keputusan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Butuh lebih dari dua belas jam untuk Eliza mempersiapkan hal-hal yang perlu. Ia telah mendorong tiga puluh sembilan kepala lain dalam ide gilanya, yang bisa ia lakukan adalah bertanggung jawab dan melihat bagaimana persiapan berjalan.

Meretas Sistem. Sistem, dengan huruf kapital S, otak utama KINGDOM yang seharusnya 'memilih' Administrator untuk masa depan negara, namun kini mengurung mereka dengan sengaja.

Ide ini muncul di pikiran Eliza ketika ia membaca kembali daftar kesimpulan yang telah dikumpulkan sesuai dengan keinginan Duchess Regelia, poin pertama yang lugas lagi memiliki makna tersirat.

Para Administrator, Tiga Familia di periode sebelumnya memang telah terkunci dari Sistem, namun kunci master masih berada pada sang pemegang wewenang yang ditunjuk, tidak lain tidak bukan adalah Countess Dahlia Kleine, sesuai dengan ujaran Duchess Regelia.

Untuk melakukan peretasan, yang tentu saja berbahaya dibandingkan meretas sebuah database dari jarak jauh, pertama-tama Eliza meminta adanya sinyal kuat yang dapat melancarkan gelombang interferensi ke salah satu satelit komunikasi yang selalu beredar di KINGDOM.

"Mungkin perangkat komunikasi kami bisa mengeluarkan sinyal selama sepuluh menit," Duchess Sarachenia segera bertanya saat Eliza mengutarakan idenya. "Butuh waktu untuk merangkai perangkat ini, tapi saya usahakan agar perangkat itu bisa selesai esok hari."

Sinyal kuat ini akan menjadi jembatan mereka menuju ke jejaring KINGDOM. Ini adalah satu-satunya cara untuk masuk dan mulai meretas.

Kedua, ketika melakukan peretasan, Eliza meminta beberapa orang untuk mengantisipasi adanya timbal balik yang dilakukan oleh Sistem yang akan 'melempar' mereka keluar dari network tersebut. Sistem memiliki beberapa pertahanan dari serangan malware, juga mereka perlu bersembunyi dari 'sindikat' yang telah mengunci mereka di Neo-Virtual Area.

"Kalau boleh jujur, saya cukup sangsi perihal tidak ada orang dalam yang akan mengacaukan gagasan ini," seru Earl Gaillardia. "Saya akan memisahkan orang-orang yang ditugaskan untuk mencari faktor utama kita dan orang yang mencegah perlawanan Sistem. Saya yang akan mengawasi mereka dan menerapkan pembatasan aksi dengan hak Administrator."

Kemungkinan adanya orang dalam yang membocorkan informasi ke luar sudah dieliminasi mengingat telepon satelit saja tidak dapat menembus karantina mereka. Walau begitu, lebih baik waspada dibanding kecolongan di saat yang tidak tepat, bukan?

Berikutnya, kunci master ini akan 'memaksa' beberapa perintah untuk dijalankan Sistem, bersamaan dengan pengembalian kuasa Tiga Familia sebelumnya. Tentu, hal ini adalah ilegal, mengingat Tiga Familia Administrator itu telah melakukan log off. Akan tetapi, menurut peraturan yang berlaku, selama Administrator baru belum terpilih, Administrator lama masih bisa masuk kembali ke Sistem.

Ketika kunci master ini diaktifkan kembali, pastinya para pelaku kejahatan ini tidak akan tinggal diam. Mereka akan lebih gencar memburu dan berusaha memblok akses. Pertarungan akan semakin sengit, dan mereka harus mencapai tujuan secepat mungkin.

Tujuan mereka adalah 1) menonaktifkan fungsi dummy brain dari muka KINGDOM, 2) menutup hak istimewa yang diberikan KINGDOM ke beberapa keluarga dengan kelas Duke.

Sesuai teori Eliza - sebenarnya bukan teori, dummy brain ini berfungsi sebenar-benarnya, namun belum dapat dibuktikan - hologram solid yang membatasi mereka juga merupakan bentuk dummy brain, karena memenuhi kriteria-kriteria yang sama dengan virtual avatar, yaitu memiliki bentuk dan dapat dipakaikan skin. Sayang, hologram solid ini tidak dapat diretas dari dalam karena keterbatasan konektivitas antara Neo-Virtual Area dengan 'dunia luar'. Oleh karena itu, menonaktifkan fungsi dummy brain adalah satu-satunya cara.

Lalu, dengan menutup hak istimewa, dalam waktu sementara para Admin dapat mengambil alih kembali apa pun yang telah disabotase oleh 'lawan' mereka.

Ya, konsep ini sangat berbahaya. Mereka akan mengekspos diri untuk diketahui para musuh selagi berusaha menyintas akar permasalahan. Gagal, mereka belum tentu punya kesempatan lain untuk mencari solusi. Gagal bisa juga berarti 'orang luar' yang telah mengunci mereka akan melenyapkan empat puluh kepala di sana tanpa sisa. Sama dengan ledakan yang belum lama mendera Ibu Kota walau dengan skala yang cukup kecil. Sama dengan ledakan yang pernah meluluhlantakkan Slum dan tidak banyak diketahui orang.

Eliza nanti akan bertindak sebagai peretas utama, karena ini merupakan bagian dari tanggung jawabnya dan juga ia yang menjadi penunjuk arah untuk mencapai tujuan.

Mereka akan melawan Sistem.

Mereka akan bebas, atau mati.

.

"Hei, nak. Harusnya kamu istirahat, 'kan? Kenapa kamu masih ngeloyor di sini?"

Eliza tidak sadar seberapa jauh ia berjalan dari kamarnya ketika tengah berpikir. Sistema Cardis masih menyala terang di sekelilingnya, berbagai peta dan bagian kamera yang menyorot tempat persiapan masih terbuka - tentu dengan mode tersembunyi agar orang lain tidak tahu.

Terakhir, Earl Gaillardia menyuruh tim inti untuk beristirahat. Mereka akan melakukan pemeriksaan kembali pada perangkat dan perlengkapan sebelum melakukan eksekusi rencana. Tiga puluh sembilan kepala menyumbangkan kontribusi mereka masing-masing, mulai dari perbaikan rancangan perangkat koneksi, simulasi pertahanan dari serangan balik Sistem, hingga sumbangan dorongan moral. Aneh memang, mengingat dirinya yang menghindari keramaian terutama riuh-rendah para bangsawan, kini Eliza membuka telinga untuk mendengar dan membuka mulut untuk menjelaskan.

Dan sekarang, setelah persiapan sudah cukup matang, Eliza masih saja merasa was-was. Ia bahkan sampai tidak bisa duduk diam di kamar, masih membaca algoritma berkali-kali sambil membawa kakinya pergi.

Sekarang: Countess Alchemilla menghentikannya lagi, dari pintu kamarnya di nomor tujuh. Namun ia tidak ditemani secangkir kopi, kedua tangannya tengah menangkup secangkir susu kedelai. Ya, tulisan infografis di Sistema Cardis menggambarkan mengenai susu tersebut mengandung 99% susu kedelai murni. Entah apa 1% sisanya, mungkin air? Ah, Eliza tidak ingin bertanya-tanya.

Countess Alchemilla tengah mengenakan gaun yang sama, dengan rambutnya kini ia gerai santai di bahu sebelah kanan. Sejenak terlihat masih basah, mungkin ia baru saja selesai mandi dan memesan susu hangat di malam hari.

Oke, ini sebenarnya sudah masuk dini hari. Sebelas menit sudah meluncur pergi dari jam dua belas malam.

"Anda alergi susu?" tanya Eliza spontan.

"Ketahuan dari baunya, ya? Ya, ini susu kedelai, dan lebih tepatnya, aku ini punya intoleransi laktosa."

"Oh."

"Seaneh itukah susu kedelai? Apa karena kedelai tidak bisa diperah?"

"Tidak, jelas bukan itu, Countess."

Countess Alchemilla mencecap susu hangat, ujung-ujung matanya mengerut dalam tawa. Eliza tak pelak ikut tersenyum, menanggapi cengkerama mereka yang ringan.

"Kamu tidak ingin memastikan sesuatu padaku, nak?"

Eliza memutar bola matanya sejenak, "Kalau anda adalah donatur Madam Elise untuk proyek dummy brain?" saat itu, Countess Alchemilla terkekeh. "Ah. Ternyata benar itu adalah anda."

"Elise tidak mau menyebut namaku sekali pun, hm? Klasik dia," sang Countess menggeleng-gelengkan kepala. "Tapi benar, lho, kami sudah lama belum pernah bertemu lagi."

Eliza memerhatikan ketika Countess Alchemilla menarik pandangannya, fokus tertuju pada cangkir yang ia pegang. Uap hangat menyeruak, naik perlahan dan membuat kulit pucat Countess memerah, mulai dari jemarinya yang lentik hingga pipi dan hidungnya.

"Kuharap dengan ini, dia - tidak - kami akan bebas."

Countess Alchemilla tidak memandangnya. Nadanya terlanjur lembut. Alih-alih mengenang sesuatu.

"Bebas?"

"Nanti kamu juga tahu apa yang telah tidur selama sepuluh tahun ini," seringai netralnya kembali lagi, wanita itu lalu menepuk pundaknya.

"Kamu sudah menyulut harapan, nak. Kuharap kamu tidak mengecewakan siapa-siapa.

Ucapan terima kasih dari Duchess Regelia. Ekspresi rileks yang ditampilkan Earl Gaillardia. Antusiasme para bangsawan kelas dalam menyumbangkan ide. Isak tersembunyi yang dituai oleh Countess Alchemilla.

Dan, punggung itu. Punggung yang seakan siap untuk menumbuhkan sayap dan pergi, walau di permukaan, wajah itu tergambar tenang, tanpa jeda.

"... Ya, saya harap juga begitu."



Eliza tidak tahu apa yang membawanya kembali ke sana, sebuah tempat penuh kesendirian yang hanya sedikit orang kunjungi.

Semilir angin tidak sekeras saat hologram solid belum terpasang membatasi antara Neo-Virtual Area dengan bagian dari Divisio Regelia yang purnaluas, namun cukup untuk membuat Eliza merasa ia telah masuk ke dunia lain. Atau, sesuai pemahaman yang berlaku, ia telah ke arah luar, walau bukan keluar dari kungkungan Neo-Virtual Area tersebut.

Sebagai salah satu daerah yang dimiliki orang dengan kekuasaan besar di saham kesehatan KINGDOM, sudah sewajarnya Divisio Regelia mencakup hampir lima belas persen dari total luas daerah kedaulatan negara. Kalau luas daerahnya tidak mencukupi, daerah metropolitan yang menghampar di bawah sana akan terasa kurang.

Slum juga punya gedung tinggi terbengkalai yang punya panorama yang mirip. Akan tetapi, Eliza merasakan sesuatu yang berbeda ketika berdiri di sana. Rasa yang tidak bisa dideskripsikan. Sesuatu yang bahkan Sistema Cardis tidak bisa menemukan padanan katanya.

Eliza melepas sarung tangannya untuk merasakan dingin pagar besi di genggamannya. Ia menonaktifkan semua fungsi Sistema Cardis untuk sementara waktu, matanya mengamati pemandangan malam yang terus menjelang. Bentuk-bentuk gedung. Durasi kemerlip cahaya lampu. Hitungan tarikan nafas yang ia tuai. Alih-alih memahatnya dalam pikiran agar menjadi memori yang membekas.

"Elizabeth."

Tanpa menoleh atau membuka Sistema Cardis untuk menajamkan sensorinya, Eliza tahu siapa pemilik suara itu.

(Dan hanya ada satu orang di daftar tamu yang memanggilnya dengan nama itu.)

Eliza menunggu hingga ada hangat di samping tangannya yang berpangku di atas tralis pembatas. Seperti malam sebelumnya, siku mereka akan bersentuhan, dan Countess Kleine akan menyilangkan jari-jarinya di udara. Pandangannya, sama seperti Eliza, akan mengabsen satu demi satu bangunan yang bisa terlihat dalam kegelapan malam, sebelum akhirnya pandangan mereka bertemu.

Countess Kleine tidak mengenakan blazer hitam atau bros keluarganya, ia juga tidak mengenakan pita biru di antara kerahnya. Ada sedikit garis-garis hitam di bawah matanya, namun semuanya ia samarkan dengan tarikan senyum.

Senyum yang biasa, lagi tidak biasa.

"Apakah saya harus bertepuk tangan memuji akting anda?"

Countess Kleine - tidak, Dahlia - segera tertawa. "Sebegitu kelihatan, ya?"

"Mungkin tidak bagi banyak orang, mengetahui anda dan Duchess Regelia tidak punya hubungan erat,"

"Oh, jadi kamu menguping saat kami bertemu di ruang tengah saat aku memberikan Nona Iris suku cadang tangannya? Nakal kamu." Dahlia menyenggol sikunya. "Sejujurnya, itu adalah separuh kebenaran, separuh kebohongan."

Saat senyum itu memudar, Eliza menarik kedua tangannya dari pagar, menyisakan jemarinya di sana, memegang sempurna besi. Sementara, Dahlia menyandarkan kepalanya di atas pangkuan tangannya. Eliza hanya bisa melihat manik amber yang bulat itu melirik ke arahnya, seakan-akan menyala dalam gelap.

"Itu taktik menggertak untuk menarik kemungkinan ada 'orang dalam' yang mengacaukan pesta seleksi, kenyataannya ternyata semua membisu," jelasnya. "Aku dan Duchess Regelia sudah siap dengan kemungkinan terburuk, karena kami memegang rahasia masing-masing."

"Anda ingin mengorbankan diri demi semuanya?"

Dahlia menutup matanya, "... Mungkin?" ia kemudian menaikkan bahu. "Kurasa, semua akan puas ketika ada kambing hitam yang dikorbankan. Bagaimana menurutmu, Elizabeth?"

Eliza merunut kembali kejadian, melihat bagaimana Dahlia saat itu hendak terjun - terjun untuk ditangkap hologram solid. Wanita bersurai merah muda ini tidak mengiyakan ketika ditanya mengenai alasannya melakukan hal itu. Dahlia memang menjawab, tapi ia tidak mengeluarkan semua kebenarannya.

Seperti yang tadi ia bilang: setengah benar, setengah salah.

"Apa anda benar-benar ingin ..." nafas Eliza tersekat. "Lenyap?"

"Seorang yang rendah tidak punya tempat di mana-mana, Elizabeth. Aku tahu kamu paham soal itu," Eliza membuka mulut, dan secepat mungkin mengurungkan niat untuk mengucapkan kata-kata indah untuk menenangkan. Tidak. Ia bahkan merasa susah menenangkan dirinya sendiri.

"Saat pertama kali kita bertemu, aku bisa lihat itu di matamu."

Dahlia urung menyatakan 'kita sama', hanya kerlingan mata yang hangat dan senyum penuh arti.

Awalnya, Eliza tidak percaya ketika Madam Elise pernah mengatakan soal koneksi antar manusia yang dapat terjadi tanpa adanya banyak kata-kata. Baru saat ini, Eliza percaya ada sihir--aksi tertentu yang bekerja ketika ia dan Dahlia bertemu. Setiap aksi akan menimbulkan reaksi. Ketertarikan itu adalah suatu hal yang nyata. Sebuah reaksi.

Dahlia Kleine menarik dirinya dari pagar, ia kemudian menarik lengan Eliza dengan lembut. Di pertemuan pertama atau kedua, ada getaran enggan mengalir hingga ke tengkuk, namun tidak lagi. Eliza turut, meniti langkah bersama Dahlia kembali ke titik tengah, di mana angin melambai lembut dan menghilang, di mana cahaya bersatu dengan bayang-bayang dan sirna. Dahlia tidak melepas tangannya, malah turun dari lengan atas menuju pergelangan, selangkah demi selangkah, dan akhirnya mereka berhenti. Kini, Dahlia menemukan ujung jarinya di dingin telapak tangan Eliza. Manik amber itu seperti berpendar ke arah perangai delimanya.

"Bolehkah aku meminta dansa sekali lagi?"

"Tentu."

Kaku telah luntur di antara mereka, dan segala peraturan mereka abaikan, untuk sementara. Tarian mereka ketika bulan tiada mengintip lebih berantakan, semakin tanpa arah dan tanpa tujuan. Eliza yang memadu gerak, kembali mereka menari tanpa ketukan dan tanpa lagu.

"Sampai sekarang, keluarga familia Kleine tidak menganggap anak keempat mereka, entah siapa nama anak itu," senyumnya melengkung penuh, bak bulan sabit. "Yang ada di depanmu adalah hantu, personifikasi, asap yang tidak bermula dari api."

"Begitukah?"

Dahlia terus berbicara, tempo mereka semakin lambat.

"Anak keempat itu masih berusaha untuk diterima, lagi tidak ada yang menerimanya, apa pun usaha yang dia lakukan," matanya tidak sekali pun pergi dari Eliza. "Apa yang orang seperti itu punya kecuali kekosongan, kehampaan? Tidak ada tempatnya untuk bernaung, tidak ada tempatnya untuk kembali."

Tidak ada yang menginginkanku. Aku hampa. Aku ingin 'ada'.

Kenangan dua bulan yang lalu ketika ia datang ke kabin Cardis kembali lamat-lamat. Dahlia terus mendongengkan mengenai 'seseorang', yang mencari arti di kehidupannya dan menghalalkan segala cara untuk memiliki arti.

Pada akhirnya, kehampaan hampir menelan semua harap yang sempat muncul di tengah perjalanan. Semua terasa tidak berguna. Keberadaan dan usaha tidak terasa berguna. Lenyap dari muka KINGDOM ini juga, tidak akan ada orang yang menanti dan mencari.

Dahlia Kleine menawarkan untuk menjadi kambing hitam, walau itu tidak menyelesaikan masalah. Dengan masalahnya terangkat ke permukaan seraya ia dilenyapkan oleh masyarakat, tidak akan ada lagi 'sisa' mengenai dirinya di mana pun.

Eliza menghentikan pergerakan mereka, sekedar untuk memegang kedua tangan Dahlia di genggamannya. Tertegun, Dahlia perlahan mencuri lirik. Perbedaan tinggi badan mereka cukup kontras melihat Dahlia yang menaikkan mata untuk melihatnya.

"Sekarang, kamu ada di sini, Dahlia." pungkasnya. "Di sini, bersamaku. Mungkin tidak ada yang menanti kita kembali."

"Kamu tidak berubah," balasnya dalam bisik. "Kamu tetap memberiku harapan."

Eliza melangkah mendekat, Dahlia tetap bergeming. Ketika jarak mereka tersisa setengah lengan, Dahlia menangkup wajah Eliza, di saat yang sama Eliza melukis garis pada pipi dan terhenti pada dagu yang kecil itu. Dahlia sedikit berjengkit, mengusap bekas luka yang ada di atas pelipis kiri, menandakan bahwa ia ada. Menandakan bahwa mereka nyata.

"Sejenak, kupikir kamu akan diam saja."

"Tadinya memang aku ingin memilih diam," takut. Ia takut. Ada serpihan masa lalunya yang masih menariknya ke garis tak acuh. "Memangnya, kamu tahu kalau aku punya sesuatu yang bisa jadi senjatamu?"

"Sudah kubilang sejak awal, Elizabeth. Informasi tentangmu terbuka karena kamu satu-satunya Baron di pesta. Algoritma Sistem tidak memilih sembarang orang untuk naik ke panggung. Aku tidak tahu trik peretasan milikmu, tapi aku yakin kita bisa mengacak-acak Sistem dengan itu," ucapnya. "Kurasa, algoritma itu sudah sangat percaya diri menyangka bahwa mereka akan menang seperti sepuluh tahun yang lalu."

"Jadi, benar Sistem-lah pelakunya?"

Dahlia menarik tangannya, "Kenyataan Sistem tidak lebih indah dari fiksi. Besok, kamu akan bertarung melawan mereka," sejenak, Dahlia mengulum bibirnya.

"Kuharap kamu tidak akan melakukan hal bodoh seperti apa yang hendak kulakukan barusan."

Sirat matanya tajam, berjanjilah, seperti Dahlia ingin mengatakan hal itu.

Mereka melanjutkan kembali dansa, dalam sunyi, dalam satu nafas, dan dalam jarak yang lebih lekat. Alih-alih tidak ingin melepaskan diri masing-masing atau tidak ingin pagi datang, mereka melebur menjadi sepi.

.

"Elizabeth."

Dahlia mengambil tangan kanannya, memberikan kecupan singkat di punggung. Lirik matanya hangat, lagi sendu. Kekhawatiran tergambar di tiap rinainya, tetapi Dahlia tetap tegar.

"Semoga kamu berhasil."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro