Chap 10 (END)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Alhamdulilah selesai juga!" kata Rangga yang sudah beres mengemas barang pesanannya dan menumpuknya di pojok ruangan.

"Alhamdulillah." sahut ketiga temannya itu.

"Eh, berarti nanti malam gak tarawih lagi ya? Kan besok udah mau lebaran." kata Supri.

"Iya. Tapi kamu mau ikut takbiran enggak?" tanya Yandi.

"Takbiran keliling kampung?"

"Bukan, takbiran di masjid bareng-bareng." kata Dimas.

"Yah aku maunya yang keliling kampung, kan seru tuh bisa keliling pake mobil ehehe."

"Maunya kamu itu mah." kata Rangga sambil beranjak dari tempat duduknya dan menaruh kardus terakhir di pojokan.

Dimas melihat tumpukan kardus yang nampaknya sudah banyak itu, "Mau dikirim kapan Ngga?"

"Nanti sore ku kirim. Kalian kalau nggak sibuk juga tolong kirim ya."

"Kemana?" tanya Supri.

"Ke rumah pakde Burhan."

"Semuanya?"

"Iya." kata Rangga sambil menganggukkan kepalanya.

"Ya sudah kalau begitu nanti sore kita antar ya, sekarang aku mau istirahat dulu."

"Oke. Terima kasih ya sudah mau direpotin."

"Sama-sama. Yuk pamit, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Ketiganya pulang ke rumah masing-masing, mengerjakan aktifitas pribadinya. Dimas membantu bapaknya membersihkan halaman depan dan mengecat ulang pagar rumahnya yang tampak berkarat, Yandi melayani pembeli dan membagikan thr berupa biskuit, sirup, dan sembako sementara Supri sibuk mengurusi pemakaman. Selagi keempat anak muda itu bekerja di sisi lain mbah Haryo sedang bersiap untuk pergi ke pasar, dengan membawa uang tabungan secukupnya, memakai peci dan sandal mbah Haryo pun bergegas berangkat.

"Bapak mau kemana?" tanya Bagas.

"Mau ke pasar nak."

"Pasar?"

"Iya. Bapak mau beli ayam buat nanti dimasak opor. Kamu sama yang lain suka opor kan?"

"Bapak..."

Mbah Haryo tersenyum kemudian beranjak meninggalkan anaknya, "Kalau begitu kamu tolong jaga rumah ya. Assalamualaikum."

"Tunggu pak, Bagas juga ikut." katanya sambil mengambil kunci motor dan langsung keluar rumah.

"Biar Bagas antar pak, nanti Bagas bantu masak ya." kata Bagas dengan penuh semangat.

"Baiklah." jawab mbah.

Mereka berdua pun langsung menuju pasar yang jaraknya lumayan jauh dari rumah mereka, menyusuri jalan yang di kanan-kirinya masih area persawahan, rumah penduduk yang jarang-jarang, pohon-pohon yang tinggi dan jalanan yang berkelok-kelok. Bagas mengendarai motornya dengan laju yang cepat di jalan yang menanjak hingga sampai di jalanan yang datar. Masih menempuh sekitar 15 menit lagi mereka mencapai pasar tersebut, setelah sampai mbah dan Bagas langsung berbelanja keperluan mereka.

                                 OOO

Malam harinya suara takbir telah dilantunkan dari masjid, suara anak-anak kecil yang melantunkan takbir dengan keras itu dibimbing oleh mereka berempat. Bagas yang baru datang setelah membantu ayahnya memasak langsung duduk di samping Rangga sambil mengucapkan salam, "Assalamualaikum Rangga."

"Waalaikumsalam mas Bagas."

"Kalian cepat banget udah disini aja."

"Iya mas."

"Takbiran kali ini gak ada yang keliling, ah bosan." kata Supri sambil merebahkan dirinya.

"Gak ada lagi korona." kata Yandi.

"Hmph." balas Supri sambil membenamkan wajahnya yang bosan.

"Oh ya mas, kami punya cerita. Mau dengar gak?" kata Dimas.

"Cerita apa?"

"Cerita waktu awal puasa. Jadi waktu itu sepulang tarawih pertama, saya dan teman-teman lewat jalan setapak di depan masjid." kata Dimas.

"Oh terus."

"Terus pas waktu jalan eh si Supri dari semak-semak malah ngagetin kita, pura-pura jadi setan."

"Si Rangga waktu itu sampai jatuh gak bisa lari." kata Yandi sambil menahan tawanya.

Yang lain hanya tertawa hingga tak terasa waktu sudah semakin larut, mereka berempat izin untuk pulang.

"Mas Bagas, kami izin pamit ya. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, terima kasih ya sudah mau takbiran bareng."

"Sama-sama mas." sahut Supri.

                                  OOO

Pagi hari yang sangat sejuk dengan suara takbir yang masih bergema, semua orang tengah berjalan ke masjid dengan hati yang penuh suka cita menyambut datangnya hari kemenangan umat muslim, yaitu hari raya idul Fitri. Tampaklah halaman masjid sudah penuh terisi oleh orang-orang meskipun hari masih pagi, bahkan matahari pun baru naik sedikit.

Pak Yusuf, selaku ustad di kampung itu memimpin sholat id dengan khusyuk. Setelahnya mereka berkeliling kampung sambil bermaaf-maafan, mulai dari kampung bawah hingga kampung atas tempat mbah Haryo tinggal. Rumah mbah Haryo sepertinya lebih ramai dikunjungi oleh orang-orang, semua tetangganya menghormatinya karena mereka tahu bahwa tinggal mbah Haryo lah satu-satunya orang tua yang masih tinggal di kampung ini.

Rangga dkk menyalami mbah dengan tulus dan penuh rasa suka cita, begitupun dengan Bagas dan anak istrinya yang datang untuk berkunjung. Saudara Bagas yang lain pun juga demikian, syukurlah mereka semua telah menjadi pribadi yang lebih baik. Bagas menyerahkan buku catatan milik bapaknya dan memperlihatkan tulisan yang sempat ia tulis sebelumnya.

"Bapak, ini ada sedikit pesan yang ingin Bagas sampaikan ke bapak."

Mbah Haryo menerima buku tersebut dan mulai membacanya,

"Bapak, terima kasih telah menjadi ayah yang baik untuk kami semua. Semenjak ibu pergi meninggalkan kami Bagas dan yang lain sangat sedih, hanya bapaklah satu-satunya yang bisa kami harapkan. Namun menjelang dewasa kami semua khawatir tentang dunia kerja, karena pekerjaan tidak bisa didapatkan dengan mudah. Tapi berkat ikhtiar, kami semua akhirnya bisa mendapat pekerjaan dan kehidupan yang layak.

Maafkan kami jika kami seolah tak mempedulikan bapak, kami hanya tak ingin kembali dengan tangan kosong melainkan kami ingin memberikan yang terbaik untuk bapak, Bagas sebagai kakak dari ketiga adik Bagas ingin mengucapkan terima kasih kepada bapak dan meminta maaf atas segala perbuatan buruk kami yang mungkin menyakiti hati bapak, minal aidzin wal faidzin nggeh pak. Mohon maaf lahir dan batin."

Mbah Haryo tersenyum sambil memeluk semua anak-anaknya, mereka larut dalam suasana haru tersebut. Sementara itu Supri dipertemukan kembali oleh Sarah, kakak perempuannya yang sudah lama bekerja. Supri menumpahkan air mata rindunya ke kakaknya itu.

"Mbak... Supri kangen sama mbak."

"Mbak juga kangen sama kamu Pri. Kamu makin tinggi saja ya."

"Hehe." kata Supri sambil tersenyum.

Rangga, Dimas, dan Yandi menikmati pemandangan sawah dan gunung yang tampak begitu indah dari ketinggian.

"Hari ini sangat menyenangkan ya." kata Dimas.

"Iya, kurasa bukan hari ini saja. Melainkan setiap hari menyenangkan." kata Rangga.

"Itu benar, setiap hari adalah hari yang menyenangkan. Walau kadang merasa sangat sulit pasti ada satu hari dimana kita kesulitan itu akan terbayarkan." kata Yandi.

"Tiba-tiba jadi sok bijak begitu." kata Rangga.

"Haha, sekali-kali juga gak papa kan?"

Mereka bertiga tertawa lepas di hari kemenangan itu, begitu pun dengan orang-orang yang menikmati idul fitri bersama orang terkasihnya masing-masing.

Tamat.

-----------------------------------------------------------

Assalamualaikum Minna, minal aidzin wal faidzin ya buat semuanya. Maafkan saya, Da Kun selaku author bila ada salah baik ucapan maupun tingkah laku yang kurang berkenan di hati para reader.

Dan terima kasih juga buat yang udah baca ori fanfic saya yang pertama. Iya ini cerita asli ngarang sendiri, bila ada kesamaan latar atau nama tokoh mohon dimaklumi aja lah ya.

Dan cukup buat kata-kata dari author nanti gak selesai-selesai lagi. Pokoknya makasih banget buat yang udah baca dan vote ini book.

Sore ja matta ne, wassalamu'alaikum wr.wb

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro