Nona Liu (21+)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Nona Liu adalah Putri bungsu dari Panglima Hwe, ia adalah gadis cantik yang lemah lembut serta baik hati. Ia merupakan seorang tabib perempuan yang bertugas mengobati dan merawat para tentara dan juga warga desa di bagian perbatasan timur.

Masyarakat sekitar memanggilnya tabib Liu. Seorang tabib wanita satu satunya yang bertugas di perbatasan timur.

Sebuah bentrokan yang terjadi di perbatasan timur hampir saja membuat nona Liu kehilangan nyawanya jika saja Panglima Hyun dan para prajurit tidak datang tepat waktu sudah dipastikan nyawa Nona Liu tak kan tertolong lagi.

"Trima kasih Panglima Hyun, jika tidak ada anda hamba pasti sudah tiada," ucap nona Liu sopan.

"Berhati hatilah jika melewati wilayah ini nona," pesan Panglima Hyun.

"Baik Panglima Hyun," sahut Nona Liu menganggukkan kepala.

Dari sanalah awal mula Panglima Hyun dan Nona Liu bertemu. Awalnya mereka biasa saja tidak saling menyimpan rasa. Hingga sebuah kejadian membuat mereka saling mengagumi.

Kala itu, Nona Liu hendak melanjutkan perjalanannya namun kakinya tersandung yang mengakibatkan ia jatuh ke tanah dengan kepala terbentur batang pohon di dekatnya yang menyebabkan nona Liu tak sadarkan diri. Panglima Hyun yang melihatnya sontak terkejut dan langsung membopong nona Liu dan ia bawa ke benteng untuk mendapatkan pertolongan karena di sana ada beberapa tabib yang bertugas.

"Pengawal tolong panggilkan tabib kemari," seru  Panglima Hyun memberi perintah.

Panglima Hyun membawa nona Liu ke dalam ruangannya kemudian membaringkan nona Liu di atas peraduan. Panglima Hyun menyingkirkan anak rambut nona Liu kemudian menatap dalam dalam paras cantik nona Liu. Ia tersenyum kecil memperhatikan wajah nona Liu dan tanpa sadar memuji kecantikannya.

"Cantik," gumam Panglima Hyun.

Tak lama kemudian seorang tabib datang memeriksa keadaan nona Liu serta memberaihkan luka yang ada didahi nona Liu. Nona Liu terbangun ketika ia merasa dahinya terasa perih dan sakit. Ia terlonjat kaget ketika ia mendapati wajah Panglima Hyun berada di ruangan tersebut dan mencoba mengingat ingat kembali kejadian yang menimpa dirinya.

"Panglima Hyun, mengapa saya berada disini?" tanya Nona Liu heran.

"Aku terpaksa membawamu kemari nona karena kau tadi jatuh dan dahimu terbentur sebuah batang pohon yang menyebabkan kau tak sadarkan diri karena aku khaeatir terjadi sesuatu denganmu aku pun membawamu kemari," jelas Panglima Hyun tegas.

"Begitukah? jika begitu terima kasih karena telah menolong saya Panglima," ucap Nona Liu tak enak hati karena telah merepotkan Panglima Hyun.

"Hmmm... tak apa, beristirahatlah dulu di sini jika kau sudah merasa lebih baik aku akan mengantarmu pulang," ucap Panglima Hyun kemudian.

"Terima kasih panglima tapi saya di sini sedang menjalankan tugas kerajaan," tolak Nona Liu lembut.

"Tugas kerajaan?" tanya Panglima Hyun tak mengerti.

"Benar panglima, saya ditugaskan untuk mengobati serta merawat para prajurit yang terluka dan juga memeriksa kondisi kesehatan masyarakat di desa timur," jelas Nona Liu.

"Begitu rupanya, kalau boleh aku tahu siapa namamu? sepertinya wajahmu tak asing lagi bagiku," tanya Panglima Hyun tanpa basa basi.

"Nama saya Liu Panglima, saya putri dari panglima Hwe," jawab Nona Liu santun.

"Aah ya aku mengingatnya, kau teman adikku kan? Ratu Jang?" tebak Panglima Hyun.

"Ja-jadi anda ini?" tanya Nona Liu menggantung.

"Iya benar aku adalah kakak dari Ratu Jang," ucap Panglima Hyu menjelaskan.

"Oh begitu rupanya, maafkan saya Panglima jika saya tidak mengingat anda."

"Hemm, tak apa nona," ucap Panglima Hyun tersenyum tipis.

"Kalau begitu saya permisi dulu Panglima, saya hendak melanjutkan tugas saya."

"Apa kau yakin sudah baik baik saja?" tanya Panglima Hyun memastikan.

Nona Liu menganggukkan kepala. "Iya Panglima, saya sudah baik baik saja."

Panglima Hwang mengantar nona Liu menuju ke tempat tugasnya yang berada tak jauh dari benteng.

"Sekali lagi terima kasih sudah mengantar saya Panglima," ucap Nona Liu sembari membungkuk memberi hormat.

"Hemmm tak apa Liu, aku senang melakukannya."

Semenjak pertemuan singkat itu Panglima Hyun menjadi ingin tahu siapa Nona Liu dan diam diam sering memperhatikan nona Liu. Begitu juga dengan nona Liu yang ternyata juga menyimpan ketertarikan kepada Panglima Hyun. Seringnya bertemu membuat mereka berdua semakin dekat dan pada akhirnya Panglima Hyun memutuskan untuk menjadikan nona Liu seorang istri. Keputusan Panglima Hyun tersebut diterima baik oleh nona Liu yang bersedia diperistri oleh Panglima Hyun. Keputusan keduanya pun diterima baik oleh keluarga kedua belah pihak keluarga yang memang menginginkan mereka berdua segera menikah.

"Liu," panggil Panglima Hyun yang membuat Nona Liu menoleh.

"Iya, Panglima. Ada apa?" tanya nona Liu heran.

Panglima Hyun menghela nafas dalam sebelum ia memulai ucapannya. "Hemm, apakah kau mau menikah dengan ku dan menjadi ibu dari anak anakku?" tanya Panglima Hyun spontan yang membuat nona Liu terkejut sekaligus bahagia.

Nona Liu mengangguk kecil sembari menunduk tersipu malu.

"Apa itu artinya kau menerimaku Liu?" tanya Panglima Hyun memastikan.

"Iya, saya bersedia panglima," ucap nona Liu malu malu.

Panglima Hyun tersenyum senang dan untuk pertama kalinya ia memberanikan diri memeluk sang calon istri. Ia bahkan mengecup punggung tangan nona Liu berkali kali saking bahagianya.

"Terima kasih Liu, terima kasih."

"Sama-sama Panglima," ucap Nona Liu malu malu.

"Liu, bisakah kau memanggilku Hyun?"

"T-tapi?" ucap Nona Liu tak enak hati.

"Tak apa, panggil aku Hyun saja ketika kita sedang berdua," ucap Panglima Hyun yang membuat Nona Liu mengangguk menyetujui.

"Baiklah, Hyun."

Hari ini Panglima Hyun nampak tampan dengan pakaian bangsawannya malam ini ia akan melamar seorang gadis yang telah membuatnya jatuh cinta.

"Kau sudah siap Hyun...?" tanya nyonya Yi.

"Sudah bu," ucap Panglima Hyun mantap.

"Baiklah ayo kita berangkat sekarang Jang dan Joon sudah dalam perjalanan menuju kediaman Panglima Hwe."

"Iya bu."

Sebuah kereta kuda membawa Panglima Hyun beserta kedua orang tuanya menuju ke kediaman Panglima Hwe. Di ambang jalan menuju kediaman Panglima Hwe mereka bertemu dengan Raja Joon dan juga Ratu Jang yang ternyata sudah menunggunya disana. Mereka disambut dengan hangat oleh Panglima Hwe dan juga nyonya Lin. Sementara nona Liu sendiri masih dikamarnya menunggu sang ibu memanggilnya.

"Selamat datang Perdana Menteri Hwang."

"Hormat kami yang mulia Raja Joon dan Ratu Jang."

"Terima kasih," ucap Raja Joon sembari tersenyum.

"Mari silahkan masuk," ucap Panglima Hwe.

Mereka semua duduk di ruang tamu, Perdana Menteri Hwang mulai mengutarakan niatannya meminang Nona Liu untuk sang putra Panglima Hyun.

"Baiklah kedatangan kami kemari ingin meminang nona Liu untuk panglima Hyun putra kami yang pertama."

"Kami tersanjung mendengarnya, kami akan memanggil Liu untuk mengetahui jawabannya."

Liu berjalan keluar kamar diapit oleh sang ibu duduk berada ditengah tenagh kedua orang tuanya sembari tertunduk malu. Tak lama kemudia Panglima Hwe menceritakan maksud kedatangannya kemari kepada sang putri yang langsung dibalas demgan sebuah anggukan kecil yang menggemaskan.

"Bagaiaman Liu kau menolak atau menerimanya?"

"Saya bersedia panglima Hyun," ucap Nona Liu malu malu.

Setelah mendengar jawaban dari nona Liu kedua orang tua mereka berunding untuk mencari tanggal yang pas untuk mengadakan acara upacara pernikahan mereka berdua.

"Baiklah kalau begitu mari kita rundingkan tanggal pernikahannya," ucap Perdana Menteri Hwang.

Setelah berunding cukup lama kemudian kedua belah pihak memperoleh kesepakatan jika seminggu dari malam ini, mereka akan melangsungkan pernikahannya.

****

Ratu Jang memandang ke arah sepasang insan yang tengah mencuri pandang dan saling melempar senyum malu malunya. Sementara Raja Joon yang duduk disampingnya mencoba menegur sang istri.

"Mengapa kau menatapnya seperti itu?" tanya Raja Joon heran.

"Aku hanya sedang iri pada mereka berdua," ucap Ratu Jang dengan wajah sendu.

"Iri? apa yang membuatmu iri huhhh? apa aku kurang romantis?" cecar Raja Joon menatap wajah sang istri lekat.

"Hemmm mereka romantis sekali, aku tak pernah mendapatkannya dulu," keluh Ratu Jang kemudian.

"Bahkan aku selalu romantis padamu?" sanggah Raja Joon yang tak ingin di salahkan.

"Kau dulu tak seromantis itu padaku, kau bahkan sangat membenciku bukan?" ucap Ratu Jang mencoba mengingatkan Raja Joon akan sifatnya dulu.

"Kau juga, kau selalu menjaga jarak denganku dan tak membiarkanku mendekatimu," ucap Raja Joon yang tak mau kalah.

"Aah sudah lah yang terpenting sekarang bukan? sudah lah kita lupakan saja dan berhenti mendebatnya, lebih baik kita istirahat. Malam semakin larut bukan?" ucap Raja Joon mencoba menghentikan perdebatannya.

"Hemmm kau benar, maafkan aku Joon," ucap Ratu Jang tulus.

"Tak apa sayang aku tahu perasaanmu, baiklah ayo kita beristirahat sekarang," ajak Raja Joon.

Mereka berpamitan kepada Panglima Hwe dan keluarga. "Baiklah, karena hari sudah mulai larut kami mohon undur diri Panglima Hwe," pamit Raja Joon santun.

Panglima Hwe mengangguk mengerti. "Baik yang mulia," ucapnya sembari berjalan mengantarkan Raja Joon dan keluarga ke depan rumah.

Raja Joon memutuskan untuk pulang menuju kediaman Perdana mentri Hwang.

"Baiklah malam ini kita tidur di rumah ayah saja ya?" ucap Raja Joon kepada sang istri.

"Iya sayang tak apa," jawab Ratu Jang kemudian.

"Hemm, tidurlah nanti aku akan membangunkanmu ketika sudah sampai."

Ratu Jang menggelengkan kepalanya. "Tidak Joon, aku belum mengantuk," ucap Ratu Jang sembari bersandar di dada Raja Joon.

Begitu sampai Raja Joon langsung menuju ruangan milik Ratu Jang. Dan kini  mereka sudah membaringkan tubuh mereka di atas peraduan dengan posisi Raja Joon mendekap Ratu Jang dari belakang. Raja Joon mengusap lembut perut Ratu Jang membuat Ratu Jang menggeliat kegelian.

"Joon, tolong hentikan," ucap Ratu Jang mencoba menghentikan Raja Joon.

Bukannya berhenti Raja Joon justru gencar menggoda Ratu Jang. Ia dengan sengaja menelusupkan tangannya tepat di depan dada Ratu Jang. Tidak hanya itu Raja Joon sengaja memberi usapan dan pijatan lembut di sana membuat tubuh Ratu Jang meremang.

Raja Joon tersenyum melihat ekspresi sang istri. Ia pun semakin gencar menggoda sang istri.

"Apa kau menyukainya sayang?" kali ini Raja Joon memberikan kecupan pada daun telinga Ratu Jang yang membuat Ratu Jang menggeliat menginginkan lebih.

"Ahhh," erang Ratu Jang ketika Raja Joon semakin bergerak nakal mencumbu Ratu Jang.

Raja Joon membalikkan tubuh sang istri lalu mulai bergerak pelan dan lembut menggagahi sang istri yang sudah tak tahan lagi meminta lebih.

"Joonh ku mohonh," ucap Ratu Jang dengan mata sayu mengingankan Raja Joon memberinya kenikmatan yang lebih.

"Sabar sayang, kita harus melakukannya dengan hati hati," ucap Raja Joon bergerak pelan.

Dengan kondisi Ratu Jang yang sedang hamil besar Raja Joon melakukannya dengan hati-hati. Ia tak ingin membuat kedua calon pangerannya terluka di dalam sana.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro