Part 17

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rendi memasuki ruangan kelasnya. Sesekali dia menengok ke belakang karena dia melihat sosok makhluk halus seperti gendruwo. Makhluk halus itu terus saja memandanginya dan melirik ke temannya yang duduk di belakangnya. Sepertinya makhluk itu ingin menganggu temannya. Benar saja, beberapa saat kemudian, teman yang duduk di belakang Rendi kesurupan, dia berteriak-teriak tak karuan dan menjebleskan kepalanya di meja. Rendi bangkit dari duduknya dan menghampiri temannya itu. Suasana kelas menjadi ricuh, banyak teman Rendi yang ketakutan berhamburan keluar kelas.

"Keluar dari tubuh temen gue!" suruh Rendi.

"Nggak akan!" Makhluk halus itu semakin menjadi-jadi. Matanya melotot ke arah Rendi.

Rendi akhirnya membacakan doa ayat kursi dan makhluk itu terasa kepanasan. Setelah selesai membacakan ayat kursi, teman Rendi pingsan dan Rendi mengusap wajah temannya menggunakan air yang dibawanya.

Suasana kembali kondusif, teman-teman Rendi yang keluar kelas kembali ke dalam kelas.

"Lo berani banget, Ren?" tanya teman Rendi bernama Uki.

"Gue cuma bacain doa aja, seharusnya kita sebagai manusia jangan takut dengan bangsa jin karena derajat kita labih tinggi." Rendi menepuk bahu Uki. Teman Rendi yang kesurupan akhirnya tersadar dan dia diberi segelas air minum yang diberikan salah satu dosen.

"Lo udah nggak apa?" tanya Rendi pada Jamal yang tadi kesurupan.

"Gue udah nggak apa." Jamal terlihat masih shock.

"Lain kali jangan ngalamun. Bahaya."

Jamal mengangguk menggerti.

"Thanks, Ren," kata Jamal.

"Sama-sama.
    ****
Rendi memandangi kalung yang sama seperti yang dipakainya sekarang. Semenjak dia mengambil kalung itu dari kamar orangtuanya tanda tanya masih menghantui dirinya. Sebab percuma saja dia menanyakan hal tersebut pada orangtuanya, mereka tidak akan menjelaskan tentang kalung peninggalan kakeknya.

Rendi menghela napas panjang. Kejadian di kampus tadi membuatnya sedikit ketakutan sendiri. Dia takut bernasib sama dengan kakeknya yang meninggal karena mengusir hantu. Rendi akhirnya memilih membuang pikiran itu jauh-jauh karena dia percaya hidup dan mati sudah ada yang mengatur.

"Gue pengin jadi manusia normal seperti yang lain," gumam Rendi.

Terkadang pengelihatan yang dilihatnya sangat menganggunya, ditambah lagi muncul di saat yang tak terduga.

Rendi menggelengkan kepalanya dan merebahkan tubuhnya di kasur dan dia tertidur lelap untuk beberapa saat.

Tak terkira kakek Rendi datang ke mimpinya. Dia menyuruh Rendi untuk menyatukan kalung itu jika Rendi ingin menjadi manusia normal.

"Cu, kalau kamu ingin menjadi manusia biasa satukan kalung yang kamu pakai dan yang berada di kotak berwarna cokelat itu."

Rendi terbangun dari tidurnya, seolah perkataan kakeknya di dalam mimpi masih terngiang dalam kepalanya. Segera Rendi mengambil kotak itu dari kolong tempat tidurnya, lalu melepaskan kalungnya, menaruh kalung ke dalam kotak yang dimaksud kakeknya dan mengembalikannya ke dalam kolong tempat tidurnya.

"Habis ini gue bakal jadi orang normal, "kata Rendi senang.

Rendi mengambil ponselnya dan menelepon Dita untuk memberitahukan kabar mengembirakan.

Drt
Drt

Ponsel Dita berbunyi dan dia segera mengangkatnya.

"Ada apa, Ren?" sambung Dita di dalam telepon.

"Aku ada kabar bagus, Dit!"

"Apa?" Dita penasaran dengan apa yang akan dibicarakan Rendi
karena terlihat dari nada suara Rendi seperti orang yang ketiban rejeki.

"Gue udah jadi manusia normal," jelas Rendi.

"Jadi?" Dita menutup mulutnya dengan tangan kirinya.

"Iya, aku udah bisa melepaskan raga sukmaku itu, Dit."

"Bagus, deh, tandanya kamu nggak bisa muncul tiba-tiba lagi." Dita terkekeh mengingat Rendi yang suka muncul secara tiba-tiba.

"Iya."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro