Ramalan awal

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sebuah kerumunan mengitari jalanan pagi itu. Terlihat dua orang sedang mengotong seorang perempuan berambut sebahu, yang menjadi korban tabrak lari menuju rumah sakit yang tak jauh dari sana.

Rere yang kebetulan lewat berjalan menuju kampus pun penasaran dengan apa yang terjadi, dia pun bertanya pada seorang ibu-ibu yang masih berkerumun di tempat kejadian.

"Maaf, Bu, itu tadi ada kejadian apa, ya?" tanya Rere, ramah.

Salah satu dari ibu memakai daster bunga-bunga menjawab, "Kecelakaan, Mbak, " jawabnya. "Tadi ada yang bilang namanya Helena, anak kampus Tribima."

Mendengar jawaban ibu itu, Rere menutup mulut dengan perasaan kaget. Dia kenal siapa yang dimaksud. Teman satu kelasnya di kampus.

"Bu, dia dibawa ke mana?" tanya Rere. Wajahnya sangat panik. Ada hal yang membuatnya sangatlah panik. Rere teringat sesuatu. Sebuah ramalan yang beberapa hari lalu dilontarkan oleh teman satu kelasnya bernama Iren. Iren meramal kalau beberapa hari lagi Helena akan meninggal kecelakaan, dan hari ini ramalan Iren terjadi.

"Dibawa ke situ, Mbak, " jawabnya sembari menuju sebuah rumah sakit.

Rere mengangguk. Setelah itu dia bergegas menuju kampus dan memberitahukan kabar tersebut pada temannya.

Sesampainya di kampus, Rere langsung mengabarkan kabar kecelakaan yang menimpa Helena. Beberapa teman yang sudah berada di kelas pun kaget bukan main saat mendengar kabar itu dari Rere.

Seketika seorang perempuan berbadan tinggi, dengan rambut dikuncir satu menghampiri Rere, dengan langkah sombong.

"Bener, kan, ramalan gue, si Helena kecelakaan, " ucap Iren dengan nada tinggi.

Melihat tingkah Iren, Rere menjadi sebal. Bagi Rere kurang sopan saat ada orang yang terkena musibah, Iren malah menyombongkan ramalannya yang secara kebetulan terjadi.

"Lo itu gila, ya, Ren?" Rere memasang wajah kesal pada Iren.

Iren membuang muka. Dia kembali ke tempat duduknya.

"Ingat, ya, kalian, " ujar Iren. "Ramalan gue itu nggak pernah meleset, ya. Jadi, siap-siap aja kalau guengeramal bakal kejadian."

Semua mata tertuju pada Iren. Salah dari mereka bergidik ngeri tentang ramalan yang beberapa hari lalu diucapkan oleh Iren. 

"Ren, lo stop ramal-ramal kayak gitu, " sahut Akmal.

Iren menatap Akmal tajam. "Heh... , Akmal, lo diem aja, deh, " ujarnya. "Lo mau gue ramal mati juga?"

Akmal terdiam, setelah Iren mengatakan hal itu. Cowok berambut cepak itu mulai ketakutan.

"Bener kata Akmal, longgak usah ramal-ramal gitu tahu, nggak?" Rere bertambah kesal dengan keadaan yang semakin memanas. Bukannya Iren mencairkan suasana, dia semakin keterlaluan dengan kemampuan yang dimilikinya.

Iren mengembuskan napas kesal. "Ya, bukannya bagus kalau ramalan guebbener? Kan sebelum mati yang gue ramal bisa tobat dulu."

Akmal memilih diam.

Revan menggelengkan kepala melihat perdebatan antara Iren dan Rere. Revan akui semenjak Iren menggunakan kemampuan ramalannya, suasana kelas semakin tak terkondisikan.

Tak mau berlarut-larut melihat perdebatan, Revan menghampiri Rere, menarik lembut tangan gadis itu keluar kelas.

"Van, ngapain kita keluar kelas?" Rere bingung. Sebentar lagi jam masuk perkuliahan.

"Lo tenangin diri dulu, Re, " jawab Revan. "Gue sebagai sahabat lo, gue cuma mau lo tenang hadapin si Iren."

Rere berdecak sebal. "Tapi dia keterlaluan, Van."

Revan memegang kedua bahu Rere."Udah ... biarin aja."

"Tap--"

Revan membungkam mulut Rere. "Udah, ya, diemin aja," ujarnya. "Bisa aja itu hanya kebetulan."

Rere mengangguk dan Revan pun melepaskan bungkaman.

Rere dan Revan akhirnya masuk kelas. Secara langsung mereka mendengar temannya mengumumkan berita bahwa Helena meninggal. Rere dan Revan beradu pandang. Ramalan Iren benar.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#misteri