Part 7 : Lost

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Ahjumma, mulai sekarang biarkan aku membantu kalian. Aku mohon..."

Ibu itu menatap Sohyun dengan raut muka tak senang. Sementara, Ahra berada dibalik tubuh Sohyun. Meremas kuat seragam sekolah Sohyun dan ketakutan. Sohyun sudah sangat memelas. Ah. Mukanya pasti sangat menyedihkam saat ini. Ditambah lagi, ia meninggalkan Taehyung karena masih kesal kejadian kemarin sore.

Sebelum berangkat ke sekolah, Sohyun memutuskan bertemu dengan Ibu Ahra. Sohyun pikir ia akan mencoba membujuk Ibu itu agar lebih melembut pada si malaikat kecil karna Sohyun tahu, hati ibu itu menyiratkan beberapa kasih sayang pada malaikatnya.

"TIDAK! KAU TAK PERLU! KAMI BISA MELAKUKAN KEGIATAN KAMI SENDIRI TANPA BELAS KASIH ORANG LAIN!!"

"KESINI KAU AHRA!!"

Sang ibu menarik lengan Ahra.

Astaga! Pemandangan ini lagi?!

Sohyun begitu lemas. Ingin rasanya ia kembali merebut Ahra dan mendekapnya erat-erat. Tapi siapakah dia bagi Ahra? Justru ibu itulah yang paling cocok memberikan perlakuan atau perhatian apapun pada Ahra.

"Kumohon.. jangan mengasarinya. Ia gadis yang sangat baik dan penurut. Dia sangat menyayangimu.."

Sohyun tak kuasa. Matanya kini membendung cairan bening yang sudah siap tumpah. Tidak! Ia sesungguhnya tak boleh menangis kalau ia mau menyadarkan ibu itu.

"Dia sangat menyayangimu. Kami berteman sekarang! Aku sudah menganggapnya sebagai adikku sendiri. Setidaknya.. biarkan kami berteman ahjumma.."

Ibu itu tetap diam. Ia mengalihkan mata elangnya pada Ahra. Melihat ke dalam matanya tajam seakan ingin mencabik daging empuknya.

Apa aku sudah salah bicara??

"AYO PULANG!! SUDAH AKU BILANG, JANGAN MENEMUI ORANG ASING TAPI KAU MALAH MEMBANTAH!"

"KAU HARUS DAPAT HUKUMAN!"

"Eomma.. tapi dia eonni yang baik... aku tidak meminta apapun darinya. Dia juga tidak mengasihaniku..."

"Eomma..eomma..."

Ibu itu menampar keras lengan si kecil sampai berbekas merah. Masih dengan menggendong bayi yang Sohyun duga bernama Doonbae.

Perlahan mereka mulai menjauh. Dan kini, Sohyun sendiri. Air mata yang ia tahan akhirnya lolos juga.

Apa eomma akan memperlakukanku seperti itu jika ia masih ada?? Apakah ia akan benar-benar menganggapku jika kami bertemu?

Apa dia masih menyayangiku??

"Hei!! Sohyun!!"

Suara teriakan mengacaukan pikiran Sohyun. Bergegas ia menyeka air matanya dan bersikap normal seperti tak terjadi apapun.

"Hei! Pabo! Kenapa kau meninggalkanku huh? Bukankah kita selalu berangkat bersama??"

Taehyung masih mengontrol nafasnya. Ia terengah-engah setelah mengayuh cepat sepedanya untuk menghampiri Sohyun.

"Kau yang bodoh Tae, karna meninggalkanku kemarin."

Tanpa menghiraukan Taehyung, Sohyun menaiki sepedanya dan jalan duluan.

"Apa yang kau katakan?? Tunggu aku!"

Taehyung pun menyusul laju sepeda Sohyun yang mulai tak terlihat.

.................................

"Taehyung!"

"Poni!!"

Taehyung menoleh setelah dipanggil 'Poni' oleh sahabatnya. Tentu saja karena ia kesal. Bukan karena ia menyukai panggilan kesayangan itu.

"Sudah kubilang! Berhenti memanggilku poni! Aku punya nama!"

"Salah sendiri kau tidak merespon saat aku panggil namamu. Lagipula, kau juga selalu berponi di setiap penampilan. Apa aku salah??"

"Terserah kau saja."

"Heh! Poni! Dengarkan aku duluuu..."

Seungcheol mulai sebal karena Taehyung begitu cuek padanya pagi-pagi begini. Seungcheol pun menarik kerah baju belakang Taehyung sehingga membuatnya sedikit terjengkang ke belakang.

"Aish!! Kau ini! Bisakah tidak menggangguku?? Aku sedang membaca!"

"Iya.. aku tahu. Tapi ini berita yang menarik. Apa kau tidak mau mendengarnya?? Ini tentang B-A-E......"

"Bae Irene?" Taehyung melebarkan matanya dan langsung menatap sahabatnya.

"Dasar namja! Mendengar nama Irene saja kau langsung tertarik!"

"Katakan padaku, berita apa yang kau bawa?? Huh?? Cepat katakan!"

"Sabar Tae.. kau ini. Buru-buru saja.."

"Jadi..."

................................

"Wah.. daebak!"

Yeri membuka mulutnya lebar-lebar. Merasa sangat takjub dan kaget melihat sesuatu dari ponselnya.

"Ada apa?"

Sohyun mulai tertarik dengan reaksi berlebihan Yeri.

"Apa kau tahu Sohyun, Primadona sekolah kita.. dia mau mengadakan kencan buta dengan salah satu namja di sekolah!"

"MALAM INI."

Lanjutnya.

"Apa?! Dengan siapa?"

"Itu dia yang menarik! Irene mengatakan dalam SNS-nya, kalau dia telah memilih seseorang yang baru saja dia follow lewat akunnya! Aku jadi sangat penasaran. Siapa namja yang sudah dia pilih itu? Pasti namja itu mimpi indah semalam!!"

Rahang Sohyun merosot. Ia tahu, sangat tahu siapa yang dimaksud Irene dalam SNS-nya. Gadis itu benar-benar hancur. Hilang sudah secerca harapannya pada Kim Taehyung.

Kalau saja Taehyung tak mendapat kejutan itu..

Kenapa dia harus memilih Taehyung? Kenapa harus si 'tidak peka'?

Lengkap sudah kesedihan Sohyun hari ini. Ia memilih keluar kelas dan menuju ke lapangan basket indoor yang selalu steril dari para siswa ketika jam pelajaran tiba. Ya. Sohyun membolos di pelajaran jam pertama.

"Kau sangat bodoh Sohyun! Bisa-bisanya kau menaruh benih cinta padanya!"

"Kau bahkan lebih bodoh lagi! Setelah tahu dia mencintai yang lain, tapi kau masih tetap bertahan?? Menyedihkan!!"

Sohyun berulang kali memukul kepalanya dengan tangannya sendiri. Ia sangat membenci dirinya untuk sesaat. Menyadari bahwa ia tak akan pernah menguasai hati Kim Taehyung. Namun semua datang terlambat. Penyesalan selalu datang di akhir dan kau tak akan pernah tahu kapan itu akan sirna.

Tiba-tiba saja, sebuah bola mendarat di kepala Sohyun. Tidak begitu keras. Namun, itu cukup membuat Sohyun meringis dan mengaduh kesakitan.

"Aww!!"

Sohyun memegangi kepalanya. Mengusapnya cepat-cepat karna sangat refleks dengan serangan bola dadakan itu.

"Daripada memukuli kepalamu dengan tanganmu sendiri, itu tidak akan cukup membuatmu sakit. Jadi, bagaimana? Apa bola itu bisa mengusir si brengsek yang mengganggu pikiranmu?"

Sohyun menoleh ke arah sumber suara. Ketika matanya bertemu dengan si pembicara, Sohyun merasa seakan ia menemui ajalnya!

"Apa yang kau lakukan disini? Bukankah ini jam pelajaran? Apa kau membolos?"

"Dasar anak kecil!"

Laki-laki pelempar bola itu mengacak rambut Sohyun pelan. Membuatnya terasa risih dan ingin sekali keluar lapangan basket.

"Tidak usah sok peduli padaku. Pedulikan saja dirimu sendiri. Bukankah kau sudah berada di tahun akhir sekolah? Seharusnya kau tidak meninggalkan pelajaran dan mengabaikan ujianmu yang tinggal menghitung hari!"

"Wah.. akhirnya.. kau bicara panjang juga padaku."

"Kau cantik kalau lagi marah."

Laki-laki itu mengulas senyum. Sebelum ia meraih tangan Sohyun, Sohyun sudah berdiri dan bergegas meninggalkan ruangan dan atmosfer mengerikan dari dalam sana.

"Aigo. Susah sekali meluluhkan hatinya."

Laki-laki itu bergumam sendirian.

.............................

Sekarang jam pulang sekolah. Sohyun mengendarai sepeda kesayangannya diikuti oleh Taehyung.

"Kemana saja kau? Tumben tidak menemuiku di jam makan siang?"

"Bukan urusanmu."

Sohyun memandang Taehyung kecut. Membuat pria itu bergidik ngeri karena tak biasanya si manis Sohyun berkata dingin.

"Hei.. kau ini kenapa? Kenapa marah-marah dari kemarin huh?"

"Aku tidak marah."

"Kau marah."

Taehyung kini mensejajarkan sepedanya di samping kiri Sohyun. Mencoba mengamati wajah manis dan pipi chubby Sohyun. Tentu saja ia sangat penasaran akan perubahan drastis pada diri sahabat kecilnya.

Sohyun yang merasa terus diamati akhirnya tersadar.

"Berhenti menatapku. Kau membuatku muak."

"Isshhhh... kau aneh sekali!"

Taehyung mencibir Sohyun. Tapi respon Sohyun kini berubah. Ia benar-benar ingin memastikan kalau namja itu bukan Taehyung. Namja pilihan Irene bukanlah Taehyung sahabatnya.

"Jadi, apa kau ada acara nanti malam?"

Taehyung tiba-tiba terdiam. Ia memberhentikan sepedanya membuat Sohyun spontan juga ikut terhenti mengikuti langkahnya.

"Sebenarnya.. aku benar-benar senang. Tidak tahu harus bagaimana mengucapkannya! Tapi.. Bae Irene sungguh mengajakku berkencan buta!"

Mata Taehyung berbinar-binar. Sementara Sohyun, matanya kini mulai menggelap. Ia patah hati. Ia remuk dan pecah berkeping-keping. Kekhawatirannya memang beralasan. Dan dugaannya benar.

"Pakaian seperti apa menurutmu yang harus aku pakai?"

Taehyung sudah sangat kelewatan. Andai dia bisa membaca hati dan pikiran Sohyun, mungkin ia tak akan pernah mengatakan atau menanyakan hal itu. Hal yang justru membuat Sohyun semakin tenggelam dalam jurang kematian.

Dan Sohyun, ia malah mengatakan,

"Mari memilih baju untukmu nanti malam."

Dan menampilkan fake smile-nya. Seperti biasa. Berpura-pura oke tapi sejujurnya tidak.

...............................

Taehyung sudah berias diri. Ia begitu tampan dengan setelan celana jeans dan kaos abu-abu. Dilengkapi jaket biru tua dengan hoodie merah.

"Sempurna!"

Gumam Taehyung. Sementara, Sohyun sudah pulang sejak tadi. Mungkin ia tak bisa lagi menyaksikan senyuman Taehyung. Senyuman yang bukan karena dirinya, tetapi karena wanita lain.

Taehyung bergerak ke luar kamar. Ia hendak berpamitan dengan halmi-nya untuk kencan buta pertamanya.

"Tidak Bu! Maafkan kami.. Sebenarnya bukan maksud kami seperti ini.. tapi.. Taehyung, kami tidak bisa menanggung bebannya! Kami sudah sangat sulit hidup di kota kejam ini. Kami tak bisa lagi mengurusnya.. jadi aku mohon..ibu saja yang merawatnya baik-baik."

"Kenapa kau lakukan ini, Nak. Apa kau tidak tahu betapa ia merindukan kalian? Ia sebenarnya menangis sepanjang malam. Tapi belakangan ini dia banyak tersenyum.. setidaknya.. hubungilah dia."

"Maaf Bu.. kami tidak bisa. Jika kami menghubungi anak itu.. maka semua akan terus berlanjut. Dan pada akhirnya.. ia meminta kami untuk menemuinya. Kami... sungguh.. tidak bisa."

Tut.. tut... tut...

"Halo? Halo? Apa kau masih disana Minhee?"

Taehyung berbalik. Ia keluar lewat pintu belakang dengan hati-hati. Sesampainya di luar, dia berlari dan terus berlari. Kini pipinya mulai basah.

Ia menangis???

Benar. Taehyung juga manusia. Dia juga punya emosi dan terkadang begitu melankolis. Apa semua pria itu kuat?  Tidak. Mereka juga bisa menangis. Manusia tetaplah manusia. Dan laki-laki adalah jenis dari manusia. Dia bukan berhati baja. Dia sebenarnya sangat rapuh mendengar pembicaraan halminya di telepon.

Apa aku begitu menjadikan beban kalian berat sampai kalian tak mau mengurusku dan benar-benar meninggalkanku?

.............................

Ini sudah pukul setengah 12 malam. Raut wajah halmi begitu panik karena cucu kesayangannya menghilang. Dengan terpaksa ia menelpon Sohyun karna telepon Taehyung tidak aktif.

Dan disinilah dia sekarang. Sohyun. Gadis manis itu memeluk halminya dan mencoba membuatnya merasa tenang.

"Cucuku pergi... ia tak pulang..."

Sohyun meletakkan kepala halmi pada bahunya. Memeluknya erat selagi menggenggam kedua tangan rentanya dalam satu kepalan.

"Halmi.. semua akan baik-baik saja... ia pasti kembali.."

"Dia pasti mendengar semuanya... dia pasti terluka.."

Sohyun terkesiap. Ia mendudukkan tegak kembali tubuh halmeoni. Otaknya mulai berpikir ke satu tempat. Sohyun sangat yakin kalau Taehyung ada disana.

"Halmi.. aku tahu dia dimana.."

...............................

Sohyun sampai di sebuah halte. Sepi. Tak ada siapapun di sana. Suaranya mungkin sudah sangat parau karena memanggil-manggil nama Taehyung sejak tadi.

Disisi lain Sohyun merasa tenang karena Taehyung melewatkan acara kencan butanya dengan Irene. Tapi, melihat apa penyebab sebenarnya, apakah ia akan sekejam itu?

Sohyun tidak rela melihat Taehyung bersedih. Jika harus memilih, apakah Taehyung harus menghilang atau kencan bersama Irene malam ini, tentu Sohyun akan lebih membiarkan Taehyung berkencan dengan Irene. Jika hanya dengan cara itu Taehyung bisa tersenyum.

"Taehyung!!"

"Kim Taehyung!!"

"Kau dimana Tae?"

Mata Sohyun berputar meneliti seluruh lokasi. Taehyung tak terlihat dimanapun.

Biasanya Taehyung akan kesana jika ada masalah. Tempat terakhir dimana ia berpisah dengan orangtua dan saat itu ibunya masih mengandung Eonjin, adik pertamanya. Tempat dimana untuk terakhir kalinya Taehyung menggenggam tangan sang Ibu.

Sudah lama. Itu sudah sejak 10 tahun yang lalu sebelum akhirnya telepon mereka terputus sangat lama. Dan baru tadi Taehyung mendengar kembali suara ibunya. Atau mungkin, sudah lama ibunya sering menelpon diam-diam? Taehyung tak tahu.

"Tae...."

Sohyun kembali meneriaki nama orang tercintanya. Ia mulai sangat khawatir. Diraihnya ponsel miliknya, lalu diteleponlah Kim Taehyung darisana.

Terdengar suara nada dering. Nada dering panggilan yang biasa Taehyung setel. Itu berarti dia ada di sekitar sana.

Sohyun mengikuti arah suara. Dan ia menemukan seseorang meringkuk di belakang papan halte. Ia terlihat begitu terpuruk dengan rambut acak-acakan dan pakaian yang tidak rapi.
.

.

.

.

.

.
.
.

Terkadang kebahagiaan datang bersamaan dengan kesedihan. Kita tidak tahu kapan itu berawal. Semua terjadi begitu klise.

Dan satu hal yang akan kau rasakan ketika keduanya tiba. Hilang. Kau akan merasa begitu kehilangan dan tenggelam dalam keterpurukan. Dan saat itu pula.. tak terasa butiran bening jatuh menimpa pipimu basah seperti air hujan yang alirannya membasahi permukaan.

Kau berada dalam penyesalan.

























To be Continued.

♡ Recondite ♡

Yg minta next guys. Nih.. udah aku up.

Coba tebak, siapa cowok yang ada di lapangan basket indoor dan nyamperin Sohyun waktu itu?😋

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro