• Mirror's Death •

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

[Tema No. 18 – CERMIN]

MIRROR'S DEATH
A Story From Lyla_ss
No : 18
General Fiction


Selasa malam, pukul 10 lebih 32 menit.

“Anion.... Cl- hm.... Br...,”

Gumamam tersebut keluar dari mulut seorang gadis, sambil memainkan jarinya diatas keyboard dengan mata yang mengantuk.

“Akhirnya!”

Ia menekan tombol ‘titik’ lalu merebahkan tubuhnya diatas kasur, membiarkan otot-ototnya beristirahat setelah melewati hari yang panjang.

000

Aku menyusuri kota, jam sudah menunjukkan pukul 6 sore dan jalanan kota yang semula sempat sepi kini mulai ramai. Aku dapat melihat beberapa siswa yang sedang berjalan pulang menuju ke rumahnya, sambil tertawa-tawa.

“Clarie?” ucapku sambil mendekati seorang siswi dengan jaket abu-abu yang sedang berjalan sendirian

“Oh! Hai Metta!”

“Sendiri lagi?” tanyaku

“Iya nih hehehe tapi sekarang aku tidak sendiri lagi kan?”

Clarie tersenyum sambil tertawa, namun tawa itu terdengar hambar di telingaku.

Kami berdua berjalan bersisian, tak ada satupun diantara kami yang buka suara. Hingga akhirnya kami sampai di kompleks perumahan Clarie yang sepi.

“Metta, kenapa kau tidak ada di sekolah tadi?”

Pertanyaan Clarie sontak membuatku menatap dirinya.

“Um... aku hanya ingin pergi ke luar, memang apa salahnya?” jawabku

“Kukira kau bakal selalu ada di sekolah,” ucapnya

Aku tertawa, “Aku bebas melakukan apapun sesukaku,”

“Enak sekali ya, menjadi dirimu, hidup serasa tidak punya beban, ucap Clarie,”

”Bukannya aku hidup tanpa beban, aku malah merasa makin punya beban.”

Kami akhirnya sampai di depan rumah Clarie, gadis itu tersenyum lebar sebelum akhirnya masuk ke dalam rumahnya.

“Ku kira kau bakal berisik lagi,” ucapku sambil mengelus anjing hitam milik keluarga Clarie yang biasanya menggonggong acap kali diriku datang.

“Hm... jadi kalian genjatan senjata kali ini?”

Clarie dengan baju dan celana training berjalan kearah kami. Ia lalu mendekati si Hitam dan melepas tali yang mengikat lehernya dengan pagar rumah.

“Kau mau mengajaknya jalan-jalan?” tanyaku

“Tentu saja, mau ikut?” ajak Clarie padaku,

Aku mengangguk samar.

Sepanjang perjalanan kami melewati lampu-lampu jalanan yang ada di jalan perumahan Clarie. Anjing miliknya tidak serewel anjing milik penjaga sekolah, sehingga kami tidak perlu berlari-larian malam ini.

“Kau tidak takut?” tanyaku,

“Hm? Tidak, lagian aku tidak jalan sendiri kan?” ucapnya,

Si Hitam-nama anjing itu berhenti di sebuah toko yang tutup, membuatku dan Clarie juga ikut berhenti.

Aku memperhatikan Clarie yang memegang kaca toko, memperhatikan bayangan dirinya yang terpantul.

“Aku tak menginginkan wajah ini,” ucapnya “ini bukan anugrah, tapi bencana.”

Ia tersenyum miris, aku menepuk bahunya.

“Kau terlalu merendah, kau itu cantik tau,”

thanks

Setelah berkeliling selama 30 menit, akhirnya kami kembali ke rumah Clarie.

“Sampai jumpa Hitam,” ucapku sambil mengelus kepalanya.

“Sepertinya kalian akan menjadi teman yang baik,” kata Clarie sambil tertawa.

“Yah... kami menjadi sekutu sekarang,”

“Sampai jumpa di sekolah,”

“Sampai jumpa.”

000

Aku berjalan di sekitar lorong sekolah, beberapa siswa yang lewat tertawa dan mengobrol. Kadang aku berpikir apakah mereka juga akan mengobrol ketika menyeberang jalan?
Mungkin saja mereka akan tertabrak mobil atau truk.

Clarie tampak seperti biasanya, dengan rambutnya yang digerai sedang membawa setumpuk kertas yang tempaknya berat.

Aku lalu berjalan di sampingnya, dan seperti biasanya ia tak menghiraukanku di sekolah. Ingin sekali ku membantunya untuk membawa kertas-kertas itu, namun sayangnya aku tak bisa membantunya di sekolah.

Setelah meletakkan tumpukkan kertas itu di  atas meja salah satu guru, Clarie lalu berjalan menunju ke halaman belakang sekolah yang biasanya sepi di jam-jam seperti ini.

“Kenapa kau pergi kesini?” tanyaku,

“Seseorang memintaku datang kesini,”

Kami akhirnya menghentikan langkah ketika sebuah kain pan jang berwarna pink jatuh dari atas pohon manga di depan kami.

Dari belakang pohon, tampak seorang cowok berkacamata keluar dengan sebuket mawar merah, kesukaan Clarie.

"Clarie, maukah kau menjadi pacarku?"

Clarie tampak memasang wajah watados.

Aku mengenali cowok itu, Ale Febrian kelas 12IPA1, seorang best speaker di lomba debat bahasa inggris beberapa waktu lalu. Menurut kabar burung, ia adalah seorang cowok lempe. Namun melihat tindakannnya yang ini, sepertinya dia adalah seorang cowok yang gentle yang terbalut kelembutan.

“Maaf, tapi aku tak bisa menjadi pacarmu,”

Jawaban telak yang selalu meluncur dari mulut Clarie,

“Kenapa?” tanya Ale lagi,

“Sebaiknya kau berkaca dahulu sebelum melakukan hal ini, memalukan.”

Ale tampak tertohok, buktinya kacamatanya melorot beberapa mikrosenti dari tempatnya berada sebelumnya.

Clarie lalu berbalik pergi, dan aku mengikutinya dari belakang. Kami tak banyak mengobrol setelah itu, lalu ia masuk ke dalam kelasnya.

000

Aku memperhatikan segerombol cewek yang sedang berkaca di toilet. Mereka tampak memoleskan bedak dan liptin ke wajah mereka. Lalu tertawa cekikikan.

Mereka lalu berpose layaknya model, tersenyum lebar. Kadang aku bertanya-tanya apakah bibir mereka sobek jika mereka terus over-smile seperti itu.

Sering kali aku ingin menggangu mereka, namun Clarie selalu memintaku untuk diam, dia bilang aku tak boleh berulah.

Setiap kali bercermin, yang tampak hanyalah bayangan dari objek yang ada di depannya. cermin adalah benda yang dapat berkamuflase dengan sangat baik. Bayangkan setiap hari ada sejuta orang yang berdiri di depan cermin, namun yang mereka perhatikan bukan cerminnya namun bayangan mereka sendiri.

“Padahal gue cantik, kok waktu pemotretan kelas kemarin, muka gue aneh ya?” ucapnya sambil kembali memperbaiki pose.

Aku langsung berwajah masam, tentu saja mereka tidak tau sebenarnya dibalik kejujuran cermin, terdapat sebuah kebohongan yang terselubung.

Berbohong dengan menggunakan kejujuran, miris sekali.

000

07.00 AM, sebuah kamar

Seorang gadis bangun dengan wajah yang berantakan ia lalu bangkit dan bercermin.

“Hm... kantong mataku tambah hitam, gumamnya sambil menyentuh bagian bawah matanya menggunakna kelingking.”

“Coba aja lo adalah cermin ajaib, mungkin hidup gue bakal sedikit berwarna,” ucapnya

ia diam sebentar lalu ia menjentikkan jari,

“Gue dapat ide!” ucapnya lalu membuka laptopnya, menekan tombol on.

“Eh... tapi..., masa harus diubah sih?”

Dia lalu bersila, menyilangkan tangan dan menunduk.

“Ah! Terserah aja!” ucapnya sambil mengetik bagian baru.

000

Clarie, dengan wajah dan seragam yang basah kuyub, pulang ke rumah.

Aku mengikutinya, mengatakan bahwa aku akan menjaganya. Meski dia menolak habis-habisan.

“Lebih baik aku mengantarmu pulang atau membalas perbuatan mereka padamu?” ucapku setengah emosi.

Aku tak habis pikir, kenapa gadis seperti Clarie harus mempunyai banyak musuh di sekolahnya. Padahal dia adalah gadis yang cantik-itu dibuktikan dengan banyaknya coklat atau buket mawar yang berisi pernyataan cinta, serta anak yang baik.

“Ja-jangan...,” ucapnya dengan bibir yang agak bergetar.

“Kau kedinginan,” ucapkku

Clarie tertawa “Tentu saja!”

Aku merentangkan tangan, ingin memeluknya.

“Stop! Lagian kalau dipeluk olehmu, aku masih tetap merasa dingin,”

“Aku jamin, kau akan merasa hangat.” Ucapkku lalu memeluknya.

Clarie diam, ia tidak mengatakan apa-apa.

Setelah beberapa menit, aku melepaskan pelukkanku.

“Jadi, ehem, Clarie apakah kau masih merasa kedinginan?”

“Ti-Tidak,” ucapnya dengan wajah yang memerah.

“Baguslah,” ucapkku 

“Metta,”

Aku yang berjalan di depannya, langsung berbalik kala ia menyebut namaku.

“Apa kau tidak ingin pulang?”

000

Kami berdua kini berada di depan sebuah cermin raksasa di belakang sekolah, tempat awal kami bertemu. Clarie memandang bayangannya sendiri, begitu pula denganku. Memandang bayangannya Clarie.

“Kau mau mengatakan apa?” tanya Clarie “Aku sudah memplototi cermin besar ini selama 10 menit, dan kau tidak mengatakan apapun.”

“Aku mencintaimu Clarie, ”

Gadis itu lalu terkejut, melotot kearahku, “Metta, candaanmu tak lucu. ”

“Candaanku gak lucu?” aku tertawa “Aku sedang seirus Clarie, coba kau lihat cermin itu.”

“Ya, aku melihatnya, Clarie menatapku hanya ada bayanganku.”

“Aku tidak bisa berbohong dan karna itu bayanganku tak bisa di tangkap oleh cermin,” ujarku

“Ta-tapi kan...”

“Kalau boleh jujur sebenarnya wajah asli kami sama seperti kalian, hanya saja beberapa dari kami memutuskan untuk mengubah wujudnya tiap kali manusia ingin melihat kami.

“Dan kalaupun wujud kami terlihat di cermin, itu artinya kami sedang berbohong,”

Clarie menatapku lama.

“Aku juga mencintaimu Metta,”

Clarie langsung memeluk tubuhku yang samar,

Brak!

Cermin besar yang ada di hadapan kami jatuh menimpa kami berdua.

000

Sebuah kamar, 9.00 PM.

Sruup....

Gadis itu meletakkan cangkir tehnya, lalu mengelap mulutnya sedikit kasar.

“Hm... setelah ini aku harus buat apa lagi yah..?”

Drrt! Drrt!!!

Gadis itu mengambil ponselnya, dan mengangkat telepon yang masuk.

“Huwatt??? Laporannya harus dikumpul besok ?!”

Ia lalu menutup teleponnya, dan menatap nanar laptopnya.

Gadis itu menutup jendela word yang aktif lalu menggantinya dengan jendela word namun dengan nama dokumen yang berbeda.

“Elah... kenapa dia baru bilang sekarang?!”

000

“Hei lihat-lihat! Ada yang berdarah!”

Beberapa siswa terlihat mengelilingi mayat seorang perempuan yang dikelilingi serpihan kaca.

Seorang pemuda dengan warna seragam yang sama namun terlihat lebih lusuh, tersenyum diantara siswa-siswa yang sedang kepo.

“Selamat tinggal Clarie...”

Ia lalu beranjak pergi dari sana, saat ia melewati jendela, bayangannya terlihat amat jelas. Di sebelah kiri bajunya terdapat tulisan.

Metta Ardika

000

Kampus, 6.00 PM

Gadis itu menatap lama-lama Ms.Word yang menampilkan berbaris-baris kalimat yang ia buat beberapa jam yang lalu.

Keningnya lalu mengkerut, seperti berpikir keras.

“Ah sudahlah, kirim-kirim aja yang penting jadi,”

Ia lalu membuka jendela chrome dan mengakses web penyedia email.

“1...2...3 Send! Yes!

Ia lalu menoleh ke samping, kearah cermin yang terdapat di dalam ruang kelas.

Yang ia lihat disana, bukanlah bayangan miliknya. Namun bayangan seorang pemuda yang tersenyum lebar kearahnya.

000

Complete
—°●°●°●°—

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro