#5

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

| RavAges, #5 | 2902 words |

KEGELAPAN LAGI. Kaki kembali terjepit, dan semuanya terulang.

Ini persis dengan ambruknya ruko yang menguburku, hanya saja saat itu aku sendirian. Kali ini, sepasang tangan merengkuh kepalaku, dan kedua tanganku menahan bobot dadanya di atasku. Aku gemetar ketakutan di bawah Alatas. Ada bongkahan logam di atas kepala pemuda itu, berkeriut turun, siap menggencetnya sampai mati. Aku mencoba berkonsentrasi, berniat meledakkan logam itu seperti yang kulakukan sebelum ini, tetapi tidak berhasil. Tidak ada yang terjadi.

Sisa pasak dan serpih tembok di sekeliling kami. Kalau kuledakkan ini semua, apakah kami akan mati terpanggang? Apa aku dan Alatas akan ikut meledak?

Ajal merosot turun di atas ubun-ubun pemuda itu. Jeritanku akhirnya pecah juga bersama isakan. Beratnya logam itu pasti seribu kilo, dan kami berdua tinggal nama di bawahnya jika ia memutuskan untuk turun seinci lagi.

"Sst ...." Kudengar Alatas bersuara. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena wajahku tersimpan rapat-rapat di dadanya. "Kau mengacaukan konsentrasiku."

Logam berbunyi lagi, tetapi kali ini ia bergerak naik. Aku mendongak untuk melihatnya lebih jelas, daguku menggesek dada Alatas. Saat itulah logam yang hampir tersingkir malah kembali berkeriut turun, membuatku menjerit lebih keras.

"Sudah kubilang," desis Alatas jengah, "kau mengacaukan konsentrasiku. Sekarang, tolong diam dan jangan bergerak barang sesenti pun, oke?"

Logam terangkat lagi, membuka ruang di atas kami. Begitu bongkah logam tersebut jatuh ke samping, Alatas bangkit dari atasku dan menghirup udara bebas. Aku ikut bangkit dan mengamati besi bengkok itu dengan ngeri. "Kok bisa—?"

"Aku Steeler," kata Alatas, seolah menjawab pertanyaanku. "Aku mengendalikan logam ... yah, walau sejauh ini aku baru bisa menggerakkannya sedikit demi sedikit. Aku belum pandai melelehkannya."

"Kau sedang bercanda?"

"Kau," kata Alatas dengan kening berkerut, "tidak tahu cara menggunakan Fervor-mu sendiri, ya?"

Aku tidak mengerti istilah yang dipakainya, jadi aku menggeleng saja. Alatas kemudian memanjat naik dari ceruk reruntuhan. Tangannya pun terulur kepadaku.

"Apa?" kataku dengan suara serak. "Mau menguburku lagi?"

Alatas berdecak, tetapi dia tidak menarik tangannya. "Dasar cewek pendendam. Mau naik atau tidak?"

Ragu-ragu, aku menyambut tangannya. Tangannya kasar, kotor oleh tanah, lecet, dan bekas luka mengular di mana-mana.

Kusisir rambutku yang kusut dengan jari, lalu berhenti setelah merasa rambutku sudah tidak punya harapan hidup lagi.

"Bisa jalan?" tanyanya, yang kubalas dengan anggukan. Alatas mengedikkan kepala agar aku mengikutinya, tetapi yang kulakukan hanya diam berdiri.

Alatas berdecak. Ditariknya tanganku. Satu tangannya yang lain meraba-raba udara. Dia memanggil nama Truck dan Erion beberapa kali sebelum sebuah tangan yang tidak terhubung dengan tubuh muncul dari udara kosong dan menariknya.

Aku menjerit, balas menarik Alatas untuk menyelamatkannya dari tangan gaib.

"Cewek berengsek!" Dari udara kosong munculnya tangan itu, menyembul keluar separuh badan Truck. Wajahnya dicoreng debu dan tanah, membuat tampang galak itu lebih menyerupai hantu ketimbang manusia.

Pria itu merenggut Alatas dengan lebih keras, membuatku ikut tertarik sampai aku menyadari ada semacam tembok transparan di sekitarnya. Kusadari ada rasa gatal menggelikan saat aku menembusnya. Medan energi—hampir seperti cermin satu arah. Kami yang di dalam bisa melihat ke luar, tetapi yang di luar melihat menembus kaca tersebut seolah kami yg ada di dalamnya menjadi tembus pandang.

Ada Erion dalam medan energi itu—tentu dia yang membuat ini semua. Di sisi Erion, Truck menyambutku dengan ekspresi Dasar-bakteri-mematikan andalannya. Tangannya masih mencengkram jaket Alatas dengan segenap otot-otot lengannya. Bukan hanya postur tubuhnya yang mencoba menggencet nyaliku, tetapi juga caranya menatap. Matanya hitam legam dan amat tajam.

"Kenapa kau membawanya?!" Truck membentak Alatas. Di sampingnya, Erion duduk tenang sambil mengutak-atik kalung senternya.

"Dia tidak bisa menggunakan Fervor-nya." Alatas mengatakannya seolah kalimat itu sudah cukup untuk membuat Truck tidak melemparku keluar. "Aku bahkan ragu dia tahu apa itu Fervor."

Aku bahkan tidak paham apa yang terjadi dan siapa yang stres di sini, Bung, kalian atau aku? Namun, aku tidak mengatakannya.

Truck mengernyit sebentar. Saat matanya bertemu dengan mataku, cepat-cepat dia pasang muka galak lagi. Ingin sekali aku menonjoknya saat dia bertanya dengan dagu terangkat, "Berapa lama kau terjebak dalam puing-puing tadi, Corona?"

Karena aku tak kunjung menjawab, Truck melepaskan Alatas dan berjalan ke arahku. Kurapatkan gigi-gigiku untuk menahan diri agar tidak tersaruk mundur. Aku tidak akan membiarkannya tahu bahwa dia berhasil mengintimidasiku.

"Kami bicara padamu, Peledak." Suaranya merendah. Bukan hanya caranya menatap, tetapi dia juga tahu cara mencungkil keberanianku dengan suara kesatnya.

Keringat dingin mengucur di punggungku saat Truck mempersempit jarak. Dilihat dari dekat, Truck benar-benar mengerikan. Satu lawan satu dengannya, aku pasti babak belur, tidak peduli aku sudah menjadi wanita bom sekali pun. Guruh mengerikan terdengar dari dalam dadanya saat Truck berkata geram, "Peledak—"

"Namaku bukan Peledak," tukasku.

"Aku tidak peduli."

"Aku peduli."—Pada akhirnya aku tidak bisa menahan lidahku. "Banci besar."

Aku mengucapkan itu dengan suara berbisik, tetapi Truck mendengarnya. Tangannya terangkat. Aku baru akan memejamkan mata dan menerima bogemnya saat tangan besarnya terhenti tepat beberapa inci dari wajah Alatas.

Entah sejak kapan Alatas berdiri di hadapanku. Punggungnya hanya berjarak selapis udara tipis dengan ujung hidungku.

Wajah Truck sendiri diselubungi kemarahan. Tangannya tertahan di udara, batal menonjok Alatas. Lalu, kusadari bahwa tangan Truck gagal membunuhku bukan karena kehadiran Alatas di antara kami. Bukan cuma Alatas yang berusaha melindungiku.

Truck menoleh ke balik bahunya, dan Alatas menatap ke arah yang sama, di mana Erion telah mencampakan senternya. Kedua tangan anak itu terentang ke depan, terarah pada Truck.

"Lepaskan!" Truck seperti memerintah kepada Erion. "Lepaskan tanganku."

Erion menggeleng. Saat itulah aku mendengar suaranya: Bicarakan baik-baik!

"Pria besar ini tidak bisa diajak bicara baik-baik," tukasku begitu saja.

Truck dan Alatas berbalik menoleh ke arahku dan menatapku dengan cara yang sama. Alatas lantas bertanya takjub, "Kau sungguh-sungguh memahami Erion?"

Aku membuka mulut, tetapi tidak berhasil berkata-kata.

Truck memelotot. "Corona, Brainware—apa lagi kau ini, Multi-fervent?"

Tidak ada kerutan kening yang bisa menandingi yang kubuat saat ini.

"Berapa lama kau terjebak di dalam puing-puing tadi?" Alatas bertanya.

Wajahnya begitu penasaran sampai-sampai aku akhirnya luluh dan menjawab, "Semalaman, mungkin."

"Dan kau tidak mencoba menyelamatkan diri menggunakan ...."—Alatas mengangkat satu tangannya, logam-logam di sekitar kami bengkok serentak. "Ini?"

"Jika saja aku tahu aku punya."

"Tunggu—kau tidak tahu Fervor? Sama sekali? Cyone? Teleporter? Fer-vent?" Alatas seperti mengeja untuk anak TK. Melihatku melongo, Alatas mengerling Truck dengan sudut bibir terangkat seolah telah memenangi sesuatu. "Benar, 'kan."

"Artinya, dia salah satu dari sekian banyak anak manja itu!" bentak Truck. "Kaum merdeka yang bahkan tidak tahu kita menderita di sebelah mereka!"

"Tunggu dulu," kata Alatas dengan nada bingung kepadaku. "Ada di mana kau saat Ledakan Fervor terjadi?"

Aku tersedak. "Ledakan apa?"

Truck mengernyit. "Wajah dungunya membuatku curiga dia bahkan tidak tahu eksistensi Herde."

"Apa?" Nada suaraku makin lama makin terdengar memohon.

"Her-de!" Alatas menekankan. "Kau punya Fervor, jadi aku berasumsi kau tahu Herde—tunggu, Peledak, kau berasal dari mana?"

"Aku ... dari Kompleks 45. Baru pindah dari Kompleks 44."

"Apa?" Alatas yang kali ini mengisi posisiku.

"Kompleks," kataku. "Pemukiman darurat yang didirikan saat NC menyerbu."

"Wow!" Truck terkekeh. Ada kesan jahat dalam seringainya saat dia berdiri menjulang di hadapan kami. "Sepertinya, aku tahu Multi-fervent ini memiliki kekuatan apa lagi di dalam dirinya."

Pria itu kembali mengangkat sebelah tangannya. Karena terlalu tiba-tiba, Erion sepertinya tidak sempat menahan truk gila itu, dan Alatas tak lagi berdiri di antara kami. Tinju Truck menghantam sisi wajahku telak. Darah menyembur dari mulut dan hidungku sebelum aku merasakan sakitnya. Aku merunduk, lalu jatuh berlutut.

"Ya, Tuhan, Truck!" Alatas berteriak. Dia kemudian berlutut di sampingku. "Hei, kau tidak apa-apa?"

"Dia tidak apa-apa." Truck berkata penuh kepastian.

Aku terbatuk dan meludahkan darah. Kepalaku pening, tetapi hanya sesaat. Tangan Alatas mengangkat daguku, matanya mengamatiku. "Wah, aneh," katanya. Ada kekaguman di sepasang mata pirusnya .... Ah, tunggu. Makin dilihat, mata itu sepertinya lebih kebiruan, bukan hijau. "Darahnya sudah berhenti."

Kuseka hidungku dengan punggung tangan. Kupikir, darahnya akan mengalir sederas air terjun. Aku menunggu, tetapi tidak ada lagi darah yang menetes.

"Cyone—bekerja untuk dirinya sendiri. Walau lemah dan lamban, tapi tak disangka-sangka bisa ke tahap akhir," jelas Truck. "Si Multi-fervent ini seorang Corona, Brainware, dan Cyone—sudah kubilang, seharusnya kita bunuh dia."

Erion menepukkan tangannya, berusaha mendapatkan perhatian kami. Duduk, dong! Bicarakan baik-baik! Irit Fervor kalian untuk Icore nanti!

Kataku, "Icore?"

"Perempuan yang tadi menyerang kita itu Icore." Alatas menjawab. "Yang menyebabkan gempa kecil."

"Kita tak harus cerita apa-apa padanya." Truck memotong dan bergerak maju seperti hendak mendorongku, tetapi terhenti. Dia menggerak-gerakkan pinggulnya, kakinya seperti disemen ke tanah. Pria itu menoleh, lalu menggeram, "Erion."

Erion tertawa tanpa suara. Ya, ampun, wajahnya manis sekali. Dan, dia berani menghadapi Truck—itu adalah poin tambahan untuknya.

Aku memandangi Alatas, menuntut penjelasan. "Jadi?"

"Jadi," Alatas berdeham. "Sejak Ledakan Fervor, bermunculan orang-orang berkekuatan aneh, yang kami sebut Fervent. Itu yang membuat Kesatuan NC datang kemari—kau tidak tahu?"

"Apa—? Tunggu! Jadi, NC pada dasarnya mencari orang-orang ... apa tadi?"

"Fervent, pengguna kekuatan." Alatas menggaruk tengkuknya. "Inilah kenapa Truck memukulmu—untuk memastikan apakah kau seorang Cyone atau bukan. Cyone itu .... Ah, Truck yang genius, mungkin kau bisa ambil alih."

Wajah Truck hampir menunjukkan kebanggaan tersendiri, tetapi kesinisannya tetap tidak bisa ditebas. "Biar saja cewek ini buta selamanya."

"Ayolah," kata Alatas.

"Mungkin dia juga tidak tahu penjelasannya," kataku untuk memancing, dan itu berhasil karena kulihat rahang Truck mengejang, tidak terima diremehkan.

"Dengar, Cyone bisa memanipulasi sebagian besar sistem tubuhmu atau orang lain—imunitas, metabolisme, regenerasi, bahkan ekskresi. Singkatnya, kau bisa menyembuhkan dirimu sendiri, atau orang lain, atau keduanya."

Cuma untuk itu tinjunya melayang ke wajahku.

Truck melanjutkan. "Cyone terlemah bisa menghilangkan luka lecet dan lebam dalam beberapa menit, yang lebih kuat mampu menutup luka tembak. Titik tertinggi Cyone adalah memberhentikan sistem metabolisme, dan pada titik tertentu—"

"Hibernasi," Alatas menyela. "Kau hibernasi. Paling tidak, kau sudah terkubur di sana selama seminggu. Cuma itu penjelasannya. Ledakan Fervor terjadi 5 tahun lalu, paparannya menyebar hingga beberapa wilayah diisolasi sebagai Garis Merah. Tapi, kau bilang kau dari kompleks. Kami tahu kompleks itu apa—pertanyaannya adalah kenapa kau bisa berasal dari sana? Kompleks hanya untuk orang normal. Fervent tidak diizinkan keluar Garis Merah, apalagi menetap di kompleks."

"Aku normal," tukasku.

"Kau baru saja meledakkan tanah," singgung Alatas. "Dan, yang membuatku yakin kau sudah terkubur selama seminggu atau lebih, karena kompleks-kompleks sudah runtuh sejak 10 hari yang lalu. Segerombolan Icore menginvasi kompleks 45 dan 44. Sedangkan Kompleks 1 sampai 6 habis terbakar dalam semalam, diserang para Calor. Orang-orang normal sudah diungsikan ke luar pulau."

"Sungguh," gusarku. "Kalian sedang mengerjaiku atau apa?"

"Ya, kami mengerjaimu," kata Truck datar. "Sana, merangkaklah kembali ke dalam tanah dan tunggu ajalmu. Jadi, kami bisa pergi seolah tidak pernah menemukan satu spesiesmu."

Aku menggeleng-gelengkan kepala. "Jadi, aku ini apa?"

"Fervent," ulang Alatas sabar. "Pengguna kekuatan. Jenis kekuatan itu sendiri disebut Fervor ... yah, aku tak terlalu pandai menjabarkan ini. Truck yang bagus dalam sejarah Fervor,"—dia melirik teman besarnya—"tapi Truck pelit ilmu."

"Berengsek," Truck menyumpah di tempat kakinya terpaku ke bumi.

"Cewek jahat yang mengejar kita tadi itu seorang Icore ...." Alatas melirik langit dengan jeri. "Icore itu jenis Fervor pertama yang ditemukan. Para Icore bisa menyalin Fervor lain selama yang memilikinya masih mengaktifkannya. Mereka juga menghasilkan listrik. Beberapa yang terkuat bisa membuat gempa kecil."

"Jadi, bukan telekinesis?" selaku. "Atau ... Peledak?"

"Bukan." Alatas mengambil tempat di sebelah Erion. "Erion inilah yang bisa menggerakkan objek tanpa menyentuhnya. Kami tak menyebutnya telekinesis, tapi Phantom. Mereka memanipulasi daya, mengubah bentuk zat—cair jadi solid, misal. Yang terkuat, seperti yang duduk di sampingku ini, bisa mencabut pohon dari akarnya. Nah, Icore sempat menyalinnya saat Erion mengaktifkan Phantom untuk menyelamatkan kita. Dan, saat Erion melepaskan kita semua jatuh ke jurang—"

"Salinan telekinesisnya pun menghilang," aku menandaskan. Aku pun paham kenapa Truck memasang tampang ngeri saat aku meledakkan tanah. Dia takut Icore menyalin kekuatanku. Dan, memang itulah yang sempat terjadi.

Aku ikut duduk, mengambil tempat di depan Alatas. Truck masih berdiri, kakinya terpaku ke bumi—ahaha, ingin sekali aku terbahak di wajahnya.

Alatas melanjutkan, "Sebagian besar orang yang terpapar saat Ledakan Fervor hanya mendapat satu Fervor. Tapi, beberapa manusia mampu menampung lebih dari satu—itulah Multi-fervent."

Aku pun paham arti panggilan sayang Truck terhadapku. "Aku Multi-fervent?"

Alatas mengangguk. "Erion dan aku juga sepertimu. Sedangkan Truck—"

Truck menggeram di belakang kami. "Beri tahu padanya, kau mati, Alatas."

Alatas tampak tidak peduli dan tetap melanjutkan, "Truck cuma punya satu, yaitu Cyone, tapi dia hebat."

"Kau bisa apa?" tanyaku. Bukannya bermaksud merendahkan, tetapi dia bahkan tampak tidak lebih cakap ketimbang bocah yang duduk di sampingnya.

"Aku punya tiga Fervor, tapi semuanya lemah, sih. Pertama, Steeler, aku mengendalikan logam. Aku juga Cyone, tapi Fervor-ku berlaku untuk orang lain—aku tidak bisa menyembuhkan diriku sendiri. Cyone yang kau punya kebalikan dariku, hanya bekerja buat dirimu sendiri, karena Cyone seorang Multi-fervent tidak bekerja dua arah. Beda dengan Fervent seperti Truck yang hanya punya satu Fervor. Nah, walau jenis Fervornya sama, setiap orang punya variasinya sendiri. Aku juga bisa mendeteksi Fervor orang lain—kemampuan itu disebut Detektor ... tapi Detektor-ku lumayan payah. Aku hampir salah menyangka ada Peredam yang terkurung di bawah tanah tadi, ternyata kau Corona."

Erion bertepuk tangan tiba-tiba. Ayo bahas Brainware-nya!

Alatas memandangiku, menungguku menjelaskan apa yang dikatakan Erion.

Kusampaikan keinginan Erion, "Dia ingin membahas Brainware."

"Kau yang ingin membahasnya!" gerung Truck. "Kau ingin mempelajari kekuatanmu lebih jauh dan membunuh kami semua."

Mengabaikan Truck, Alatas menjelaskan dengan sukarela, "Brainware bisa dibilang Fervor langka—telepati dan mengendalikan bagian tertentu otak orang lain. Seperti saat kau mendengar suara Erion. Yah, itu pun kuketahui karena sering dikejar para Brainware di Kesatuan Pemburu yang dibentuk NC."

Aku selalu menegakkan punggung saat mendengar 'NC'. "Kesatuan apa?"

"Kesatuan Pemburu, dibentuk untuk memburu kita," kata Alatas. "Dulu, setelah wilayah ini disekat-sekat antara Kompleks dan Garis Merah, diadakanlah Herde. Awalnya, Herde hanya semacam kegiatan sosialisasi di mana kami diminta mengenali gejala Fervor yang bermunculan. Lalu, sebungkus obat mulai dibagi-bagikan—PF13. Obat itu menetralkan daya-daya abnormal dalam tubuh manusia, memusnahkan Fervor. Nah, masalahnya, PF13 bekerja dalam waktu yang lama dan hanya berfungsi dengan baik untuk orang berumur 25 ke atas. Sisanya justru diserang gangguan penglihatan, kerusakan saraf, penyakit kulit, halusinasi ringan, hilang akal, dan penyakit langka lainnya. Makin muda, makin fatal. Para orang tua ingin menghentikan konsumsi PF13 pada anak mereka, tapi NC memaksakannya. Akhirnya, Herde menjadi semacam karantina buat Fervent muda."

"Kalian tidak masuk ke Herde itu?" tanyaku.

"Justru kami habis kabur dari sana. Setahun belakangan, banyak yang berhasil kabur dari Herde. Jadi, NC membentuk Kesatuan Pemburu, beranggotakan Fervent dewasa, untuk melacak dan menangkapi Fervent muda yang lepas."

Aku sering melihat Penjaga yang bertugas di portal, atau Pengawas yang senang berkeliling untuk menakut-nakuti kami dalam lindungan alibi 'patroli'. Namun, Pemburu? Aku baru tahu Kesatuan NC juga punya Pemburu.

"Dan, bagaimana bisa kami tidak menyadari kalian ... diisolasi di sini?"

"NC sebisa mungkin memisahkan Kompleks dan Garis Merah. Bangunan Herde juga selalu dikepung hutan dan area cemar. Tapi, orang-orang pasti sudah menyadari kehadiran Fervent sekarang karena para Fervent muda menyerang kompleks mereka." Alatas mulai tampak berhati-hati. "Itu sudah sepuluh hari lebih. Kau bertahan hidup tanpa makan dan minum—artinya ...."

"Aku bukan—" Aku tergagap. "Aku bukan salah satu dari kalian."

"Kurasa, selama seminggu itu kau ikut terpapar. Aku tidak tahu apakah itu mungkin—Ledakan Fervor sudah lama berhenti, tetapi siapa yang tahu bangunan tempat kau terkubur tadi masih menyimpan radiasinya."

Kujatuhkan wajahku ke atas kedua lutut yang tertekuk. Aku ingin menangis, tetapi tidak bisa. Semestinya aku tidak pernah pergi ke Garis Merah.

Tiba-tiba, Alatas menyentuh lenganku, membuatku mendongak. Matanya melirik ke balik bahuku, satu jarinya di depan bibir. Aku menoleh dan mendapati Icore yang berjalan melewati kami. Matanya jelalatan mencari mangsa.

Apa dia bisa masuk kemari? Kulirik Erion.

Aku tak mengharapkan Erion memahamiku, tetapi rupanya aku juga bisa mengirim isi pikiranku. Dia menjawab, Bisa. Berdoa saja dia tak kebetulan masuk.

Truck berada paling dekat dengan ujung area Phantom. Aku hampir kasihan melihatnya mematung di tempat yang salah. Tapi, yah, apa gunanya juga jika Erion melepaskan pria itu sekarang? Toh, Truck tidak bisa bergerak mundur ke arah kami kecuali dia mau membunuh kami dengan suara langkahnya di atas puing-puing.

Icore, untungnya, bahkan tidak melirik. Gadis itu terus berjalan, membelakangi kami, kemudian lenyap ditelan gelap. Cukup lama kami membeku sampai aku berani memecah keheningan, "Kenapa dia mengejar kalian?"

"Gara-gara aku," lirih Alatas. "Ada sekumpulan Icore di pesisir. Mereka punya banyak makanan. Dan, kami sudah seminggu ini hanya makan bangkai hewan. Aku mencari masalah, dan cewek itu terus mengekori kami sampai kemari."

"Dan kau, Corona, telah menuntunnya kepada kami," Truck mulai mengoceh. "Cahaya Corona yang aktif selalu memancing banyak Icore gila. Mereka akan melakukan apa pun demi bisa menyalinnya."

Kutatap pria itu garang, menyuruhnya tutup mulut, tetapi dia tetap bicara.

"Kau meledakkan tanah di wajah ke Icore. Jadi ... yah, walau dibantu Erion, tetap saja kau berhasil. Maksudku ... kau menolong temanku yang bodoh itu."—Jari telunjuk Truck menuding Alatas, tetapi itu tidak cukup untuk mengalihkan perhatianku darinya. Apa titan petinju ini tengah mencoba berterima kasih padaku?

Truck menambahkan, "Tapi, tetap saja, kau yang memancingnya ke kami."

Musnahlah secuil usahanya untuk berterima kasih.

"Kau," Alatas merenggut perhatianku kembali kepadanya, "masih SMA?"

Aku berjengit. "Memang di sini masih ada SMA?"

"Tidak, sih," Alatas merona. "Tapi aku lebih senang menaksir umur orang begitu—rasanya lebih baik seolah semuanya masih normal dan sekolah masih ada."

Aku mendesah, ikut merasa pedih karena nada bicaranya. "Aku 17 tahun."

Jadi, pada dasarnya aku akan lulus SMA beberapa bulan lagi. Kenyataannya, aku putus sekolah saat kelas 3 SMP.

"Ah, kalau begitu kau harus hati-hati. Kesatuan Pemburu bisa mengincarmu untuk bahan percobaan PF13 di Pusat Karantina atau dijebloskan ke Herde."

Ikut dengan kami.

Aku mendongak, menatap Erion. Ya, ampun. Mata cokelat itu, berkilauan seperti cokelat batangan yang mengilap.

Aku hampir menjawab, bahwa aku harus mencari keluargaku.

Lalu, Erion berdiri dari tempatnya. Diraihnya tanganku. Dengan nada memelas itu, dia berkata, Ikut, ya?

ヾ(*゚ー゚*)ノ Thanks for reading

Secuil jejak Anda means a lot

Vote, comment, kritik & saran = support = penulis semangat = cerita lancar berjalan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro