17. Getting Worse

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Sebenernya mau bahas tentang lo, sih, Nya."

Ucapan Musa membuatku sedikit menegang. Ada apa? Kenapa denganku?

"Ini gue nemu sesuatu di sekre," katanya seraya meletakkan sebuah kotak kado berwarna merah dengan pita hitam, kemudian kado yang dibungkus dengan kertas bergamabar Toy Story, juga cokelat dan kopi yang dilakban dengan catatan: Really really sorry di atas meja kopi.

Aku mengerti sekarang. Ini tentangku yang menjadi target oleh seseorang. "Oke, Mus. Yang kopi sama cokelat itu, nanti dulu. Kita fokus ke yang kado dulu sekarang."

Musa, Bayan, dan Farrel seperti menunggu ucapanku lagi. Kami semua menatap kado itu dengan serius.

"Sebenernya semalem kado merah itu dateng lagi ke kosan. Isinya kondom bekas. Tapi dibungkus kayak paket, dan nama pengirimnya beda sama yang awal."

"Bentuknya persis begini juga?" tanya Bayan.

"Persis banget. Gak ada beda," jelasku singkat.

"Yang pertama itu dibungkus kayak paket, kan, Nya? Yang ini polosan aja, tapi tetep ada nama pengirimnya." Musa menunjuk kertas yang ditempel selotip di atas tutup kotak kado tersebut.

Aku menyadarinya sejak tadi. "Pengirimnya pengen nunjukin kalau dia ada di sekitar gue."

"Betul." Bayan menjentikkan jari. "Pengirimnya punya akses keluar-masuk sekre HMK, dia tau di sana gak ada CCTV, makanya berani."

Kami semua setuju dengan argumen Bayan. Seisi ruangan kembali hening, bimbang dengan kotak kado di hadapan kami sekarang.

"Ini biar gue aja yang buka kadonya." Farrel bersuara. "Gak apa-apa, kan?"

Supaya hemat waktu, aku mengangguk. Membiarkannya membuka kado tersebut dengan hati-hati. Ia sampai duduk di lantai agar sejajar dengan meja kopi yang terletak di tengah-tengah kami.

"Pengirimnya Your Moderfaker. Tapi bukan mother f-words pake bahasa Inggris, nih, liat." Farrel menunjukkan tutup kado yang bertuliskan data pengirim tersebut kepadaku dan yang lainnya.

"Buset! Bau banget!" Farrel berseru, ia lalu menutup hidung dan sedikit menjauh. Tangannya mengangkat kado tersebut, seperti hendak melihat isinya. "Bangke tikus!" Ia melenguh menahan bau.

"Ya Allah." Musa mengeluh, ia bergegas ke luar dan kembali dengan tas plastik. "Ambil, Rel."

"Bentar, gue foto dulu."

Usai memotret isi kado tersebut, Farrel mengambil bangkai tadi menggunakan plastik. Dengan ditemani Bayan, ia bergegas menguburnya ke halaman belakang.

Aku dan Musa pun sibuk membuka pintu dan jendela lebar-lebar, menyemprot pengharum ruangan juga menyalakan AC agar bau bangkai tadi cepat hilang.

"Bajingan. Niat bener, lho, sampe ngebungkus bangke buat neror lo," kata Musa yang baru selesai menyemprot ruangan.

"Sumpah. Segitu pengennya liat gue ketakutan."

Selesainya Bayan dan Farrel mengubur bangkai, kami berempat kembali fokus pada isi kotak kado tersebut.

Kami menemukan celana dalam pria di sana. Lalu ada amplop surat yang dimasukkan ke dalam plastik. Seperti kado-kado sebelumnya, surat tersebut pun hanya sebaris, yang bertuliskan: This little brother missing you already.

"Little brother?" tanya Bayan.

"Menurut gue itu cuma kiasan. Artinya bukan bener-bener adik cowok."

Kami bertiga menatap Farrel, menunggu ucapan selanjutnya.

"Ya ... lo berdua tau, kali." Ia menunjuk Bayan dan Musa melalui lirikan matanya. Kedua jari telunjuk dan jari tengahnya terangkat, ia menggerakkannya bermaksud memberi isyarat tanda kutip seraya berkata, "Adik kecil."

"Anjiiiiiiiir." Musa dan Bayan melenguh bersamaan.

Aku menatap ketiga lelaki ini dengan bingung, kenapa mereka menggunakan isyarat, sih?

"Maksud kalian penis?"

"Anya, hari ini lo bikin gue syok banget." Bulet yang baru datang dengan semangkuk soto dan sepiring nasi menyahuti ucapanku. "Kenapa bawa-bawa penis, sih?"

"Ya, itu, kan, istilah denotatifnya. Definisinya juga jelas, kok, di KBBI. Kenapa mesti pake istilah yang aneh, sih?"

"Iya, sih. Tapi kenapa ngomongin itu?"

"Tuh." Aku menunjuk kado yang masih disimpan di atas meja kopi. "Berarti emang ini dikirim sama pelaku pelecehan juga. Kemungkinan besarnya orang yang sama."

"Gue setuju." Musa berkata dengan mantap. "Pelakunya ngincer lo buat muasin nafsu. Setelah ini, gue yakin dia bakal muncul di depan lo, Nya."

"Kalau isi surat sebelumnya apa, Nya?" tanya Bayan.

"Yang pertama itu kalau gak salah, Dear Anya, you belong to me. Yang kedua, In the name of God you are damn gorgeous."

"In the name of God?" Farrel mengulang ucapanku.

Aku mengangguk. Ia pasti terkejut karena pelakunya membawa nama Tuhan. "Gak waras, kan? Gue gak ngerti kenapa dia nyebut nama Tuhan dalam kejahatannya."

"Penistaan, anjir," sahut Musa. "Pelakunya satanis, gitu?"

"Anjir! Serem amat di kampus ada bocah satanis." Bulet sedikit memekik, ia nampak bergidik.

Sementara itu, Bayan menuliskan isi suratnya di papan tulis berurutan sesuai dengan surat yang pertama kali kuterima. Tiga kalimat dari isi surat tersebut menambah poin clue yang masih belum mengerucut menunjuk pelakunya.

"Anya mau aku suapin?" ujar Bulet di tengah keheningan yang tak sengaja tercipta. Seperti sengaja menarik atensi seisi ruangan.

"Ini aku udah bawain soto ayaaaaaam," katanya sedikit merengek. "Makan duluuuuuuuu. Aku juga udah bikinin es kelapa jeruk ini, ih, malah dikacangin. Sebel!"

"Yan, tonjok coba adek lo, noh!" kata Musa seraya menunjuk Bulet dengan dagunya.

"Manèh wè¹, Mus."

"Sumpah, gue juga ngeri liat dia sok imut begitu." Farrel menambahkan.

"Tuh, Anya. Perhatianku ke kamu bikin aku di-bully, tau!"

"Tanggung, Bul. Nanti, ya," jawabku pelan.

"Nanti mah dingiiin iiiiihhhh!"

"Udah, sambil makan aja, Nya." Bayan menimpali lagi. "Manèh gak usah ngomong lagi, Bulet! Gandèng²!"

"Ih, Aa³ galak!" sahut Bulet dengan aksen Sunda yang dibuat sok imut. "Bentar, deh. Lo pada tau gak si Jessy sama si Nopal ribut kemaren?"

"Ya Allah, Bul. Sekarang malah ngajak gibah?" Musa menyahut dengan raut tak percaya.

Bulet memang orang yang susah diajak serius dan susah ditebak. Dia memiliki prinsip hidup yang agak ekstrim, katanya, sih, YOLO. You only life once. Sehingga kalau ia belum merasa di ujung tanduk, ia akan terus menjalani segalanya dengan santai.

"Manèh hayang dicangcang?" imbuh Bayan.

"Buset, galak-galak bener ke gue. Ayo, Nya, Rel, lo mau marahin gue juga gak? Sebelum gue jelasin lebih lanjut, nih."

Farrel menghela napas, lalu menjawab, "Lanjut, lanjut."

"Emang lo doang yang paling ngertiin gue, Rel." Bulet mengusap dadanya berlagak terharu. "Begini. Si Jessy tuh hamil, tapi si Nopal gak mau tanggungjawab. Dia tuh kemaren mau lapor ke Musa katanya, tapi malah ribut depan sekre sama si Nopal."

"Kenapa jadi lapor ke gue? Nomer Anya disebar buat apa?"

"Mungkin karena lo habib, Mus. Jadi mau sekalian minta ruqyah si Nopal."

Jawabannya tentu mendapat tatapan sinis dari Musa. Memang benar Musa seorang habib, tetapi masa hal seperti itu disinggung sekarang?

"Bul, gue lagi gak mau bercanda. Bisa langsung to the point?" Akhirnya aku bicara. Jujur, aku sudah lelah dan ingin segera beristirahat.

"Hehe, oke, oke." Bulet menyeringai. "Gue juga udah bilang buat hubungi Anya, tapi dia gak mau. Katanya si Nopal pernah spam like di tugas video Anya yang di YouTube, ini gue serius, lho, ya. Si Jessy sendiri yang bilang."

Oh, ya, aku ingat sekarang. Waktu itu Jessy sampai menegurku dengan bahasa yang tak mengenakkan, padahal aku tak tahu salahku dimana.

"Intinya, Jessy merasa dilecehkan sama Nopal. Gue gak mau ikut campur, anjir. Jadi gue mohon kepada kalian berempat, buat temuin Jessy segera. Oke?"

🌵🌵🌵

¹Manèh wè = lo aja
²Gandèng = berisik
³Aa = Kakak (laki-laki)
⁴Manèh hayang dicangcang? = Lo mau dipasung?

🌻🌻🌻

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro