. Ia bingung. Harus menceritakan semuanya kepada keluarganya atau tidak? Pasalnya, di dalam anggota keluarganya, tidak ada satupun yang percaya hal-hal mistis. Kalau Shiva bercerita, bisa jadi ia akan dikatai berhalusinasi.

"Nggak papa, Pa. Mungkin aku kecapekan aja," jawab Shiva asal.

"Kakak sih, kebiasaan. Maraton drakor nggak tanggung-tanggung. Nonton drakor sih boleh-boleh aja, asal jangan lupa waktu. Kalau sampai sakit kayak gini kan keluarga juga yang susah." Amilia ceramah layaknya orang dewasa.

Shiva sangat ingin menyentil bibir adiknya yang menyebalkan itu, akan tetapi kondisi fisiknya masih lemas. Sehingga ia lebih memilih diam daripada meladeni adiknya itu.

Ting! Ting! Ting!

Ponsel Joni berdering beberapa kali. Laki-laki paruh baya itu lalu izin untuk menerima telepon di luar kamar.

"Kamu pasti pingsan karena kelaparan. Mama bawain makan malam ke kamar, ya?" tawar Hana dan di-angguki oleh Shiva.

Jujur saja, perut Shiva sudah sangat keroncong. Energinya mendadak terkuras akibat melihat penampakan makhluk menyeramkan tadi.

Shiva memperhatikan penampilannya. Ia masih memakai pakaian yang tadi. Syukurlah darah tadi sudah tidak ada. Kalau masih ada, Shiva tidak tahu harus menjelaskan bagaimana kepada keluarganya.

💀💀💀

Hai mentemen ✋

Selamat membaca, jangan lupa tinggalkan jejak di tulisan ini, ya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro