RAIN : 13

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Happy reading!

***

Sepasang netra mengerjap ke sekeliling ketika dirasa hangat mentari pagi mengenai kulit tubuh bagian atas yang tidak dibalut apa pun. Meski udaranya cukup dingin, tetapi silau yang menembus kaca jendela tidak bisa diabaikan oleh lelaki yang rambutnya kini acak-acakan usai menggaruknya asal.

Kaki panjangnya bergerak, menimbulkan bunyi gesekan pada selimut tebal yang semula menutupi tubuh setengah telanjangnya, lalu mencoba menegakkan dirinya di atas lantai dengan agak sempoyongan. Aroma sisa-sisa alkohol semalam menguar dari mulutnya yang menguap.

Dirasa sudah berdiri dengan tegak, ia memandangi sejenak pantulan dirinya pada cermin yang tepat berada di sisi lemari—yang pintunya sedikit terbuka dan di dalamnya terdapat pakaian yang digantung dengan asal. Bibirnya tersenyum masam begitu tahu dan sadar apa yang telah ia perbuat semalaman penuh. Ada bekas-bekas kemerahan di sekujur tubuhnya yang berotot dan cukup terlatih. Pun sisa-sisa aktivitas yang menyita waktu selama lebih dari enam jam tersebut. Dirinya semakin terlihat kotor dan terasa menjijikkan. Embusan napas jengah lolos begitu saja dari mulutnya.

Tangannya terjulur untuk mengambil kemejanya yang tersampir di pinggir ranjang. Selama sekitar lima detik gerakannya tertahan di tempat. Memandangi lembaran won yang berserak di sana serta seorang wanita yang masih bergelung di balik selimut. Lagi-lagi, bibirnya menyunggingkan senyuman kecut. Ia segera melangkah pergi setelah mengambil uang-uang tersebut. Berusaha semaksimal mungkin untuk menekan cairan yang merebak pada pelupuk mata.

***

"Jadi, kemarin kau dan Yoongi-hyung diserang oleh orang-orang tidak dikenal? Bagaimana bisa?" Taehyung yang menanggapi pertama kali usai Jungkook menjelaskan apa yang terjadi di lapangan dekat kompleks rumahnya kemarin.

Sekarang mereka sedang berkumpul di kantin paling pojok dekat stan yang menjual kudapan ringan dan minuman dingin kemasan kaleng. Seperti biasa pula, pada jam-jam siang menjelang sore begini kantin sudah cukup sepi. Bel masuk juga sudah berdering beberapa menit yang lalu. Lalu, untuk apa lagi mereka di sini? Ya, tentu saja membolos seperti biasa. Apalagi di kelas Jungkook dan Taehyung sedang diajar guru Choi yang membosankan. Bukannya belajar di kelas, yang ada malah ketiduran sampai bel pulang.

Hari ini Jungkook memang sudah bebas dari hukuman skors. Meski seluruh badannya masih ngilu, tetapi ia terlalu sehat untuk berdiam diri di rumah seperti orang sakit. Begitu pula Yoongi yang pagi-pagi sekali sudah berangkat lebih dulu karena mendapat giliran jadwal piket.

Sejauh ini tidak ada yang terluka parah. Hanya saja, kemarin dirinya sudah terlalu kewalahan dan kelelahan menghadapi orang-orang itu, sampai harus ada drama kehilangan kesadaran. Dan sayangnya ia sempat demam tinggi setelah itu. Beruntung Yoongi merawat dan menjaganya dengan teramat sangat baik meskipun keadaan Yoongi sendiri tidak begitu bagus.

"Entahlah," balas Jungkook. Kini ia mengetukkan telunjuknya pada botol air mineral miliknya dengan tempo teratur. "Kakakku hanya mendapat pesan singkat sebelum orang-orang itu datang," akunya.

"Dari siapa?" Jong In mendekatkan kursinya agar bisa mendengar penjelasan Jungkook.

"Kalau tahu, buat apa kita sekarang berkumpul dan membicarakan hal ini?" sela Jihoon dengan nada tidak sabaran. Hari ini suasana hatinya juga sedang tidak bagus. Entah karena Changbin yang tiba-tiba muncul di rumahnya dan berakhir dengan makan malam bersama, atau karena hal lain. Yang jelas sekarang bawaannya emosi melulu.

"Ck! Anak kecil satu ini, benar-benar. Kau sedang datang bulan, ya?" Jong In sebal sendiri. Jihoon meliriknya singkat, lalu menyembur, "Dasar sinting!"

"Ya! Mulutmu—lihatlah mulut tak tahu diri itu!" Jong In menjadi heboh sendiri. Hampir saja menghampiri adik kelasnya itu guna menyentil dahinya, namun segera dihalangi oleh Taehyung yang duduk di antara mereka berdua.

"Kalian selalu saja membuat keributan," lerai Taehyung yang kemudian mengambil dompetnya di saku celana, mengeluarkan dua lembar uang lima puluh ribu won dari sana, dan menempelkannya di dahi Jong In serta Jihoon. Keduanya langsung terdiam.

"Nah, begini kan bisa diam," ujarnya. Kemudian duduk tenang kembali tanpa memedulikan ekspresi Jong In dan Jihoon yang sudah girang.

Jungkook yang terpaksa menjeda obrolannya hanya bisa menggelengkan kepala seraya berdecak penuh keheranan. "Giliran diberi uang saja kalian bisa diam," cibirnya.

"Ya, bagaimana lagi, hyung. Rezeki seperti ini tidak boleh ditolak," balas Jihoon dengan kekehan kecil.

Berusaha mengabaikan, Jungkook kembali pada perbincangan sebelumnya. Mengenai orang di balik penyerangan terhadap dirinya dan juga kakaknya kemarin. Jujur saja, di kepalanya hanya ada dua nama yang memiliki kemungkinan terbesar. Siapa lagi kalau bukan Jeon Wonwoo dan Song Mino?

Mereka berdua selalu terlihat mencurigakan meski dalam hal ini—entah benar atau salah—tidak melakukan satu hal pun untuk mengirim orang-orang itu. Kalau memang iya, tujuannya pun juga masih dipertanyakan. Mungkin saja karena kurang kerjaan atau bagaimana, Jungkook juga tidak bisa mengerti. Yang jelas, dia percaya kalau salah satu dari kedua orang itu ikut terlibat. Entah Wonwoo, entah Mino.

"Menurut kalian, apa hubungan Wonwoo dan Mino?" tanya Jungkook. Matanya menilik satu per satu teman-temannya yang duduk di hadapannya. Dia tidak pernah tahu kalau Wonwoo mungkin berteman dengan Mino setelah mereka berpisah. Karena sebelum itu, dia tidak pernah melihat wajah Mino dalam lingkar pertemanan Wonwoo.

"Mino murid baru, dan dia sering terlihat bersama-sama dengan Wonwoo. Mungkinkah mereka berteman sebelum ini?" Taehyung menerka. Dagunya diusap kecil menggunakan jari telunjuknya.

"Ah, jadi mereka memang sudah bersekongkol sejak awal?" timpal Jong In. "Lagaknya seperti kertas tanpa goresan tinta. Pura-pura tidak mengerti apa pun, ck!"

"Aku tidak pernah tahu berengsek itu ternyata berteman dengan Mino," Jungkook mengukir senyum miring. Padahal Mino dan Yoongi-hyung satu sekolah dan satu kelas. Sudah pasti mereka mengenal satu sama lain. Tapi Jeon berengsek itu?

Jungkook mendengus dengan air muka yang dipaksa tenang setelah memikirkan beberapa kesimpulan di kepalanya. Baru-baru ini dia tahu bahwa kakaknya, Min Yoongi, pernah begitu dekat dengan Song Mino saat duduk di bangku SMP. Tidak sulit menemukan bukti, karena ia bisa dengan mudah menemukannya di laci meja belajar Yoongi yang menyimpan foto lamanya bersama Mino. Juga di buku kelulusan sekolah Yoongi.

Sayang sekali ia tidak bisa melihat lebih banyak halaman karena Yoongi hampir saja memergokinya saat itu. Terpaksa ia harus membuat alasan agar bisa keluar dari situasi yang serba mendesak tersebut.

"Kalau begitu, apa rencanamu selanjutnya, hyung?"

Jungkook tampak berpikir dengan wajah serius andalannya. Lalu melirik Jihoon sambil mengembangkan seringai kecil di bibir.

"Tentu saja memberi mereka pelajaran. Memangnya apalagi?" tuturnya.

"Tapi, kan, belum tentu mereka yang mengirimkan orang-orang itu. Bukankah itu cuma asumsimu?" Jong In memakan roti lapis isi keju sekembalinya dari stan makanan ringan. Sebelah tangannya yang lain menggenggam susu stroberi yang sudah setengah diminum. Dari mana lagi, kalau bukan karena uang yang diberikan Taehyung secara cuma-cuma.

"Telan dulu makananmu, baru bicara," Taehyung mencibir.

"Selama ini asumsiku tidak pernah meleset," balas Jungkook percaya diri. "Lihat saja, di antara kedua orang itu, pasti akan kubuat tulangnya patah." Kemudian bangkit dari sana dengan kedua tangan yang sudah terkepal kuat.

"Bocah gila. Poinnya sudah hampir penuh begitu, masih berani cari gara-gara." Taehyung kembali mencibir dengan suara teramat sangat pelan setelah Jungkook memutuskan untuk beranjak lebih dulu.

"Yang keras, dong, kalau bicara." Jong In menimpali, yang langsung dihadiahi sebuah jitakan keras oleh empunya.

"Ya! Kim Taehyung!"








To be continued...
Besok lagi ehe

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro