Kutunggu Kau JONES

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

WARNING: JANGAN NGAMUK SETELAH MEMBACA CERITA INI DAN JANGAN TIMPUKIN PENULISNYA

Author : AndiAR22

*****






"Lima menit lagi, ah ah."

Alunan lagu dangdut dari Ine Sinthya didendangkan seorang gadis dengan bentukan yang tidak biasa, berlari ala sinetron. Dia tiba di depan ruangan dosen dengan napas yang tidak teratur alias ngos-ngosan.

"Gud muning epribadih...," ucapnya saat tubuhnya sudah berada di dalam. Layaknya Miss Universe yang berlenggak lenggok, dia melambaikan tangan ke seluruh penghuni ruangan tersebut. Beberapa pasang mata memandangnya jijik bahkan ingin memuntahkan semua isi perut.

"Jaenab...!"

Teriakan pria botak dengan kacamatanya yang melorot ke hidung membuat Gadis itu menghentikan langkahnya.

Gadis itu berbalik kearah pria botak tersebut dan mengatakan, "Iya Pap!"

Mata merah menyala dari pria botak itu membuat sang gadis bergidik ngeri, mungkinkah ini akhir dari kehidupannya? Kita tunggu setelah iklan berikut. Sinetron kali ah pake iklan segala.

Di sinilah Jaenab berada, di ruangan yang sempit nan panas membuat keringat di tubuhnya mengucur seperti pancuran, sekali-kali dia mengibaskan rambutnya yang tidak berkilau bahkan sangat kaku seperti sapu ijuk. Kulitnya yang hitam dan penampilannya yang dekil selalu menjadi daya tarik oleh para temannya. Bukan untuk dipuji melainkan untuk dibully, bahkan jika Jaenab hidup di dunia mahluk gaib. Sepertinya dia juga akan dibully oleh hantu-hantu yang tidak berprikemanusiaan, malang memang nasib Jaenab.

Seorang mahasiswi semester 6 dari jurusan teknik kimia di salah satu Universitas Swasta di Makassar, Jaenab bukanlah perempuan cantik seperti di film-film. Dia hanyalah gadis biasa dari kampung yang merantau ke Makassar ini demi memperbaiki kehidupannya di kota. Meski sudah tiga tahun menetap di kota ini namun penampilannya masih sama saat pertama kali datang. Bahkan semakin hari penampilannya tidak karuan, pernah sekali Jaenab ke kampus dengan menggunakan sandal jepit, kos kaki di bawah mata kaki, rok yang menggantung dan baju bergambar Naruto serta ranselnya yang kebesaran mengundang gelak tawa orang-orang yang melihatnya. Dasar tak tahu diri, Jaenab tetap percaya diri berlenggak-lenggok didepan segerombolan lelaki yang menyebut dirinya dengan GenGes (Generasi Geser Sedikit).

"Lima menit lagi, ah, ah, ah." Lagi-lagi lagu itu didendangkan Jaenab sambil bersiul.

"Berhentilah menyanyi, Jae! suaramu itu seperti tikus kejepit," ucap pria botak tadi dari arah belakang.

Jaenab yang mendengarnya berdiri dan mengibaskan rambutnya hingga mengenai pria botak tersebut. "Astagfirullah! Apa kau tak pernah keramas? Rambutmu itu macam bau tikus got, kentutku saja lebih harum dari rambutmu itu."

"Hehehe... Pap Peter kok gitu, ini rambut rejoice loh," ucap Jaenab dengan gaya manja ala tante girang.

"Pap, Pap! Kau pikir saya ini lelaki jablay?!" balasnya. Pak Peter lalu duduk di kursi kebesarannya dan mengambil masker untuk menutupi hidung.

"Pap, kok pakai masker?" tanya Jaenab.

"Bagaimana saya tidak memakai masker? Bau ketekmu itu kecut sekali, amoniak saja kalah oleh bau ketekmu!" jawabnya.

Jaenab mengangkat tangannya lalu mengendus ketiaknya dan mengaum seperti werewolf. "Au... Astagfirullah, bau apa ini? Kok rasanya kayak nona-nona. Manis, asem, asin rame rasanya!"

Satu ketukan panggaris mendarat di kepala Jaenab. "Tampangmu itu tidak cocok jadi manusia serigala, cocoknya jadi simpanse. Lagian hidup di jaman apa kau? Merek permen saja kau salah menyebutnya. Pantasan tak ada lelaki yang mendekatimu, tampilanmu saja macam kera sakti. Saya bahkan bertaruh, kakek lansia pun tidak akan tergoda pada dirimu."

Hinaan itu membuat Jaenab menggoyangkan bahunya yang tinggal tulang dan dosa.

"Kok gitu sih, Pap! Padahal saya merasa mirip Prilly Latuconsina loh," katanya dengan suara menggoda yang dibuat-buat sangat tidak enak. Penulisnya aja pengen muntah punya tokoh macam Jaenabsyakalakabumbum, rasanya pengen nimpuk pakai swallow.

Tuk. Satu ketukan lagi-lagi mendarat, membuat Jaenab merintih kesakitan.

"Kau ini, benar-benar membuat saya naik darah. Apa urat malumu sudah putus? Untung saja otakmu itu cerdas, kalau tidak saya sudah menendangmu ke neraka."

"Kejamnya dikau, Pap! Hiks, yang Pap lakukan itu jahat."

"lama-lama berbicara denganmu, membuat kematian saya dipercepat." Pak Peter menghela napas kemudian memberikan sebuah buku dengan ketebalan lima cm.

"Pelajari buku itu! Kau bisa menemukan referensi untuk perancangan pabrikmu," jelasnya.

"Buset dah, Pap! Ini buku atau kitab Tatang Sutarma? Kok tebal sih. Daki di tubuhku saja kalah dengan buku ini," protes Jaenab, bibirnya yang sudah mirip sedotan tinja dimonyongkan agar menambah kesan keseksiannya.

"Siapa lagi itu Kitab Tatang Sutarma? Anak mana Dia?" tanya Pak Peter dengan sorot mata yang tajam. Setajam golok bapak saya.

"Itu kitabnya Si Suleprikitiuw, anaknya TitingSukanti!" jawabnya dengan gaya maju mundur cantik dan goyangan ala Bang Jali.

"Tarik mang... dangdut ta tatata," tambah Jaenab.

"SittiJaenab...!" teriak Pak Peter sehingga membuat Jaenab lari terbirit-birit disertai desiran hangat dari bokongnya, semilir angin menyatu dengan sempurna menimbulkan aroma yang luar biasa dahsyatnya.

Pak peter mengendus, menghirup aroma itu begitu lama. Menikmati hembusan angin dengan mata merem melek. "Anak curut, kera sakti, siluman ngesot... Astagfirullah, terkutuklah kau Jaenab."

Pak Peter terus memandangi punggung Jaenab dengan menggelengkan kepala berkali-kali. "Dosa apa saya punya mahasiswi seperti Jaenab, kasian sekali emaknya punya anak bentukan papan penggilas!"

***

Setelah meninggalkan ruangan Pak Peter, Jaenab kembali melangkahkan kakinya ke arah kantin. Sungguh perutnya keroncongan, ini bukan akibat pergaulan bebas tapi akibat dari dosen-dosen yang tidak bertanggung jawab. Membiarkan Jaenab begadang dengan setumpuk kertas yang menggunung. Jaenab merogoh dompetnya dalam tas, tragis sekali isi dompetnya, hanya ada uang lima ribu dua lembar, dan uang dua ribu lima lembar. Total seluruhnya dua puluh ribu, Jaenab kembali menyimpan dompetnya.

Niat untuk makan di kantin batal, bagaimana tidak? Makan nasi ayam saja delapan belas ribu, belum minumannya. Jika ditotal, Jaenab harus mengeluarkan biaya dua puluh tiga ribu sedangkan tabungan di celengan ayamnya sisa dua ratus ribu. Maklum tanggal tua, belum ada tanda-tanda kiriman uang dari emaknya. Apalagi beberapa hari belakangan sang Emak menelpon bahwa gabah sedang turun harga sehingga Jaenab harus berhemat sampai waktu yang tidak ditentukan. Dan dengan ini saya menyatakan bahwa Jaenab harus dikubur hidup-hidup, hahaha. Ngomong opo iki, lanjut.

Jaenab duduk dibawah pohon rindang di belakang kampusnya, sesekali Jaenab menguap dan mengucek matanya untuk menahan rasa kantuk. Bau tak sedap dari mulutnya membaur bersama semilir angin, inilah hidup seorang Sitti Jaenab yang begitu menyedihkan. Sudah buluk, jones, hidup lagi. Kata itu memang pantas menggambarkan kehidupannya yang sekarang, temannya saja tak menganggap Jaenab ada. Hanya terjadi jika temannya meminta bantuan, itu pun dari jarak satu meter dan dengan pengaman anti huru-hara. Buset dah tong, lu kira Jaenab teroris, sing sabar yo!

"Betapa kejamnya dunia ini! Apalah aku ini hanya butiran debu, secuil upil yang tak berharga," ucap Jaenab begitu memilukan.

"Cinta aku tak punya, kekasih pun tiada, duit apalagi. Meranalah kini merana," dendangan lagu Caca handika kembali dilantunkan sembari mengupil dan membuat bulatan kecil dangan upilnya yang hitam.

"Sudahlah, aku pulang saja daripada meratapi nasibku yang ngenes ini. Yang tak lekang oleh waktu, lebih baik aku dangdutan saja di kos sambil gosok, pijat, urut," tandasnya.

***

Pagi-pagi sekali Jaenab sudah berada dikampus dengan setelan kemeja kotak kotak ala Jokowi, celana model A yang selalu menjadi andalan. Bahkan saking sering digunakan dan dicuci sehingga warnanya yang semula biru kini menjadi abu-abu.

"Gud muning, Pap!" ucapnya saat bertemu dengan Pak Peter. Badannya diputar ala putri kerajaan. Jaenab memang mirip putri, putri pala lo peang.

"Astagfirullah, Kau memakai wangian apa? Kenapa baunya seperti minyak tokek?" tanya Pak Peter sambil mengibaskan tangannya kehidung. Uh cantik kali ah Pak Peter

"Pap sembarangan saja, ini bukan minyak tokek, ini parfum dari emak saya loh. Wah, Pap sudah menghina harkat dan martabak telor emak saya," jawab Jaenab, matanya yang belekan memandang sinis.

"Kau belum mandi, Jaenab? Jorok sekali, belekmu itu loh minta di kibas." Pak Peter bergidik ngeri melihat tampilan Jaenab yang notabenenya setengah manusia, setengah siluman kera sakti.

"Masa sih, Pap? Padahal, saya sudah mandi kembang tujuh rupa, air dari tujuh sumur keramat," balasnya dengan wajah yang serius. Serius tau kan? Serius sinathrya yang artis itu, suami Donna Agnesia.

"Eh, Jaenab! Meskipun kau melakukan ritual Dewa Krishna atau nyebur di sungai gangga, wajahmu itu tidak akan pernah berubah. Tetap sama seperti pantat panci gosong," ejek Pak Peter tak tanggung-tanggung.

"Sudah, kau cuci muka dulu. Lalu temui bapak di Auditorium," tambah Pak Peter kemudian meninggalkan Jaenab dengan tampang seperti pantat anak ayam.

Setelah mencuci muka sesuai titah Pak Peter, Jaenab segera menuju Auditorium. Terlihat jelas beberapa mahasiswa dan dosen berkerumun, Jaenab yang penasaran pun mencoba mendekati kerumunan itu. Dengan gayanya yang super alay, Jaenab mendaki kerumunan, melewati ribuan manusia, keringat mengalir dengan asem. Namun sayang seribu sayang, Jaenab dengan tubuh yang semampai alias setengah meter tak sampai menyulitkan Jaenab untuk menembus tebalnya dinding pertahanan ribuan manusia yang sebagian besar adalah dosen wanita yang mengaku mahluk Tuhan paling sexy.

"Kok rame gini yah? Pembagian raskin atau konser goyang pantura?" Tangannya menepuk pundak mahasiswi berkacamata yang berada tepat di depannya.

Mahasiswi itu berbalik dan seketika berteriak saat melihat Jaenab dengan wujud Jin Iprit. "Argghh, ada dedemit gosong, Tidak...!" terlalu berlebihan kau anak mahasiswi mengatai Jaenab, Jin Iprit.

Teriakan mahasiswa itu berhasil membuat kerumunan tadi menoleh kearah Jaenab, tatapan tajam dan mulut komat-kamit sambil Jaenab disembur dilayangkan oleh para dosen. Sehingga terjadilah duet maut antara parambah dukun yang diperankan oleh ibu dosen dan Jaenab si Dedemit utusan Jin Iprit.

"Basah-basah seluruh tubuh. Ah, ah, ahh... menyentuh kalbu," dendang Jaenab si dedemit.

"Pergilah kau, Setan!" balas mbah dukun serentak.

Disaat aksi tatapan tajam antara Jaenab yang berstatus dedemit namun sekarang telah dilantik oleh PSA atau Presiden Setan Alas menjadi Jin Iprit versus para Mbah Dukun semakin memanas. Mata Jaenab disuguhkan dengan paras tampan yang tengah berdiri dengan kukuhnya di samping Pak Peter. Sebagai wanita yang terlahir dengan kejonesan yang mendarah daging dan telah dipatenkan oleh lembaga KTA alias lembaga Kemirisan Tiada Akhir. Timbullah hasrat Jaenab untuk menggoda, membelai bahkan keinginan memiliki pria dengan wujud Dewa Yunani, mata Jaenab menyipit ke arah pria tersebut. Otak nakalnya mulai bergerilya membentuk tetesan-tetesan kelicikan, lalu tetesan kelicikan itu berubah menjadi desiran yang haus akan cumbuan dan kasih sayang.

Jaenab semakin tenggelam dalam pesona sang pria. Dengan adegan slow motion, pria tersebut menyibakkan poninya yang mengkilat layaknya oli yang biasanya nyempil di TV seperti upil Jaenab. Dan tanpa sadar Jaenab si Jin Iprit mengeluarkan sesuatu dari bibirnya yang pahit itu, mengalir hingga ke dagunya. Aroma-aroma jengkol mulai menyeruak, di indra penciuman Jaenab. Hisapan dan decapan bibir Jaenab saling bertautan bagai alunan gendang kulit lembu, telapak tangan karatan menjadi saksi bisu saat Jaenab menyapu sesuatu itu dari bibirnya menimbulkan rasa basah, menyelusup dan menembus pori-pori kulitnya.

"Setan alas kau, Jaenab...!"

Teriakan Pak Peter saat itu juga membuat semua terdiam, terpaku, terpana, tergolek, menggelinding bahkan membuat tubuh kejang-kejang. Pak Peter dengan tanduk pinknya mendekati Jaenab lalu menarik tangan Jaenab yang berlumut. Aksi tarik-tarikan antara Pak Peter dan Jaenab tak bisa dihindari, bagaikan adegan film india.

Jaenab menghempaskan tangan Pak Peter lalu berlari ke arah pria tersebut. "Tidak..."

Teriakan para Mbah Dukun mengiringi langkah Jaenab, dan mendapat pelototan dari sang pria. Namun nahas sang pria tak bisa menghindar, Jaenab yang membabi buta tak bisa dihentikan. Jaenab mendekap tubuh pria tersebut dengan erat, meski sang pria terus memberontak meminta untuk dilepaskan, tapi hanya satu yang dapat menghentikan Jaenab.

"Enab...!" Panggilan itu berhasil membuat Jaenab melepaskan pelukannya dari pria tersebut. Jaenab menoleh mendapati sang emak yang memiliki suara khas motor mogok.

"What? Emake?" tanyanya sembari menjentikkan jarinya.

Jika emaknya telah memanggil dengan sebutan 'Enab' namun jika dihilangkan huruf B, maka akan menuai kontroversi dan kecaman oleh INeS (Ikatan Jones Sedunia), cukup menyebutnya dalam hati saja. Itu tandanya, Jaenab si Jin Iprit harus berpulang ke rahmatullah. Eh, maksud saya pemilik kos Jaenab yang bernama Pak Rahmatullah. Sebelum meninggalkan tepat itu dan para Mbah Dukun, Jaenab mencolek dagu sang pria, menjulurkan lidahnya yang katanya mirip siluman ular padahal kenyataannya mirip tokek belang.

Mengerikan? Tentu. Merinding? Pasti. Namanya juga Jaenab mahluk halus, jelaslah jika pria tampan eike cin merasakan keanehan ditubuhnya. Saya saja yang nulis, hawanya berasa kepengen nyekek.

"Kutunggu kau jones, Bebeh!" Bisikan dan kedipan mata dari Jaenab itu mengakhiri aksi brutalnya. Jaenab telah pergi bersama emaknya dengan damai.

Jadi kawan-kawan, sebelum cerita ini diakhiri. Marilah kita menundukkan kepala sejenak, agar Jaenab si Jipjes (Jin Iprit Jones) beristirahat dengan tenang dan tidak akan menganggu malam kejonesan kalian.

"Doa dimulai!" hening seketika, "Aamiin, Doa Selesai!"

Sekian dan terimakasih, wabillahi taufik walhidayah, wassalamualaikumwarahmatullahi wabarakatuh.

Bubar!

******

Mari ramaikan cerita ini dengan tawa bahagia kalian.

@AndiAR22, @whiteghostwriter, @glbyvyn, @nisaatfiatmico, @irmaharyuni, @c2_anin, @deanakhmad, @Nona_Vannie, @megaoktaviasd, @umaya_afs, @meoowii, @Icha_cutex, @rachmahwahyu, @windazizty, @0nly_reader, @summerlove_12, @bettaderogers, @vielnade28

@Iamtrhnf, @spoudyoo, @TriyaRin, @Reia_Ariadne, @TiaraWales, @beingacid, @nurul_cahaya, @somenaa, @realAmeilyaM, @fairygodmother3, @destiianaa, @opicepaka, @RKSnow, @umenosekai, @aizawa_yuki666

@veaaprilia, @MethaSaja, @sicuteaabis, @brynamahestri, @EnggarMawarni, @NyayuSilviaArnaz, @xxgyuu, @SerAyue, @Bae-nih, @nurr_salma, @intanrsvln, @YuiKoyuri, @herauzuchii, @holladollam, @Juliarosyad9, @fffttmh, @Anjaniajha, @Keizia09

Tim UE:
@chocodelette, @KedaiCerpen1, @demimoy, @Riaa_Raiye, @alvisyhrn, @dyaragil

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro