Hingga Akhir JONES

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Author : princesauntum

Aku tidak ingin mencintaimu seperti bayangan. Yang hanya mengikuti kemanapun kau pergi saat terang, dan akan hilang saat kegelapan datang. Aku ingin mencintaimu seperti telapak kaki. Meski terus kau injak, dia akan selalu setia menemani kemanapun kau pergi.

-------

Malam semakin larut. Bola kristal raksasa yang menggantung di langit seolah enggan pergi dari tahtanya. Di luar angin bergerak gelisah. Menerpa malas ribuan embun yang luruh dari langit. Hingga akhirnya, embun-embun yang menetes di ujung ranting flamboyan, terpelanting bebas ke tanah tanpa tujuan.

Tetapi, Jojon tidak peduli. Jemari besarnya terus memetik dawai-dawai gitar akustik miliknya yang sudah mulai usang. Iramanya merintih. Menyayat hati Jojon dan mengoyaknya dengan nikmat. Mendesak sesuatu keluar dari kelopak matanya yang sayu.

Jojon mencoba menata hatinya yang hancur berserakan. Lewat benda-benda yang memenuhi kamar mungilnya.

Sebuah komputer yang dari tadi masih setia menyala, TV kecil yang menyiarkan berita-berita bola, beberapa lembar struk tagihan belanja, dan, yang terakhir bunga mawar merah yang kini sudah mulai layu. Semua berserakan dengan tidak rapi di kamarnya. Terlebih, pakaian mahal satu-satunya yang mampu dia beli beberapa waktu lalu. Untuk sebuah pengharapan atas cinta, yang kini sudah musnah.

"Jadi, kamu mau keluar denganku, Ta?" Dengan sedikit memberanikan diri, Jojon mulai melempar petanyaan kepada Rita, rekan kantornya sore itu.

Sebenarnya, Rita bukanlah wanita pertama yang coba Jojon dekati selama ini. Sudah lebih dari sebelas wanita. Tapi sampai detik ini mereka menolak Jojon. Entah kenapa.

"Ehm ... bagaimana, ya, Jhon?" kata Rita seolah melempar pertanyaan kembali kepada Jojon. Dia memutar kursinya dengan gelisah. Sesekali, dia membenahi rok mininya agar tidak merangkak naik ke atas. Tangannya sibuk. merapikan helaian rambut yang terus jatuh menutupi mata.

"Nanti ... kita bisa sedikit belanja," bujuk Jojon lagi. Memang di kantornya dia dikenal dengan sebutan 'Jhon'. Sebab Jojon merasa, lebih percaya diri dengan namanya yang seperti itu.

Jojon bukanlah tipikal pria yang pemilih. Bahkan selama hidupnya ini, dia selalu berusaha membuka hati kepada wanita mana pun. Hanya saja, postur tubuhnya yang lebih pendek dari pria pada umumnya, kulit lebih gelap dari pria pada umumnya, susunan gigi yang lebih maju dari pria pada umumnya, pun dengan cara berpakaian Jojon yang lebih rapi dari pada pria umumnya, membuatnya, sulit untuk mendapatkan pasangan, mungkin.

Tapi bagi Jojon, tidak ada yang salah dari dirinya. Ketika kawan-kawannya sering mengatakan jika dia adalah jomblo cupu, itu adalah hal yang salah.

Emak Jojon di kampung pernah bilang, Jojon bukanlah jomblo cupu. Hanya saja, anak semata wayangnya itu sedikit spesial. Dia lebih unik dari pada pria pada umumnya. Dan, Jojon percaya!

"Belanja di mana, Jhon?"

"Terserah kamu."

"Ok!"

Jojon hampir melompat, mendengar jawaban Rita menyetujui ajakannya keluar. Terlebih, usahanya mendekati Rita sudah lumayan lama. Kira-kira sebulan lebih dia melakukan kontak dengan Rita. Yang kadang-kadang, pesan-pesan yang dikirim itu, sering tanpa balas. Atau bahkan, Jojon sering begadang sampai pagi, hanya karena menunggu balasan pesan dari Rita.

Dan apa yang diyakini Jojon memang benar. Rupanya di Dunia ini, masih ada wanita baik seperti Rita. Yang bisa melihatnya sebagai pria, menghargai setiap usahanya. Jojon mengepal kedua tangannya kuat-kuat, dan bertekad, jika nanti, dia akan membuat Rita bahagia. Ya, pasti!

***
Sore ini, sepulang dari kantor, Jojon mengajak Rita untuk jalan-jalan. Menikmati senja di kota Jakarta. Matahari sudah terkantuk. Menguapkan lelahnya di ufuk barat semesta. Menampilkan semburat jingga yang merona. Dan, perlahan, bola raksasa itu pun mulai bersembunyi di balik malam yang petang. Menggantinya dengan ribuan bintang-bintang.

Namun, bagi Rita, bintang di langit itu tidaklah penting. Tidak sepenting kilauan permata yang menghiasi setiap sudut benda-benda berwarna emas yang menggoda. Bahkan, bisa dilihat, betapa semakin berharganya permata-permata itu dilihat dari ukurannya.

"Jadi, apa yang kamu mau, Ta?" tanya Jojon setelah beberapa saat melihat Rita berdiri di sebuah etalase.

"Aku mau ini, tapi ... mahal, Jhon," jawab Rita. Menujuk pada sebuah cincin dengan batu permata besar di atasnya.

Jojon mengusap keringat di kening, dengan sapu tangan biru yang ujungnya bersulamkan benang emas inisial namanya. Yang disulam secara pribadi oleh Emaknya, di kampung.

"Kamu ingin itu?" tanya Jojon lagi. Memang, dia baru saja diberi uang Emaknya, kemarin. Uang dari menggadaikan salah satu sertifikat tanahnya di kampung.

"Ya sudah, tidak usah! Cari yang lain saja!" ucap Rita. Wajah cantiknya cemberut. Seperti rembulan yang tertutup kabut.

Jojon menggeleng. Kemudian menarik tangan kecil Rita agar kembali ke sana. Menunjuk cincin itu pada pegawai toko. Dan, memasangkannya pada Rita. Bagi Jojon, membelikan Rita—calon pacarnya barang apapun, tidak menjadi masalah. Sebab, mengeluarkan sedikit uang, adalah salah satu bagian dari usaha untuk memperoleh pacar. Hal itu yang Jojon pelajari dari Antok. Kawan kantornya, yang sering Jojon ajak curhat selama ini.

Bahkan, Antok pun adalah, satu-satunya kawan yang menjadi saksi. Atas kerasnya usaha Jojon selama ini. Sudah berapa wanita yang coba Jojon dekati. Dan, berakhir, tidak ada satu wanita pun yang memilih Jojon sebagai kekasih hati. Malang memang. Namun, itulah kenyataan.

***

Sepoi angin siang hari membelai dedaunan di halaman belakang kontrakan Jojon. Suara air dari kolam ikan yang mungil sesekali terdengar seperti melodi dari surga. Beningnya air kolam bak kristal saat dipeluk mesra sinar mentari.

Siang ini, Jojon dan kawan baiknya, Bimo, sedang bercengkrama mesra di sudut taman yang cukup kosong. Dengan sesekali, mereka bermain air sampai ciprataannya jatuh membasai rumput-rumput hijau di bawahnya.

Bimo—vespa tua milik Jojon. Peninggalan dari almarhum Kakeknya, yang ada di kampung.  Baginya, tidak ada yang mampu mengerti akan dirinya selain Bimo. Itu sebabnya, dulu saat sang Kakek memberikan Bimo padanya, Jojon berjanji untuk merawatnya. Hingga sekarang.

"Jadi, kamu akan kencan, Jhon?" tanya Antok. Kawan Jojon selain Bimo. Kawan kantor Jojon.

Lelaki bertubuh lebih tinggi dari Jojon itu menyibak rambut ikalnya yang mulai panjang. Setelah menggulung kemeja birunya sampai siku, dia ikut membantu Jojon menyuci Bimo.

"Iya, nanti," jawab Jojon. Mata kecilnya berbinar, mengisyaratkan jika dia sedang senang.

"Siapa?" tanya Antok penasaran. Kini, dia sudah meraih selang air dan menyiram Bimo. "Gebetan ke—sekianmu itu, Jhon." lanjutnya.

Memang, setelah beberapa kali Jojon mencoba berdekatan dengan wanita. Baru wanita inilah yang mau jalan berdua dengan Jojon. Dan, tentu, Antok sangat penasaran. Siapa gerangan wanita yang berbaik hati mau dengan Jojon. Bukan menghina, sebab, Antok dan para kawan kantor pun tahu. Seperti apa fisik Jojon. Jika lelaki tipikal seperti Jojon tidak kaya. Mungkin, butuh waktu lebih lama untuk mendapatkan wanita.

"Nanti ... kamu pasti akan tahu, Tok. Aku akan mengenalkannya padamu."

Setelah Antok pulang, Jojon pun bersiap. Dia tidak ingin terlambat. Mengingat hari ini adalah hari di mana dia akan menyatakan cintanya pada Rita.

Rambut sudah disisir dengan klimis, tidak lupa dengan kemeja merah muda barunya. Yang sengaja dia beli, hanya untuk Rita. Jojon berharap, jika Rita akan menyukai penampilannya. Terlebih, dia ingin sekali, nanti, Rita akan mengatakan 'ya' saat Jojon meminta untuk menjadi kekasih hatinya.

***

Jarum jam di tangan Jojon bergerak merangkak. Seolah enggan berjalan cepat. Ini sudah petang, pasti. Jojon sudah memastikan mulai dari cakrawala yang menggelap. Bahkan, sepasang burung merpati yang sedari tadi hinggap di ranting cemara pun enggan tinggal. Mereka ingin kembali ke paraduan.

Jojon mengembuskan napasnya berat. Bimo, sudah dihias cantik dengan beberapa pita pun balon berbentuk hati lengkap dengan warna merah jambunya yang lucu. Sementara, kini, di tangannya, sudah ada setangkai mawar merah yang akan diberikan pada Rita, nanti.

"Ta! Sini!" teriak Jojon. Dia melambaikan tangannya kuat-kuat saat menangkap sosok Rita seolah mencari-cari sesuatu. Petang ini Rita terlihat cantik. Rambut sebahunya digerai indah. Sementara tubuh mungilnya dibalut gaun berenda warna putih selutut.

Rita membalas lambaian Jojon, kemudian berjalan cepat menuju tempat Jojon duduk. Sebuah kursi cukup panjang. Yang terletak di sudut taman kota.

"Maaf ... aku telat." Rita langsung duduk di samping Jojon. Memberi jarak pada duduknya. Jojon tersenyum, sesekali dia mengusap hidungnya yang tidak beringus. Itulah kebiasaannya ketika gugup.

"Tidak apa-apa, kok. Aku juga baru sampai." Jojon menjawab. Dia melirik gadis bermata kristal itu takut-takut. Dia bingung, antara mengakui perasaannya sekarang, atau nanti.

"Aku ingin mengatakan sesuatu padamu, Ta." akhirnya, Jojon mengucapkannya.

"Katakan saja, Jhon. Lagi pula, masih ada waktu beberapa menit, kok. Sebelum dia datang."

"Dia? Siapa?" tanya Jojon bingung. Jelas saja, ini adalah kencan mereka berdua. Tidak mungkin, kan, Rita mengajak salah satu kawannya?

Rita menampakkan senyumnya yang paling manis. Itu sudah cukup membuat Jojon dimabuk kepayang. "Nanti, kamu juga tahu," jawabnya. "Jadi, kamu mau mengatakan apa, Jhon?"

"Aku mau bilang kalau..." kata Jojon terputus. Napasnya tercekat di tenggorokan. Bahkan, suaranya tiba-tiba mendadak hilang.

"Aku jatuh—"

"Lho ... ada kamu, Jhon!" Jojon memekik kaget. Bunga mawar yang hendak diberikan pada Rita disembunyikan kembali di belakang punggungnya.

"Antok?" ucap Jojon kaget.

Terang saja Jojon bingung. Karena, tadi siang, Antok berkata kepada Jojon jika ingin pergi berkencan malam ini. Itu sebabnya, dia tidak bisa ikut Jojon bertemu dengan calon pacarnya. Lalu, untuk apa Antok tiba-tiba ada di sini? Apakah, pacar Antok adalah kawan Rita?

"Jhon ... aku lupa memberitahumu sesuatu, ya?" Kini Rita berucap. Memecahkan keheningan yang baru saja tercipta. Kebingungan antara Antok dan Jojon.

"Sebenarnya malam ini, aku dan Antok berencana untuk kencan. Tapi, kamu ngajak juga. Jadinya, tidak apa-apa, kan, kalau kamu ikut kami kencan? Hitung-hitung bisa jalan bertiga. Ya, kan, honey?"

"Honey?" tanya Jojon bertambah bingung. Dia tidak tahu, ada hubungan apa antara Antok dan Rita.

"Lho ... kamu tidak tahu, Jhon? Kami adalah tunangan, dan ... bulan depan kami akan menikah." senyum Jojon langsung memudar. Bunga yang disembunyikan di tangan jatuh begitu saja. Iya, dia tahu jika Antok memiliki pacar, dan minggu lalu dia melamar pacarnya secara pribadi. Tapi, dia tidak pernah tahu kalau pacar Antok itu adalah Rita. Tidak sekali pun Antok menyebutkan siapa nama pacarnya. Lalu, siapa yang bersalah di sini?

Jojon hanya diam, seperti orang dungu dia mengikuti kemanapun Antok dan Rita berkencan. Bahkan, tidak jarang. Dia memasang tampang bodoh saat kedua pasang kekasih itu bermesraan. Jojon tersenyum getir, dia memandang ke arah pantulan tubuhnya saat ketiganya berada di kafe, saat ini. Dia memang bodoh. Seharusnya, dia tahu itu dari awal. Rita adalah wanita karir, cantik dan berpendidikan. Dia sangat pantas dengan Antok yang memiliki wajah rupawan. Sementara dirinya? Dia kembali menatap pantulan wajahnya di dinding kaca kafe. Wajahnya tidak setampan Antok memang, kulitnya pun tidak sebening Antok. Apalagi tinggi. Namun, kenapa susah sekali untuk menunjukkan jika hatinya mampu bersaing dari Antok? Jojon jujur, ia pun setia. Tapi kenapa, tidak ada satu wanita pun yang mampu melihatnya? Lagi, Jojon tersenyum getir.

Merutuki dirinya yang bodoh karena terpedaya oleh rasa manis yang diteguknya sesaat, dan kini telah sirna.

***

Kini, siang sudah mulai datang. Bola kristal raksasa sudah kembali keparaduan dan berganti dengan bola raksasa kuning yang siap melahap apa saja yang sedang bergulir di bumi.

Jojon masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Kenapa dulu, dia tidak bertanya pada Rita, apakah dia sudah memiliki kekasih atau belum? Atau, kenapa Rita mau saja diajak dia jalan-jalan dan berbelanja, jika dia sudah memiliki tunangan?

Jojon mengembuskan napasnya berat. Tadi pagi, Emaknya dari kampung menelfon. Emaknya bertanya, kapan Jojon membawa pulang calon istrinya untuk dikenalkan pada keluarga.

"Seharusnya, kamu jujur pada Emak, Bang," Tika, sepupu Jojon, kebetulan datang berkunjung.

Jojon masih diam, enggan menjawab perkataan Tika. Dia kembali berkutat dengan pikirannya. Sambil menikmati deretan bunga kamboja yang kejar-kejaran untuk jatuh ke bumi. Atau. menikmati kicauan burung camar yang baru saja sebulan dia beli. Dan, diletakkan di belakang rumah mungilnya. Yang kebetulan, ada taman serta kolam ikan di sana.

"Emak tidak akan memaksa lagi, kok, kalau Bang Jojon tidak ingin menikah."

"Bukannya Abang tidak ingin menikah, Dik," kata Jojon pada akhirnya. Sebenarnya, berat juga mengakui hal itu kepada Tika. Sebab, di kampung, Jojon selalu menyombongkan diri jika memiliki calon istri orang kota. Jadi, mana mungkin, jika dia mengaku kalau selama ini dia tidak laku. Bahkan, dia ketinggalan menikah dengan kawan-kawan kampung lainnya.

"Lalu, kenapa, Bang?"

Lagi-lagi Jojon diam. Dia kembali sibuk dengan air yang ada di pucuk daun jambu di sisi kirinya. Kemudian, memainkan air itu dengan jemarinya.

"Abang pemilih," kata Tika, dengan nada sedikit kesal.

"Bukan, Dik."

"Lalu, apakah Abang tidak akan membawa calon Abang di pernikahanku bulan depan?" Jojon memekik, saat Tika mengucapkan kata pernikahan. Bahkan, sepupunya yang masih muda ini pun sudah menikah. Lalu, dia kapan?

"Tanpa calon istri, bukan berarti Abang tidak pergi, kan?"

Kali ini, Tika yang diam. Dia tidak tahu, apa yang ada di otak Abangnya, Jojon. Apa benar kata orang-orang kampung jika Abangnya ini, tidak laku?

"Sendiri bukan berarti aku patut dikasihani, Dik. Abang hanya butuh waktu, untuk menentukan siapa yang tepat berada di samping Abang. Sebab, Abang sudah sering disakiti. Abang tidak mau merasakan sakit hati lagi."

"Pemberian harapan palsu, seperti itu, Bang?" Jojon mengangguk.

"Selama ini Abang bohong, Dik ... Abang tidak memiliki calon istri orang kota. Jangankan calon istri, calon pacar saja Abang tidak punya. Orang kota terlalu pemilih, Dik."

"Jadi ... selama ini, benar, Abang tidak laku?" tanya Tika hati-hati. Mata sayu Jojon menajam, memandang ke arah perempuan berambut sebahu yang keningnya ditutupi poni itu. Tika menunduk, merasa bersalah dengan ucapannya.

"Bukan tidak laku. Tapi, belum mau!" kata Jojon dengan nada sedikit tinggi.

"Iya, Bang, Tika tahu."

"Biarlah Abang dengan kesendirian Abang dulu, Dik. Jika jodoh, pasti akan ada perempuan yang mau dengan Abang. Beritahu Emak di kampung, anaknya ini masih ingin sendiri. Sembari intropeksi diri, juga menata hati, agar tidak mudah untuk disakiti lagi." Jojon mengatakan itu dengan mantab.

  Dia ingin memulai semuanya dari awal lagi. Dia tidak mau melakukan kesalahan yang sama selama ini. Terlalu menggebu untuk mencari kekasih hati. Tapi akhirnya, tidak ada satu wanita pun yang dia miliki.

Mungkin, memang Tuhan tidak memberinya sekarang. Tapi, suatu saat, dan di suatu tempat. Jojon yakin, akan ada satu wanita yang ditakdirkan Tuhan untuknya. Wanita yang mampu menerima apa adanya dirinya. Bukan karena ada apanya. Terlebih, wanita yang mau menerima keluarganya. Emak—Bapaknya yang ada di kampung sana.

                                              -TAMAT-

                                                 ******


Nah tuh, bener kata Jojon. Yawlaaa ... Jangan baper yooo.

@AndiAR22, @whiteghostwriter, @glbyvyn, @nisaatfiatmico, @irmaharyuni, @c2_anin, @deanakhmad, @Nona_Vannie, @megaoktaviasd, @umaya_afs, @meoowii, @Icha_cutex, @rachmahwahyu, @windazizty, @0nly_reader, @summerlove_12, @bettaderogers, @vielnade28

@Iamtrhnf, @spoudyoo, @TriyaRin, @Reia_Ariadne, @TiaraWales, @beingacid, @nurul_cahaya, @somenaa, @realAmeilyaM, @fairygodmother3, @destiianaa, @opicepaka, @RKSnow, @umenosekai, @aizawa_yuki666

@veaaprilia, @MethaSaja, @sicuteaabis, @brynamahestri, @EnggarMawarni, @NyayuSilviaArnaz, @xxgyuu, @SerAyue, @Bae-nih, @nurr_salma, @intanrsvln, @YuiKoyuri, @herauzuchii, @holladollam, @Juliarosyad9, @fffttmh, @Anjaniajha, @Keizia09

Tim UE:
@chocodelette, @KedaiCerpen1, @demimoy, @Riaa_Raiye, @alvisyhrn, @dyaragil

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro