Prolog

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Stories that I haven't yet spat out, flow out and regret crawls up on my face

Outro: Tear

"Anak Appa yang pintar. Tidak menangis walau ditinggal eomma," ujar Minjoon dengan penuh rasa bangga pada bayi mungil dalam gendongannya. Ibu Yoongi, sekaligus istri Minjoon sudah pamit pergi tiga jam yang lalu.

Tanpa memberitahu alasan, perempuan yang seharusnya mengasuh anaknya yang baru berusia beberapa bulan pergi dan tak memberi tahu akan ke mana. Lagipula hari ini ia tengah libur. Ayah muda ini merasa bisa sendirian dan nyatanya memang cukup cekatan dalam menjaga Yoongi yang terus tersenyum ditimang-timang manja oleh sang ayah.

Minjoon juga tidak bisa menghentikan sang istri. Sebagai suami yang mencoba mengerti maka ia tak mempermasalahkan. Jelas seorang ibu yang belum lama melahirkan perlu waktu untuk diri sendiri agar terlepas dari rasa penat bahkan tertekan mungkin.

Namun, dirinya tak melihat raut tertekan pada istrinya dan cukup membuatnya sedikit lega. Mengingat perempuan tersebut begitu bermuram durja di hari pernikahan mereka. Meski begitu, Minjoon tidak keberatan. Ia belum pernah jatuh cinta sebelumnya dan menurutnya, Dami ialah perempuan yang cocok untuk menjadi istri sekaligus ibu dari anaknya.

Wajah polos Yoongi sontak menghangatkan hati si ayah muda dan langsung mencium kedua pipi gembil anaknya. Pernikahannya dengan Dami menghadirkan Yoongi dalam kehidupannya. Ia tak menyesal walau pernikahan itu sebuah perjodohan. Toh, akhirnya kehidupan rumah tangga mereka sekarang lengkap.

Yoongi begitu tenang hari ini. Hal itu membuatnya bersyukur karena tidak kesulitan dalam mengasuh. Lelaki dengan pakaian santainya berupa kaos tanpa lengan dan celana tiga perempat tersebut sudah menidurkan anaknya dalam keadaan kenyang dan dipindahkan ke dalam kamar.

"Apa maksudmu??" teriak Minjoon pada lelaki di hadapannya, juga melirik pada sang istri yang justru duduk di sebelah pria tersebut. Tatapannya ingin meminta penjelasan, tetapi Dami justru bungkam seribu bahasa.

"Aku mencintai istrimu bahkan sebelum kau menikahinya," ucap si lelaki bernama Jang Hyuk dengan nada kelewat tenang. Seolah pengakuannya barusan seperti sebuah basa-basi di warung kopi.

"Lalu apa? Kau tak bisa begitu saja merebutnya dariku. Kami yang menikah, bukan kau!" Emosi suami sah Dami sudah mengepul di atas ubun-ubunnya, tak habis pikir.

Jelas ucapan lelaki yang lebih tinggi hanya beberapa senti dari Minjoon sudah tidak waras. Membanggakan rasa cinta di hadapannya seolah pernikahan sakral yang sudah pasutri tersebut jalani hampir setahun tidak ada apa-apanya.

Dan yang Hyuk katakan barusan sungguh tidak masuk akal. Kekasih masa lalu? Hubungan mereka masih berjalan sampai sekarang? Apa pula istrinya yang datang ke rumah bersama pria tersebut dan terus diam membisu sepanjang percakapan absurd atau lebih tepatnya dua lelaki yang ngotot dengan pendapatnya masing-masing.

"Pergi!" teriak Minjoon yang dengan gerakan tangannya berusaha mengusir.

Pun Dami hanya berani menatap, mungkin merasa kaget karena mendengar nada tinggi suaminya yang belum pernah ia dengar sebelumnya. Bahkan Minjoon tak melihat eksistensi sosok yang mengaku menjadi kekasih istrinya saat pernikahan mereka. Juga tidak pernah sekalipun Dami menyebut nama si lelaki. Bagaimana bisa yang barusan dikatakan sebagai sebuah kebenaran?

Minjoon memastikan mobil Hyuk benar-benar menjauh dari tempat tinggalnya. Setelah itu netranya kembali menatap sang istri yang duduk terpaku di ruang tamu. Ia mendekat, ingin duduk di samping perempuannya. Namun, gerakan Dami yang menggeser dirinya agar sedikit menjauh membuat sebelah alisnya menukik naik.

"Jelaskan padaku," cetus Minjoon dengan suara berat, berusaha untuk tidak emosi. Semua ini pasti ada penjelasan.

huuueeee huuuueeee

Bayi mereka menangis. Yoongi terbangun dan suara tangisannya begitu kencang. Mendengar itu, membuat Minjoon berdiri dari tempatnya sebelum mendengar penjelasan dari Dami.

"Cup cuuup cuup." Yoongi tidak mau tenang, padahal sebelumnya ia sudah memberi makan. Mungkin jika didekatkan dengan ibunya maka anak itu mau tenang. Akhirnya Minjoon membawa bayi mungil mereka menuju ke ruang keluarga.

Segera sang ibu menghampiri anaknya dan mengambil alih Yoongi dalam gendongan. Benar saja, beberapa menit setelah ditimang-timang dan mendengar suara merdu Dami membuat bayi dengan lemak gemas di pipinya tersebut tenang. Yoongi mengerjap imut hingga membuat kedua orang tuanya tersenyum dan melupakan percakapan yang barusan ingin dibahas.

Setidaknya hanya Minjoon yang lupa. Jika saja sang istri tidak berucap kembali, "Lelaki tadi memang kekasihku, Joon. A-aku masih mencintainya."

Sepersekon dunianya terasa berhenti berputar. Ia melihat pada kedua orang yang begitu ia cintai dengan tatapan kosong. "Aku tidak mengerti," tuturnya pelan. "Kau benar-benar berselingkuh dengannya di belakangku? Selama ini?!"

Dami memberanikan diri menatap mata suaminya. Tubuhnya mulai gemetar dengan derai air mata di pelupuk. Ia menarik napas panjang sebelum berujar lirih, "Ceraikan aku."

"Apa kau sudah gila?!" Minjoon mulai tersulut emosi. Bahkan nada bicaranya kini naik beberapa oktaf hingga membuat Yoongi kembali terbangun. Netranya menatap bayi mungil yang tengah menangis dalam gendongan istrinya.

"Setidaknya pikirkan Yoongi. Bagaimana bisa kau meminta cerai, sedangkan ada Yoongi di antara kita?!" lanjutnya membuat Dami kembali menunduk.

Ibu muda itu terdiam beberapa saat. Pikirannya terus berputar untuk menimbang keputusan apa yang patut ia ambil. Hingga beberapa detik setelahnya ia menarik napas panjang, memantapkan hatinya dengan jalan yang ia pilih.

"Anak ini bukan anakmu, Joon ... a-aku telah mengandung Yoongi sebelum malam pertama kita."

Minjoon menatap nyalang pada istrinya yang hanya bisa menunduk. Jelas sekali kilatan amarah dalam pandangannya. Tengannya mengepal kuat kemudian memukul sisi dinding tepat di sebelah Dami. Membuat perempuan itu melonjak kaget, tetapi segera beringsut memeluk putranya yang menangis dalam gendongan.

Tidak puas dengan itu, Minjoon beralih membanting meja hingga terbalik. Mengabaikan tetesan darah segar yang mengalir di permukaan tangannya. Luka di dalam hatinya jauh lebih menyayat ketimbang pukulannya pada benda-benda di ruangan itu.

Kondisi ruang keluarga sudah acak-acakan. Tidak kalah kacau dengan isi hati dan pikiran sepasang suami-istri itu. Suara tangis bayi yang kian pecah dalam gendongan sang ibu tak kunjung tenang, semakin menghancurkan perasaan kedua orang tuanya.

Min Dami hanya bisa meringkuk di ujung ruangan seraya memeluk Yoongi. Ia berlindung di samping lemari besar agar terhindar dari lemparan asal Minjoon terhdap benda-benda di sekitarnya. Dalam hati ia terus merapal doa dan meyakinkan diri jika ini adalah keputusan terbaik. Menjalani kehidupan bersama orang yang benar-benar ia cintai adalah tujuannya.

Memutus logika, juga mengabaikan fakta yang ada. Berbekal kepercayaan jika dirinya akan bahagia bersama orang yang ia yakini mencintainya seumur hidup. Maka ia meninggalkan pernikahan sakral bersama sang suami yang teramat mempercayainya.

Kim Minjoon, merasakan dunianya runtuh dalam sesaat. Putra pertama yang ia bangga-banggakan beberapa bulan terakhir, ternyata bukan darah dagingnya. Keputusan sang istri yang tiba-tiba saja ingin mengakhiri pernikahan mereka membuatnya kacau. Luruh sudah pandangan keluarga bahagia yang selama ini ia yakini dalam hidupnya.

"Pergilah ... bawa anakmu bersamanya. Aku akan mengurus surat cerai setelah ini."

Tbc ...

Terima kasih sudah membaca 💜

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro