9 : mi ayam

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Buatlah cerita dengan tema makanan/ minuman favorit kalian dengan tokoh utama kebalikan dari gender kalian

[]

Dari penjelajahanku di Nusantara ini, menurutku ada satu makanan yang paling nggak pernah salah. Di daerah mana pun, dengan variasi apa pun, baik di restoran atau kaki lima, aku akan menikmati tiap gigitan, tiap kunyahan, dan tiap seruputannya. Makanan itu adalah mi ayam. Mi ayam polosan tanpa tambahan saus cabai dan kecap adalah yang terbaik, sambal sedikit boleh lah.

Waktu pertama kali menjelajahi kantin, aku langsung terpana pada salah satu warung yang menjual mi ayam. Sejak saat itu, mi ayam menjadi makananku sehari-hari di sekolah. Harganya murah pula, cuma tujuh ribu. Sayangnya, porsi tujuh ribu hanya akan menyelip di gigiku, makanya aku lebih sering minta porsi sepuluh ribu.

Meski ramainya nggak ketulungan, tetap akan kuterobos. Dalam hal ini, aku memanfaatkan tinggi badanku dan rupaku yang mencolok untuk mendapatkan mi ayam lebih cepat. Bapak penjualnya juga sampai hafal denganku.

"Sean, udah tiga kali seminggu lu makan mi ayam, ini baru hari Rabu," komentar Nayla yang tengah mengepel lantai yang ketumpahan es teh manis di samping mejaku.

"Gua bingung mau makan apa lagi," balasku sekenanya. Aku kembali fokus pada nikmat Tuhan yang satu ini. Menggigitnya, mengunyahnya, menyeruputnya.

"Tau lu, katanya pelihara ayam tapi tiap hari makan mi ayam," sahut Ali yang duduk di depanku.

Aku bergeming. Sejujurnya, ayamku sudah mati sebulan yang lalu gara-gara diterkam kucing. Kudengar ia punya anak lagi, tapi anak-anaknya diberikan ke anak kecil yang menginginkannya oleh nenekku.

"Noh, apa lo tega pulang-pulang ayam lo udah jadi topping mi ayam?" timpal Nayla dramatis.

"Berisik!" seruku sambil terus mengunyah mi ayam.

"Padahal siomay kantin enak loh, Sean." Nayla memberikan rekomendasi.

"Cimol juga enak." Ali menyodorkan satu kresek cimol yang warnanya oranye menyala sebab diberi bumbu balado.

"Ih cimol kantin mah nggak!" protes gadis berambut panjang itu tidak setuju.

"Dih stress lo!" timpal Ali tak terima.

"Lu kalo makan cimol kantin tuh sama aja kayak beli minyak seplastik dibumbuin!"

Apalah perdebatan ini?

Sementara dua orang ini masih berdebat, aku mengerlingkan pandanganku ke sekitar kelas. Aku tengah mencari referensi makanan kantin dari yang dimakan teman-temanku.

Mataku lalu terhenti pada gadis bertudung yang duduk di barisan ketiga dari depan. Jemari lentiknya tengah asyik menusuk cimol sambil bercengkerama dengan teman-temannya. Dia suka cimol?

Beberapa saat kemudian saat perdebatan mereka sudah sampai ke tahap bubur dikunyah atau dikokop, aku mendeklarasikan, "Gua besok mau coba beli cimol deh."

Ucapan itu berhasil membungkan mulut keduanya. Sang ketua kelas dan wakilnya menatapku heran seolah berkata, "Kesambet apa lo?!".

[]

Chapter ini terdikit. Bahkan lebih dikit dari kemarin yang dilimit 500 kata.

Anw sebenarnya makanan kesukaanku banyak. Semalaman aku mikir apa makanan yang paling nggak pernah salah buatku. Akhirnya aku memutuskan untuk cerita tentang mi ayam. Rasanya mi ayam itu mau mi-nya tebel, keriting, tipis, ayamnya manis atau gurih, berkuah atau enggak, tetep enak aja.

Jum'at, 9 Februari 2024

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro