20. Dramatized

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Malam ini, masalah datang beruntun.

Mulai dari kado teror yang datang padaku lagi, Dito sebagai tersangka yang tak sempat kami pastikan, juga masalah Jessy yang merebak di luar dugaan.

Perasaan bersalah lagi-lagi mengikat dadaku, hingga rasanya aku sulit bernapas. Aku tahu, aku pun belum pandai mengelola emosi. Mengingat tadi sore, begitu tiba di sini aku lantas memarahi Musa dan Bayan. Lalu adu mulut dengan Farrel karena masalah ego. Seandainya tahu akan terjadi persoalan buntu ini, aku akan menelan perasaan burukku sendirian. Biar saja aku muak, asal tak menyulitkan yang lain.

Musa menyiapkan ruang rapat virtual di laptopnya yang kemudian diletakkan di atas meja kopi. Bulet akhirnya membantu Musa dengan menghubungi Jessy dan Nopal.

"Nya, lo gak apa-apa?" tanya Zafi tiba-tiba. Ia duduk di sebelahku sekarang, masih dengan perasaan kesalnya seperti pertama datang. "Lo kalau capek balik aja, atau istirahat sama Rida. Gak usah maksain."

"Enggak, Jap. Masalahnya gue yakin ini bukan kekerasan seksual."

Zafi mengerutkan dahi mendengar jawabanku, "Jessy ditinggal hamil, lho, Nya," katanya tegas.

"Gue tau. Tapi kalau dia ngelakuin seks atas dasar suka, dan Nopal gak maksa aborsi, dia cuma gak pengen malu sama kehamilannya," tuturku.

Sementara itu, Zafi masih merautkan hal yang sama. Ia seolah tak bisa menerima penjelasanku yang menyanggah kasus ini.

"Za, asal lo tau. Waktu rapat HMK kemaren, Roberto mojokin gue karna belum bisa kawal kasus ini sampe pelaku diringkus. Lo sendiri baca thread itu, kan? Isinya secara umum mengeluhkan advokasi HMK. Padahal buat kasus Jessy, gue sama sekali gak nerima aduan, dan bahkan Jessy terang-terangan ngomong ke Bulet kalau dia ogah ketemu gue. Jelas ini tujuannya mau jatuhin kadiv sospol, sama kinerja Bayan-Musa."

"Roberto sinting, ya?" Zafi menggelengkan kepalanya. Ia melenguh kasar dan menenggak segelas air yang berada di atas meja kopi. Entah itu gelas milik siapa, dirinya seolah tak peduli. Mungkin ia pun gerah dengan yang terjadi saat ini, hingga mengikat rambutnya asal dan melepas kardigan yang dikenakan.

"Tau. Dia mengkritik tanpa dasar. Gue males ladenin yang model begini, tapi kalau didiemin bakal makin sinting," sahutku.

"Anya, sabar, ya" Bayan bersuara. Ia berdiri di belakang laptop, sedikit jauh dari tempatku duduk.

"Tadi kata si Yanto apa, Yan?" tanya Musa. Ia sudah selesai menyiapkan ruang rapat virtual, hanya saja baru Nopal yang hadir di sana.

"Gak tau. Saya bilang abis dari pemakaman, nanti aja ngomongnya."

"Anying!" Bulet berseru. "Sembarangan waè ngomong tèh!"

"Jèh, aing gak bohong!" Bayan tak mau kalah. "Tadi urang abis makamin bangke tikus! Tanya si Farrel."

Ya ... tidak salah, sih. Memang benar tadi Bayan mengubur bangkai tikus.

Cowok itu membuat Bulet tercengang, dan yang lain kehabisan kata-kata. Termasuk aku.

"Udah, udah, udah!" Musa berseru. "Sini lo Yan! Anya, duduk deket gue. Udah dateng, nih, si Jessy sama Roberto."

Atmosfer guyon yang diciptakan Bayan mulai beralih pada keseriusan. Aku duduk di lantai, agar terlihat paling depan di kamera, bersama Farrel dan Musa di sampingku. Bayan, Bulet, dan Zafi ikut duduk di belakang kami, tepatnya di atas sofa sehingga wajahnya masih terlihat.

"Sok mulai sama kamu, Mus. Kan, katanya Jessy mau ngomongnya ke Musa," ujar Bayan yang diangguki Musa.

Terlihat Jessy merautkan wajah tak suka, berbeda dengan Nopal yang lebih santai. Sementara itu, Roberto menonaktifkan kameranya.

"Roberto lo kagak tidur, kan?" kata Musa memastikan.

"Enggak, kuota gue tipis. Lagian bikin rapat dadakan banget," sahutnya.

"Lo juga bikin thread mendadak banget, bikin kaprodi syok aja." Zafi menimpali.

"Gue baru tau Zafrina jadi pengurus HMK, sama cowok yang gak gue kenal juga. Gimana ini regulasi rapatnya, Kadiv Sospol?"

Kan, sudah kubilang si Roberto memang mengincarku. Apa yang dipikirkannya sampai rapat yang diadakan sekretaris umum HMK dikeluhkan padaku?

"Gue pers di sini. Seenggaknya mesti ada yang ngelurusin kabar supaya gak bawa nama jurusan jadi jelek!" Zafi menyelak giliranku bicara. "Kagak akan mulai ini forum? Mau debat kusir aja?"

Roberto diam. Kesempatan ini digunakan Musa untuk membuka rapat. Ia juga menyiapkan tablet sebagai media notulensi.

"Langsung aja ke agenda pertama, Jessy bisa jelasin lagi apa yang Nopal lakuin ke lo? Penjelasan lo bakal jadi pembanding buat thread yang dibikin Roberto," tutur Musa usai membuka rapat.

"Point of order!" Roberto bersuara. "Saya masih belum bisa menerima kenapa ada orang asing di sini. Mengingat, kita bakal bahas hal privasinya Jessy. Menurut saya forum ini mesti tertutup."

"Point of information," sahutku. Aku tahu maksud Roberto, ia risi dengan kehadiran Zafi dan Farrel. "Di sebelah kiri saya, Farrelio Dharma Rahadi, merupakan anggota satgas anti-KS universitas dari jurusan psikologi yang akan mendampingi korban menjalani trauma healing. Di belakang saya, Zafrina, anggota UPM yang akan meliput rapat ini guna merilis kabar nyata agar tidak terjadi kericuhan akibat utas yang saat ini cukup mengundang polemik. Perlu diketahui bahwa saat ini anggota forum adalah pihak yang berkaitan dengan penanganan kekerasan seksual di lingkup ikom. Namun, jika korban merasa keberatan dengan hadirnya banyak saksi maka informasi dapat diberikan secara privat kepada saya. Terima kasih."

Roberto tidak lagi bersuara. Ia hanya mengirimkan emoji jempol mengacung di kolom obrolan.

"Jessy, apakah keberatan?" tanya Musa.

"Enggak sama sekali."

Aku dan Farrel saling lirik. Sepertinya, kami memikirkan hal yang sama: Jessy tidak mengalami trauma.

"Kalau begitu, silakan." Musa berkata lagi, kemudian ia mematikan mikrofon dan melirikku. Sekarang aku yakin, Musa pun merasakan kejanggalan.

Jessy mulai bercerita dengan mengalir. Persis seperti yang diceritakan Bulet kepada kami, hanya saja tidak menyebut bahwa dirinya enggan menemuiku. Sesekali gadis berambut sebahu itu melirik ke atas, seolah mengingat sesuatu untuk disampaikan. Ia menceritakan dengan rinci bagaimana Nopal yang mendadak pergi, susah dihubungi, dan sengaja menghindarinya selama dua minggu ini. Persis juga seperti yang dituliskan Roberto di akun Twitter-nya.

"Laki-laki macam apa yang pergi gitu aja ninggalin cewek sama bayinya?"

🌻🌻🌻

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro