26

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seusai melakukan selebrasi kecil, para pemain beserta wasit dari masing-masing tim bersalaman. Rasa bahagia tampak jelas terpatri di wajah pemain Ganador karena berhasil melanjutkan pertandingan ke babak selanjutnya.

"Lo ... Gerry, 'kan?" sapa Aldis seraya menyamakan langkah dengan Gerry. Lelaki itu menoleh dengan menautkan kedua alis. "Kenalin, gue Aldis dari SMA Moonlight. Gue udah sering liat lo main basket di internet, keren." Aldis mengulurkan tangan untuk membalas kebingungan Gerry.

"Biasalah. Tadi gue emang sengaja nggak maksimal biar tim kalian bisa menang," balas Gerry.

Aldis mengangguk-anggukkan kepala mendengarnya. Padahal yang ia lihat tim Cistor bermain dengan sangat kuat. Setiap pemainnya membatasi gerak pemain Ganador, terlebih Rafi yang merupakan senior dan pemain terbaik Ganador sampai dikurung oleh lawan.

"Oh, ya. Boleh minta foto bareng, nggak? Mumpung ketemu sama arek Malang." Aldis mengingat salah satu tujuan mendatangi Gerry.

"Boleh, dong. Lo tadi juga keren mainnya."

Aldis memanggil Sekar untuk meminta bantuan. Gadis itu beserta yang lain sudah menunggunya di tepi lapangan. Lelaki itu mengambil posisi di samping Gerry dengan tinggi hampir setara. Tak lupa keduanya memamerkan senyum dan acungan ibu jari.

"Jangan lupa tag gue di Instagram, ya? Nama akunnya Gerry ganteng." Gerry pamit menyusul teman-temannya yang sudah berjalan lebih dahulu.

"Cie ... yang jadi kapten. Selamat, ya." Ucapan dari Sekar disertai tangan yang mengacak rambut hitam lebat adiknya.

"Selamat udah menang, Sayang." Riani menghadiahi sebuah ciuman di pipi kanan Aldis.

"Yang menang timnya, Ma. Bukan aku aja. Nggak mau nyium mereka juga?" goda Aldis merasa sangat bahagia.

"Ngawur aja kamu. Habis ini mau ikut pulang bareng atau masih mau ada keperluan lain?" tanya Riani.

"Kalian duluan aja, takut ada rapat kecil sama Pak Juna," jawab Aldis yang kemudian menangkap kehadiran Rara beserta sahabat-sahabatnya. Senyuman terlempar sebagai sapaan pertama.

"Sebelum pulang, kita foto bareng, yuk. Mumpung keringat perjuangan Aldis belum kering." Sekar menarik lengan Aldis agar berdiri di antara Riani dan dirinya.

Gadis itu menyuruh kekasihnya agar mengambil gambar ketiganya dengan berbagai gaya dan tentu saja tak cukup sekali atau dua kali tangkapan. Akhirnya Aldis yang menyudahi permintaan Sekar yang tak kunjung berhenti. Kakaknya juga sempat mengajak Rara bergabung dalam sesi pengambilan gambar, hal itu semakin membuat Aldis bahagia serta diliputi rasa takut yang kian menjulang.

Setelah kepergian mama dan kakaknya, Aldis mendekati rombongan Rara.

"Hai," sapa Aldis canggung. Berhadapan dengan satu sosok di depannya kini rasanya mampu memompa degup jantungnya.

"Lo kayak nggak ketemu kita-kita lama banget, jadi kaku gitu. Santai aja kali." Sakti menimpali.

Aldis berdesis. "Ya, maaf. Tapi gue nyapa Rara, bukan lo." Lelaki itu kembali menatap gadis yang masih saja terdiam.

"Selamat, ya." Rara mengulurkan tangan dengan menampilkan seulas senyum.

"Mesraan dikit napa." Dua kata tersebut terucap beserta dorongan dari belakang tubuh Rara.

Aldis sigap menahan tubuh kecil yang menimpa dirinya. Lalu, menatap sang pelaku dengan tatapan elangnya.

"Wah, nyari masalah ini bocah. Gimana sekolah? Nggak ada gue pasti sepi, ya?" Aldis menyapa Ilham dan kawan-kawan. Semua yang datang masih mengenakan seragam khas Moonlight.

Hari Senin dan Selasa, warna seragam yang dikenakan di Moonlight, sama seperti pada sekolah SMA umumnya. Namun, di hari Rabu dan Kamis, Moonlight memiliki seragam sendiri. Atasan berwarna biru muda, untuk seragam perempuan, di bagian ujung lengan ada warna biru tua yang merupakan warna bawahan. Sedangkan, untuk seragam laki-laki, perpaduan warna navy ada di bagian kerah.

"Nggak ada bedanya lo ada apa nggak. Semua fans lo udah potek pas tahu lo pacaran sama Rara," sahut Tara.

Mereka terkikik melihat pemandangan yang dianggap lucu di hadapannya. Aldis seolah sengaja melakukan itu, tampak jelas bagaimana respons lelaki itu saat gadis di dekapannya terus meronta.

"Lepasin, Al. Malu tau!" kata Rara dengan wajah sudah seperti kepiting gosong.

"Eh, ternyata di sini. Kirain udah pulang." Aldis melepas tangannya dari pinggang Rara. Gadis itu mundur beberapa langkah yang untuk memberi jarak.

"Lo tetap aja usil sama pacar sendiri," celetuk Rai.

"Ya, kali gue manja sama Rara. Makin aneh, 'kan? Usil gue itu beda. Anggap aja sebagai rasa sayang gue sama Rara," ucap Aldis yang membuat Rara kian menunduk.

Sedangkan, yang lain langsung bersiul dan tertawa mendengar kalimat yang diucapkan Aldis dengan tatapan tak terlepas dari sosok Rara.

****

Udara malam Bandung malam ini tak sedingin biasanya. Entah mengapa Aldis ingin pergerakan waktu malam ini berjalan selambat siput yang sedang dehidrasi. Baru beberapa hari saja tak bersua, rasa rindu di hati rasanya setinggi gunung Himalaya.

Rindu? Aldis menggeleng pelan di balik kemudi.

"Lo ngantuk, Al? Kalau capek istirahat aja dulu." Rara berkata dari sisi kanan kepala Aldis. Mereka kini tengah di atas motor dalam perjalanan ke rumah Rara.

Senyum lelaki itu melebar di balik helm. "Nggak, siapa juga yang capek. Bay the way, makasih udah mau nonton. Ujian mulai hari Senin, 'kan?"

"Iya, lo masih sibuk latihan, ya?" Percakapan mereka membuat tangan kanan Aldis enggan menarik gas terlalu dalam. Sungguh, sekarang ia ingin melepas penat bersama Rara jika tak ingat segarang apa mama gadis itu.

"Kayaknya gue bisa ikut, deh, Ra. Ya, sekalipun banyak pelajaran yang ketinggalan, seenggaknya masih bisa ikut ujian bareng. Daripada ujian sendiri di kantor, nggak seru banget. Nggak bisa nyontek sama yang lain."

Kali ini Rara yang mengukir senyum, kebiasaan meminta jawaban saat ujian memang tak luput dari kelasnya.

"Kenapa nggak ngerjain sendiri aja? Hasilnya akan beda kalau kita usaha sendiri." Rara menopang dagunya di atas bahu Aldis.

Semilir angin malam seolah mengabaikan rasa takut yang menghantui sejak ia meninggalkan halaman sekolah sore tadi.

"Peringkat itu nggak cuma diambil dari nilai ujian aja, Ra. Beberapa aspek menjadi pertimbangan sebelum memutuskan siapa yang pantas berada di posisi itu. Makanya, lo juga jangan terlalu terobsesi sama nilai tinggi, tapi keaktifan selama pelajaran juga bisa jadi penilaian guru. Hasilnya paling tetap sama kayak semester kemarin. Gue mana bisa pindah dari juara pertama dari belakang?" terang Aldis yang mendapat penjelasan itu dari Sekar.

"Tapi lo belum usaha," elak Rara tak terima.

Aldis berdecak. "Yang penting gue naik kelas, itu udah cukup."

Rara mencebikkan bibir. Sebenarnya ia juga merindukan berada di dekat Aldis beserta kejailannya. Namun, jika pertemuan ini untuk mendengar semua ceramah panjang, gadis itu ingin segera sampai di kamarnya. Aldis menyebalkan!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro