Kisah Seekor Ikan di Arus yang Berlawanan - Bagian 06

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

you were good to me
Jeremy Zucker, Chelsea Cutler

«◁ ▶ ▷»

00:21 -●------- -3:39

/////-\\\\\

"Tadi itu apa, Pak?"

Adika bertanya lebih dulu, sebelum Pandu melakukannya seperti biasa. Ia benar-benar tidak mengerti dengan penggalan kisah mengenai sepasang ikan bernama Kelabu dan Gabu itu. Dilihat dari bagaimana pun, keduanya tidak memiliki korelasi yang sempurna.

"Penggalan cerita yang ada di dalam buku Menyerupa Ikan Bandeng di Kota Bandung," jawab Melisa. "Aku ingat betul bagian itu. Bagian di mana aku kemudian merenungkan kenyataan yang ada di sekitarku."

"Hah?" Pandu kebingungan. "Kenapa sampai segitunya, Mel?" ujarnya.

Melisa tersenyum, kemudian berkata, "Ya karena aku sadar, kalau aku pun berada di titik yang sama dengan Kelabu. Kami berusaha mengikuti ke mana pun hidup mengendara. Namun, itu hanya untuk bertahan hidup semata. Sejatinya, pikiran kami sangatlah berlawanan dari jalan yang ditempuh oleh keadaan."

Gistra, yang seharusnya berperan banyak pada pertemuan ini, justru sedikit terganggu dengan tumpukan-tumpukan masalah yang didengarnya. Mereka saling melapisi satu sama lain, tanpa enggan memberinya jeda untuk menyelesaikan lapisan pertama.

Lying, isn't better than silence
Floating, but I feel like I'm dying

"Cerita saya sudah selesai," sergah Pak Andi. "Kira-kira itulah alasan kenapa saya masih belum ingin meninggalkan Bumi ini. Saya berbohong pada diri sendiri dengan mengabaikan kepedulian Yossi."

Still no matter where I go
At the end of every road
You were good to me
You were good to me, yeah

Adika tiba-tiba sedikit menyesal karena telah melemparkan pertanyaan tadi. Ia hanya membuka sebuah luka yang bahkan belum sempat mendapatkan penyembuhan untuk ditutup. Beda halnya dengan Pandu. Lelaki berkumis tipis itu masih saja celingukan penuh bingung karena tidak begitu paham dengan apa yang diceritakan oleh Pak Andi.

"Saya ... menyesal karena membalas kebaikan Yossi dengan ketidakpedulian," isaknya. "Saya tidak mungkin meninggalkan Bumi setelah menggores luka pada Yossi."

I know it's easier to run
After everything I've done
You were good to me
You were good to me

"Pak, aku yakin kalau Yossi pasti memaafkan Bapak," jelas Melisa. "Dari cerita yang baru kudengar dari Bapak sendiri, aku tahu kalau Yossi sangat meyanyangi Bapak."

You were good to me

Pak Andi membalas tatapan sendu yang Melisa berikan. "Yossi memang sangat baik. Terlalu baik. Saya harap perkataanmu itu benar apa adanya, Mel," balasnya.

You were good to me

"Sebentar-sebentar. Jadi kita di sini karena kita belum mau meninggalkan Bumi?" Belum juga mengerti jawaban atas pertanyaan sebelumnya, Pandu sudah mengirimkan pertanyaan yang lain. "Kalau emang kayak gitu, kenapa aku ada di sini?"

Semua yang ada di ruangan itu menatap Pandu dalam bisu. Yang diperhatikan bergerak salah tingkah. "Duh, jangan ngelihatin kayak gitu, dong!" katanya, sedikit risi.

Namun, itu tidak membuat tatapan mereka berakhir.

"Pan," panggil Adika.

"Apa?"

"Apa kamu gak capek pura-pura baik-baik aja seperti itu?"

Leaving, isn't better than trying
Growing, but I'm just growing tired

Telak. Pandu terdiam. Pandangannya terjatuh ke arah punggung meja. Ia mengulum bibirnya, mengembuskan napas yang sebelumnya ditahan selama beberapa detik, lalu menjawab, "Orang lain mana peduli kita capek atau nggak, huh? Kalau juga mereka tahu kita capek, emangnya mereka bakal ngapain? Paling-paling juga pergi."

"Bukan begitu maksudku, Pan, tapi-"

"Sudahlah!" Pandu agak membentak. "Kita di sini cuma untuk bercerita, bukan? Gak ada hubungannya dengan gimana harus berperilaku."

Gistra terkejut melihat perubahan sosok yang dikiranya sebagai humoris itu. Tatapannya terkunci ke lelaki di samping kanannya yang kini sedang menstabilkan napas.

"Nah, sekarang kita mending balik lagi ke cerita Pak Andi!" Lagi-lagi Pandu berubah. Menjadi dirinya yang ceria di awal pertemuan. "Pak Andi gak usah khawatir. Kalau aku ada di posisi Yossi, aku juga pasti bakal maafin Bapak, kok. Atau justru ... aku malah bakal nyalahin diri sendiri atas kematian Bapak itu ...."

Melisa memukul Pandu spontan.

Now I'm worried for my soul
And I'm still scared of growing old
You were good to me
You were good to me, yeah

Pandu menoleh dan berkata, "Kenapa?" Namun, yang didapatinya sebagai jawaban hanyalah tatapan tajam dengan sedikit gelengan pelan.

And I'm so used to letting go
But I don't wanna be alone
You were good to me
You were good to me, yeah, oh

"Itulah dia, Pandu." Pak Andi menanggapi. "Saya terlalu takut pergi untuk meninggalkan Yossi dalam keadaan merasa bersalah, padahal tidak sama sekali. Saya terlalu khawatir."

Suasana dalam ruangan terbeku beberapa saat. Mereka tidak paham bagaimana merangkai sebuah kalimat penenang bagi jiwa yang seharusnya sudah tenang. Tidak ada lagi cara yang dapat dilakukan untuk berbicara kepada Yossi secara langsung dan mengatakan bahwa Pak Andi meminta maaf.

"Pak, Yossi pasti sedang berusaha untuk tidak bersedih. Dia juga tidak mau Bapak melihatnya seperti itu," ucap Gistra. "Bapak tidak perlu khawatir mengenai bagaimana Yossi melanjutkan caranya bertahan. Ia bukan perempuan yang mudah putus asa, 'kan?"

Pak Andi mengangguk.

"Tapi bagaimana jika Yossi menyalahkan dirinya sendiri?"

God only knows, where our fears go
Hearts I've broke, now my tears flow
You'll see, that I'm sorry
'Cause you were good to me
You were good to me

Gistra menggeleng tegas. "Tidak, Pak. Kematian Bapak ini terjadi karena sakit, bukan kematian-kematian tidak wajar yang membuat seseorang harus disalahkan," jawabnya.

"Tetap saja, Yossi pasti akan menyesal karena telah membuat saya kesal di masa-masa terakhir saya." Pak Andi terus mengelak. Menolak argumen bahwa adiknya itu tidaklah jatuh dalam lubang penyesalan. "Dia pasti menyesal. Saya ... tidak ingin dia seperti itu ...."

"Hei, Pak." Perempuan di sebelah Pak Andi memanggilnya. "Aku tahu ini terdengar bodoh karena sedari tadi aku tidak menanggapi apa-apa. Tapi percayalah, setiap orang pasti pernah merasakan sesal atas hal yang bahkan tidak berkaitan dengannya. Yossi, adik Bapak, mungkin juga merasakannya. Cuma itu bukan berarti dia akan terus-terusan berada di lubang itu, Pak."

And now I'm closing every door
'Cause I'm sick of wanting more
You were good to me
You were good to me, yeah

Pak Andi tertawa. "Semoga saja, ya," katanya.

Adika, Pandu, Melisa, dan bahkan Gistra, terlihat keheranan dengan apa yang baru saja terjadi: Pak Andi tidak mengelak. Ia menuruti perkataan perempuan itu.

"Omong-omong, siapa namamu?"

"Alis," ujarnya, menjawab Pak Andi.

"Baiklah, Alis. Terima kasih, ya." Ia menatap perempuan berambut pendek itu. "Kalian semua juga," lanjutnya, seraya menatap empat kehadiran yang lain secara repetitif.

Swear I'm different than before

"Sekarang, saya sudah sedikit tenang."

Melisa bertanya ingin tahu, "Senang mendengarnya, Pak. Tapi kalau boleh tahu, kenapa tiba-tiba?"

Pak Andi melempar senyum pada Alis.

"Bapak naksir sama Alis?" serobot Pandu sekenanya. "Ciee ...."

"Hahaha, bukan!"

Mendengarnya, Adika pun ikut bersuara, "Terus kenapa, Pak?"

"Alis mengingatkan saya pada Yossi."

I won't hurt you anymore

"Ketika Alis mengatakan kalimatnya tadi, saya merasa kalau itu dikatakan oleh Yossi. Dan, kalau-kalau saya terus mengelak, yang ada itu hanya membebani pikirannya dengan terus berusaha mencari cara untuk meyakini saya." Pak Andi meneruskan kalimatnya yang tadi sempat terjeda.

"Berarti, cerita Bapak benar-benar sudah selesai?" tanya Gistra. "Tidak ada lagi alasan yang mengharuskan Bapak untuk berat hati meninggalkan dunia ini?"


Pak Andi tersenyum ramah sembari mengangguk. "Tentu saja."

Gistra ikut senang. Begitu juga dengan empat sosok lainnya. Cerita tentang seseorang yang berada terpaksa mengikuti standar mayoritas, akhirnya berhasil dirampungkan setelah sekian waktu. Lagi-lagi mereka belajar, bahwa manusia tidak jarang menjadi makhluk yang paling egois karena merasa telah menyakiti banyak orang. Padahal kenyataannya, pikiran itulah yang justru merusak diri sendiri, sehingga berdampak pada kehidupan orang lain.

Meski memahaminya ketika bukan lagi sebagai seorang manusia.

'Cause you were good to me

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro