Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Selepas ia menjawab panggilan tugas virtual dari beberapa klien, siang itu Eliza dikejutkan dengan panggilan dari tuan rumah mengenai keberadaan surat untuknya.

Baru saja Eliza ingin memberitahukan soal proyek yang disembunyikan oleh beberapa keluarga berpangkat Count dari klien terakhir. Tidak sia-sia Eliza menuruti kemauan si klien untuk membuat akun-akun palsu dan melakukan presentasi dengan sosok virtual yang sudah dirancang sedemikian rupa agar tidak dapat dilacak; informasi dari kliennya itu membuka sepuluh dari dua puluh nama yang tengah santer di tengah masyarakat atas keterkaitannya atas suap daerah pertambangan di utara KINGDOM.

Lidah Eliza sejenak kelu saat tuan rumah lagi-lagi mengulang kalimat yang sama, saat dia melongo dan mengerjap: 'Ada surat untukmu, Liz.'

"Surat?" matanya mengedar ke arah tuan rumah, Elise Cardis. 'Madam', panggilan yang Eliza nobatkan bagi wanita yang telah mengadopsinya menjadi bagian keluarga Baron Cardis. Eliza menunjuk dirinya sendiri, canggung. "Untuk saya?"

"Aku bisa paham kenapa kamu bingung, Liz." Elise mengangkat kepalanya sesaat ia membusungkan dada, rambut hitam yang diikat poni bergoyang seirama saat ia mengerling, selayaknya bandul teratur. "Kamu tidak pernah dapat surat sebelumnya, mm?"

Surat. Surat katanya! Oh, pasti sebuah lelucon. Semua pesan kini telah virtual, mengalir pasti melalui pelbagai jaringan daring dan akan menjangkau dalam hitungan detik setelah dikirim. Surat itu juga akan ditunjukkan langsung ke kotak masuknya yang juga virtual, bukan kotak masuk utama rumah. Siapa juga yang akan repot-repot membuat relik masa lalu untuk dikirim ke rumah-rumah dengan ... apa? Tukang pos betulan?

Sungguh, tuan rumahnya ini gemar sekali mengumbar lelucon.

"Ya mana mungkin, Madam."

Elise menunjuk meja ruang tengah sekali lagi.

Hari ini, dengan tidak biasanya, meja panjang mahoni itu tidak sesak oleh buku-buku dari perpustakaan. Tidak juga dengan piring-piring makanan.

Memang, zaman sudah maju untuk sekedar menyuruh AI - Artificial Intelligence, intinya, otak komputer yang terprogram - memasak makanan sesuai dengan kebutuhan kalori per orang per hari. Tetapi, Madam akan selalu memasak tanpa bantuan siapapun. Tidak juga seorang pembantu, baik AI maupun manusia. Eliza pernah melihat rumah keluarga yang benar-benar dikomandoi oleh AI, 24/7, setiap jengit dinding dan lantai.

"Terlalu monoton. Apa enaknya makan tanpa melanggar batas kalori atau asupan gula?"

Elise juga selalu bilang kalau hal itu menyesakkan, dan bagaimana ia tidak bisa menyalurkan hobi masaknya.

"Jadi manusia itu jangan seperti robot. Kita bisa membuat robot, tetapi kita ada bukan hidup untuk menjadi terlalu teratur. Ingat mengapa Tuhan menghempaskan Adam dari Surga? Kita bukan Malaikat ataupun Iblis. Tapi kita yang berpotensi jadi keduanya."

Mungkin hanya rumah mereka yang berkulkas penuh dan berdapur dengan peralatan lengkap. Eliza masih ingat ketika ia disuguhkan air ketika bertandang ke sebuah rumah singgah milik Earl di daerah industri barat. Di sana mereka tidak mempekerjakan pembantu - tidak ada tanda-tanda maid atau butler berseragam, hanya AI yang terinstall jadi satu dengan rumah. AI yang menghidangkan gelas itu bahkan mendongengkan kandungan mineral dalam air yang didapat dari hasil suling tersebut. Hidangan yang ditujukan kepada mereka pun, tiba-tiba saja tersedia di meja saat sang owner menjentikkan jari. Isi piringnya menyesuaikan kebutuhan nutrisi per hari menurut BMI tiap tamu.

Itu jelas memang pelanggaran privasi ringan, tetapi siapa juga yang mau menyalahkan robot atau AI dengan kemampuan pemindaian mereka yang otomatis?

Keluarga mereka mungkin menyandang kelas 'Baron' di daftar panjang 'keluarga bangsawan', sayang, bukan berarti mereka kaya atau memiliki tanah seperti Baron pada zamannya. Mereka mungkin saja bisa menggaji pembantu, bila Madam Elise ingin menerapkan kehidupan anti-AI, tapi menurutnya itu hanya buang-buang uang.

Usah sudah mengomentari hidup mereka yang terbilang 'unik', saatnya membuktikan bahwa si Madam ini menipunya.

Mata delimanya membulat melihat apa yang ada di atas sana, di antara kekosongan meja yang menyiksa: sebuah amplop. Dan ketika tangannya yang dibalut sarung tangan hitam itu menyentuh amplop, jemarinya tidak menembus ke arah meja. Amplop surat ini nyata.

Eliza bisa mengira-ngira bahwa Madam di ujung kiri matanya itu mulai menahan tawa. Ia mendengus kencang, terus memeriksa akan adanya kejanggalan.

Memang kenapa kalau amplop ini asli? Ini masih permainan si mentornya, 'kan?

Sudah tidak ada yang memakai surat sejak satu abad silam, walau kertas yang terbuat dari pepohonan punah beberapa dekade setelahnya. Di selang waktu sebelum pohon penghasil kertas punah, manusia sudah tidak lagi bergantung pada kertas. Semua sudah ada dalam bentuk digital--segala data, laporan, surat, arsip penting, dokumen pemerintahan, semua sudah ada dalam bentukan fana dan dienkripsi dengan berbagai macam metoda.

Eliza tidak akan menyerah: ia akan membuktikan 'surat' ini adalah akal-akalan sang Madam.

Amplop itu memiliki bentuk. Persegi panjang yang dipotong sedemikian rupa, berbahan kasar, memiliki dua sisi depan dan belakang. Sisi depan amplop polos, sementara sisi belakang amplop memiliki bagian segitiga ke bawah yang dapat dibuka, yang ini disegel dengan sebuah cap yang terbuat dari lilin. Lilin tersebut berbentuk bulat, logo pedang dan daun milik SOCIETY tercetak timbul di permukaan. Eliza menyentuh cap tersebut tanpa sarung tangan, benar-benar timbul, detail logo yang ada di sana juga selayaknya asli.

<kata benda>SOCIETY</kata benda>
<deskripsi>
Sebuah organisasi pemerintahan yang menjadi jantung dari KINGDOM. Terdiri dari tingkatan hirarki, mulai yang terbawah, yang mengurus tetek-bengek mengenai ekonomi bagian mikro, hingga yang teratas, ADMINISTRATOR. Para Admin dianggap sebagai orang tertinggi di KINGDOM, dan posisi ini dipilih dalam sebuah acara yang dilaksanakan tiap tiga tahun sekali.
</deskripsi>

Eliza membalik amplop untuk melihat sisi depan amplop yang berisi tulisan: Teruntuk Baroness Cardis, dengan tulisan tangan berbentuk kursif. Satu lagi hal aneh.

Era digital tidak mengindahkan tulisan tangan dari pena. Kalau itu merupakan hasil cetakan dengan mesin cetak dengan mata inframerah pun, akan terlihat jelas perbedaannya dengan apa yang ditulis langsung oleh seseorang di atas kertas. Seperti, dalam kata-kata ini, tarikan penanya berbeda untuk setiap huruf. Belum lagi, ada tanda seperti tinta yang luber di akhir setiap kata. Sebuah mesin tidak akan membuat kesalahan seperti itu.

"Memanggil Sistema Cardis."

"Heh, pilihan bagus, Nak."

Layar melayang di tengah ruangan, sebelum membentang sempurna dari batas antara perpustakaan kecil mereka di selatan dan meja Madam yang ada di utara ruangan. Sebuah kotak putih berjalan menunjukkan persen, mulai dari nol hingga seratus.

[ Selamat Datang di Sistema Cardis. ]

Sehentak kemudian, layar besar tersebut berisi penuh dengan belasan layar kosong, yang kemudian sekejap terisi oleh informasi-informasi berkaitan dengan amplop yang ia pegang. Bahan amplop. Informasi sidik jari yang ada di amplop. Sampel tulisan yang mirip dengan apa yang tertulis di permukaan amplop. Daerah tempat kemungkinan bahan amplop diproduksi. Bagaimana amplop tersebut bisa sampai ke hutan lindung di daerah Divisio Tessa. Sumber lilin yang digunakan untuk cap. Informasi umum mengenai Society.

Rentetan informasi itu muncul dalam hitungan sepersekian detik.

"Kayaknya kamu nggak perlu pakai layar besar buat ini deh."

"Madam diam saja dulu. Aku perlu konsentrasi."

"Oke~"

<kata benda>SISTEMA CARDIS</kata benda>
<tipe>Sistem Operasi</tipe>
<versi>1.3</versi>
<deskripsi>
Sebuah Sistem Operasi berbasis komputerisasi kuantum yang dimiliki oleh keluarga Baron Cardis.
</deskripsi>

Sistema Cardis. Sesuatu yang Eliza idam-idamkan sejak dahulu saat pertama kali menemukan 'rahasia' tersebut ketika ia masih melakukan peretasan dengan ribuan nama palsu. Sistem yang memiliki kemampuan prosesor lebih cepat dari komputer manapun, dan dapat menjalankan perintah apapun dengan kunci pendorong yang tepat.

"Jadi, amplop ini asli dan berasal dari Society."

"Itu yang kubilang sejak tadi, Liz."

Maniknya mendelik tajam ke arah Madam. "Baiklah, baik. Aku percaya. Jadi? Apa isi amplop ini?"

"Itu ditunjukkan untukmu, mana mungkin aku membacanya duluan," Eliza membuka mulut untuk berkilah, tapi Madam seperti sudah mengetahui apa yang ingin ia bicarakan. "Sistema-nya 'kan sudah pindah tangan. Aku tidak bisa dong, memindai isi sebuah benda tertutup seperti dulu?"

Setelah berhasil 'lulus' dari penilaian Madam, Eliza mewariskan sistem tersebut beberapa bulan lalu. Mewariskan sistem, apalagi mengingat bahwa Eliza bukanlah keturunan asli dari keluarga bangsawan, tentu saja datang dengan perjanjian-perjanjian yang mengikat kedua belah pihak.

Eliza memperhatikan Madam menaikkan kedua bahu, "Buka saja suratnya kalau kamu penasaran."

"Tapi surat ini ditujukan untuk-"

Madam Elise mengetuk mejanya sekali, maniknya mengilat bersamaan dengan senyumnya yang terkembang, "Siapa Baroness Cardis sekarang, mm?"

Ini pertama kalinya Eliza merasa gelar itu membuatnya merasa tidak nyaman. Ia pun terdiam, mulai mengulum bibir. Surat itu seakan terasa seperti bara api sekarang, ia merasa tangannya terbakar perlahan.

Dua bulan lalu, Eliza dengan bangga menyandang Sistema Cardis dan menerima semua isi kontrak yang ada antara dirinya dan keluarga Cardis. Madam Elise bilang bahwa ia masih akan tetap menjadi perlambang bagi keluarga dengan level Baron tersebut. Walau begitu, status peralihan tidak akan berjalan selamanya. Suatu hari nanti, 'Elizabeth Cardis' akan dikenalkan kepada khalayak sebagai pemimpin keluarga Cardis. Eliza paham dengan implikasi tersebut.

Setelah menarik nafas panjang dan membuangnya teratur selama beberapa kali, tangannya yang bergetar menarik lepas cap tersebut dari permukaan amplop. Sepucuk surat yang terlipat rapi telah menunggu terlalu lama di dalam. Bahkan, isi surat tersebut memiliki harum tertentu, lembut nada sitrus yang jarang Eliza cium dari peralatan-peralatan yang dikontrol sepenuhnya oleh AI. Ia harus menelan kenyataan bahwa memang manusia yang menulis surat satu-persatu, membungkusnya dengan rapi dengan satu garis lipatan, memasukkannya ke dalam amplop, memberi cap segel ke setiap amplop, dan menulis arah amplop tersebut ditujukan.

Baru kali ini Eliza merasa bunyi gemerisik kertas yang dibuka begitu menyiksa, dan penderitaannya belum berakhir sampai di sana.

Kertas itu bersabda; dengan huruf demi huruf kursif yang sama tertera pada badan amplop:

Yang terhormat, Baroness Elizabeth Cardis.
Anda telah terpilih untuk turut serta pada Society Auction Ball.



Satu bulan. Elizabeth Cardis hanya punya waktu satu bulan.

Memang, tiga puluh hari, atau tujuh ratus dua puluh jam, adalah waktu yang cukup lama untuk dirinya mengumpulkan segala informasi yang dirasa perlu. Segalanya. Apapun itu. Semua daftar dari A hingga Z mengenai Society Auction Ball ini harus terpenuhi.

Eliza tersadar ia telah menggigit jarinya sendiri selama beberapa saat, ketika Madam datang dengan dua buah mug di tangan: kopi panas yang pekat dan beraroma kuat, favorit mereka berdua ketika tengah sibuk dalam dunia mereka sendiri.

Di luar sana, Eliza mulai mendengar suara penebang-penebang pohon yang selalu datang ke hutan lindung di Divisio Tressa setiap sore. Mereka tidak selalu menebang pohon, tetapi suara-suara mereka selalu nyaring, seakan tidak ada keinginan untuk berbicara dengan jarak dekat. Eliza tidak terlalu patuh dengan jam sehingga lolongan-lolongan para penebang pohon itu menjadi penanda bahwa waktu sudah dekat dengan senja.

Hampir saja satu hari lewat dengan percuma dari tiga puluh harinya untuk bersiap. Kepalanya yang sejenak penuh kini makin terasa semrawut, ia tidak tahu harus darimana mulai mencari.

"Ingat Liz, kamu harus cari gaun buat acara ini."

"Aku ... harus pakai gaun, Madam? Kemeja putih tidak cukup?"

Madam di singgasananya tergelak, untung dia sudah menaruh mug miliknya di atas meja, atau mungkin kopi itu akan mendarat di berkas-berkas multimedia-nya yang berserak di atas meja.

"Nak, ini bukan wahana pencari kerja. Kamu bakal ditertawakan kalau pakai kemeja putih saja," sambungnya. "Mana semangatmu yang dua bulan lalu ingin menyandang Sistema Cardis, mm?"

Madam selalu menaikkan mugnya tinggi sebelum ia menyesap kopi. Eliza, bila ia ingin menyambut gestur tersebut, akan ikut menaikkan mugnya, seakan melakukan toast dengan perantara udara. Sekarang, Eliza hanya memandang Madam Elise dengan datar, jari-jarinya menyilang memangku dagunya.

"Apa yang Madam tahu tentang Society Auction Ball?"

"Yang aku tahu, aku tidak pernah dapat undangan selama dua puluh sembilan tahun hidupku."

"Ya, sangat membantu." Eliza membuang muka ke arah meja, surat yang terbuka dan kopi yang belum tersentuh menatapnya kembali.

"Kalau kubalik: apa yang kamu tahu dari Society Auction Ball, Liz?"

Mata delimanya berputar. Kopi di cangkir tidak bergerak mengikuti bola matanya, sekedar memantulkan wajahnya yang masam dan bekas luka di pelipis kiri yang mendefinisikan dirinya. Mendengus, Eliza membuka lagi laman utama milik Sistema Cardis. Kali ini, ia tidak lagi menggunakan layar besar, hanya membukanya untuk dirinya sendiri tahu, mode persembunyian.

Eliza tidak ingin Madam Elise membaca terlalu dalam ekspresinya saat membuka hal-hal mengenai Society Auction Ball.

Ia kembali membaca cepat surat tersebut, menunggu semua lama yang ia perlukan berdasarkan kata kunci yang ia tekankan terbuka di depan mata.

"Perlu kubacakan semuanya?"

"Tidak, tidak perlu." Madam menjawab. "Jawab saja dengan singkat."

Eliza menutup matanya, "Acara pemilihan Administrator baru yang ada setiap tiga tahun sekali," ia menutup semua hasil pencarian yang terlalu 'dalam' baginya. Menyuruh otaknya sendiri untuk menampilkan hal-hal umum. Juga menyuruh otaknya untuk tidak membayangkan apa-apa selain yang umum.

"Biasanya, seleksi ini diisi oleh para Duke dan Earl, tapi satu keluarga Count mulai masuk dalam seleksi ini di periode tiga tahun lalu, keikutsertaan kelas Count diperhitungkan oleh sistem."

Madam Elise menepuk tangannya sekali, "Dan sekarang ada Baron, hirarki terbawah." nadanya terdengar melengking puas.

Dua bulan lalu, Elizabeth bukan Cardis adalah satu dari sekian ratus ribu masyarakat awam yang sekedar hafal hirarki kelas keluarga di KINGDOM sebagai pengetahuan umum. Dua bulan kemudian, hirarki itu menjadi sebuah hal yang sudah melekat di benaknya - untuk memikirkan strategi ketika berhadapan dengan kelas yang lebih tinggi, tentu saja.

Berkiblat dengan aturan kelas di era abad 18 dan 19, ada lima tingkatan kelas keluarga bangsawan KINGDOM.

<daftar>

<i: Duke=semoga tidak berurusan dengan mereka. Mereka kaya. Punya lahan--Divisio--atas nama mereka. Mereka suka monopoli.>
<ii: Earl=semoga tidak berurusan dengan mereka. Mereka cukup kaya. Ada yang punya lahan atas nama mereka. Mereka mengintili para Duke.>
<iii: Count=kurang lebih sporadis di KINGDOM. Tidak ada bedanya dengan bangsawan lain. Tidak punya hak atas tanah, tapi mungkin punya andil dalam usaha besar tertentu. Kelas ini ada karena ketidakpuasan atas congkaknya para Earl.>
<iv: Viscount=mereka sok lebih kaya dibanding Baron, tapi padahal tidak juga.>
<v: Baron=Eliza ada di sini.>

</daftar>

Kurang lebih, Eliza melakukan hal itu agar mudah menghafalnya. Juga agar mudah mengeliminasi data-data yang tidak terlalu penting.

<ekspresi> Buang memori-memori yang tidak penting. </ekspresi>

"Tenang saja, Liz. Ini cuma permainan bocah kok," suara Madam Elise seperti menggaung di ruangan. "Tapi, kuharap kamu nggak macam-macam pakai Sistema Cardis."

Tentu saja Madam-nya itu akan mengaitkan dengan Pasal satu, alinea ketiga dari perjanjian yang mereka tanda tangani bersama mengenai serah-terima Sistema Cardis. 

"Selama masa percobaan satu tahun, apabila Pihak Kedua menggunakan Sistema Cardis untuk hal-hal di bawah ini, Pihak Pertama berhak mencabut Sistema Cardis dari kepemilikan Pihak Kedua."

Terorisme siber, brainwash/mind control, meneror individu maupun kelompok tertentu, merombak sistem utama pemerintahan.

Poin satu bisa ia hindari karena ia paham akibatnya, tetapi ia tidak yakin secara tidak langsung ia bisa menghindari poin dua hingga empat dengan patuh. Sistema Cardis memiliki segudang kemudahan, dan Madam Elise selalu mengingatkan bahwa manusia mudah terlena karena segala kemudahan. 

Tidak terkecuali dirinya.

Dua bulan lalu, Eliza mengira dirinya tidak akan dicoba, tidak seperti ini. Ia masih sanggup meladeni segala intrik dan kebiasaan Madam untuk memberikan studi kasus atau sekedar permainan otak dengan gencar.

Society Auction Ball bukannya tempat main-main.

"Jadi, apa kamu sanggup?"

Seperti menghujam paku lebih dalam pada keyakinannya yang goyah, Madam Elise bertanya. Kali ini, Eliza menoleh. Lidahnya terasa getir. 

Ia tentu hanya punya satu jawaban untuk pertanyaan tersebut. Ia tidak bisa kabur.

"Saya sanggup."

[Dan ia juga sangat, sangat menginginkan Sistema Cardis.]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro