Relationshit

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Relationshit

Keyshava Yasmina, seorang aktris yang kariernya sedang berada di puncak kejayaan, harus menelan pil pahit, saat khalayak mencium skandal perselingkuhannya dengan seorang aktor yang telah memiliki istri.

Key, yang selama ini dielu-elukan oleh banyak orang, mendadak menjadi orang nomor satu yang paling dibenci se-Indonesia. Karier yang sudah dibangunnya sejak masih duduk di bangku SD harus kandas. Keyshava memilih untuk menarik diri dari dunia hiburan.

Dua tahun berlalu sejak skandalnya membuat heboh satu negara. Keyshava masih belum berani untuk kembali ke dunia yang telah membesarkan namanya itu. Kedua orangtuanya mulai resah dengan masa depan Key. Di tengah keresahaan itu, sang ayah memutuskan untuk menikahkan Key dengan anak dari adik asuhnya saat di TNI dulu.

Hidup Key yang selama ini sudah hancur, semakin jungkir balik, saat tahu siapa yang akan menjadi suaminya. Seorang Jaksa muda yang sikap dan sifatnya tidak jauh berbeda dengan papanya.

Bab 1

I'm too young to be this stressed.

"Pokoknya kamu nggak usah keluar dulu, kamu harus tenang. Serahin semuanya sama Mbak, oke?" Suara Mbak Ana—manajerku—terdengar di telepon. Ia berusaha menenangkanku yang sudah luar biasa panik dan bingung.

"Tapi Mbak, ini wartawan udah ada di sekitaran apartemenku."

"Iya, Mbak tahu. Tapi kamu harus tenang. Pokoknya kalau kamu perlu sesuatu, telepon, Mbak. Nanti Mbak yang bantu. Intinya jangan keluar dulu untuk saat ini."

Aku akhirnya mengiyakan ucapan Mbak Ana. Aku tahu selain wartawan, kumpulan ibu-ibu anti pelakor juga pasti akan bergerak dan menyerangku karena skandal pagi ini. Aku membantingkan tubuh ke sofa, kemudian memijat kening. Rasanya kepalaku akan pecah sekarang juga, bagaimana bisa foto-foto dan juga rekaman suara itu bisa beredar di sosial media? Siapa yang membocorkannya. Apakah Mas Juna? Karena hanya aku dan dia yang memiliki itu.

Aku melirik ponselku yang lain, yang sejak tadi tidak berhenti bergetar. Panggilan dari banyak orang, yang tidak satupun ingin kuangkat. Karena kesal, akhirnya kumatikan saja ponsel itu. Aku masih ada satu ponsel lagi yang akan menghubungkanku dengan Mbak Ana. Satu-satunya orang yang bisa membantuku saat ini adalah dia.

Bencana ini di mulai pagi tadi. Saat aku sedang tertidur lelap, karena lelah sehabis party tadi malam bersama dengan teman-temanku. Suara deringan ponsel yang tidak ada hentinya membangunkanku dan membuat kepalaku sakit sebelah. Padahal semalam aku tidak minum, tetapi rasa sakitnya sudah seperti orang habis mabuk. Well, aku memang tidak bisa minum alkohol. Dan kalau aku berani-berani mencobanya, pasti papaku tidak segan menggantungku dari lantai dua rumah kami.

Dan, mungkin setelah berita ini sampai di telinga beliau. Papa punya alasan untuk benar-benar menggantungku. Jadi, tadi pagi, namaku menjadi tranding topik di Twitter. Karena beberapa foto dan juga rekaman suara yang memang benar adalah suaraku beredar di internet. Foto itu memang buka foto syur dan suara itu bukan suara desahan. Tetapi, foto diriku bersama dengan Mas Juna, alias Arjuna Wibowo. Seorang aktor, sekaligus lawan mainku di film terakhir. Foto itu menampilkan aku yang sedang bersandar di bahunya, kemudian juga ada foto tangan kami yang saling bertaut saat Mas Juna sedang menyetir. Kemudian rekaman suara itu adalah suaraku yang memintanya untuk menemuiku di apartemen. Mampuslah aku! Tamat sudah hidupku kali ini.

Kalau saja, Mas Juna masih single, mungkin akan berbeda cerita. Pastinya para penggemar kami akan mendukung hubungan yang kami jalani. Tapi, masalahnya adalah Mas Juna sudah memiliki istri dan memiliki dua anak kembar. Aku memang bodoh karena jatuh cinta padanya. Harusnya aku memikirkan ini sejak awal. Tetapi, aku terlalu hanyut akan sikapnya. Rasanya, aku tidak pernah mendapat perlakuan semanis itu dari laki-laki, bahkan dari ayahku sendiri.

Perhatiannya membuatku luluh, dan akhirnya mencoba untuk membuka hati. Mbak Ana yang mengetahui hal ini tentunya sudah memperingatkanku, tetapi namanya orang jatuh cinta, yang kulihat hanyalah Mas Juna. Selain itu semuanya blur. Aku seperti memakai kaca mata yang di setting hanya bisa melihatnya. Bahkan sebulan lalu, aku diminta untuk bertemu dengan istrinya, tetapi mataku seperti benar-bener tertutup.

Satu bulan yang lalu....

Aku masuk ke sebuah restoran, mataku celingak-celingkuk mencari seseorang yang sebenarnya sudah sering aku lihat di ponsel pacarku, hanya saja belum pernah bertemu secara langsung. Mataku menatap seorang perempuan berhijab biru dengan gamis senada. Itu dia, perempuan yang merupakan istri dari pacarku. Aku mendekatinya, semakin dekat, semakin terlihat perbedaan kami. Ia terlihat seperti perempuan-perempuan muslimah yang salehah. Sedangkan aku, mengenakan crop top yang dilapisi jaket jins, dan ripped jins berwarna biru pudar.

Aku duduk di depan perempuan bernama Dyah ini. Aku memperhatikan wajahnya ekspresinya datar. Seperti tidak ada emosi. Dan aku benci wajahnya, wajah polos tanpa dosa yang mengintimidasiku. "Ada masalah apa ya, Mbak? Ngajak saya ketemu di sini?" tanyaku to the point.

Kali ini dia tersenyum. Dia memajukan tubuhnya ke arahku. "Kamu pasti sudah tahu alasannya. Kenapa malah pura-pura nggak tahu?"

"Masalah apa ya?" Aku benar-benar bersikap sebagai seorang jalang sekarang, jelas aku sudah tahu ia pasti ingin membahas hubunganku dengan suaminya. Tetapi, aku malah pura-pura tidak tahu.

"Kamu ada main kan sama suami saya?"

Aku mengatur wajahku agar terlihat tidak tegang atau cemas. Bagaimanapun aku harus tenang. "Oh, jadi Mbak udah tahu."

Mbak Dyah, mengembuskan napas. "Kamu bukan perempuan pertama yang saya hadapi begini. Sebelum kamu, saya udah ketemu dengan dua perempuan lain."

Aku memandangnya, kemudian memberikan tatapan meremehkan. "Wow, jadi Mbak sering ya diselingkuhi. Jadi kenapa masih bertahan?" tanyaku.

Dia tertawa mengejek. "Apa menjadi selingkuhan membuat kamu bangga?"

"Ya... setidaknya kalau cowok itu selingkuh, artinya ada yang nggak beres kan sama pasangannya. Mbak nggak pernah mempertimbangkan masalah itu? Capek nggak sih, Mbak diselingkuhin terus? Mending juga pisah." Aku menyarankan.

"Kamu pikir, dengan aku cerai. Kamu dan Juna bisa bersatu?"

"Maybe," jawabku santai.

Mbak Dyah menggeleng-gelengkan kepalanya. "Keyshava... kamu itu masih muda. Aku lihat juga karier kamu lagi bagus-bagusnya. Apa kamu nggak takut kalau karier kamu hancur karena skandal ini?"

"Mbak ngancem saya?"

"Saya ngasih peringatan sama kamu. Saya mungkin udah mati rasa karena terlalu sering disakiti. Tapi, anak-anak saya. Mereka masih butuh bapaknya!" Setelah mengatakan itu Mbak Dyah berdiri, kemudian berjalan meninggalkanku, ia menghampiri tempat duduk lain yang letaknya agak jauh dari meja ini. Aku melihat ia menggendong seorang anak perempuan yang berusia sekitar tiga tahun, dan mataku juga menangkap seorang anak laki-laki yang memilih untuk berjalan bersama pengasuhnya. Aku tahu, itu adalah kedua anak kembar Mas Juna dan Mbak Dyah. Ada perasan tercubit di hatiku melihat keduanya, tetapi aku berusaha mengabaikannya.

****

"Gimana, Mbak?" tanyaku pada Mbak Ana, yang baru saja datang ke apartmenku. Dari raut wajahnya aku tahu kalau permasalahanku ini jauh lebih buruk dari yang aku bayangkan. "Beberapa brand membatalkan kontrak kerjanya sama kamu, Key. Dan barusan Mas Indra menghubungiku, dia bilang mereka butuh waktu untuk mempertimbangkan kamu sebagai pemeran utama film mereka."

Mataku membelalak. "Lho, nggak bisa gitu dong, Mbak! Ini film impianku. Kerja sama dengan Mas Indra itu impianku!"

"Ya gimana, Key. Situasinya chaos banget."

"Tapi kan, ini masalah pribadi, nggak bisa dong disangkut-pautin sama kerjaan."

Mbak Ana menatapku, matanya terlihat benar-benar lelah. "Kamu tahu kan, orang melihat seorang publik figur itu dari apa? Dari imej yang mereka bangun, Key. Dan saat ini, masalah kamu fatal banget."

"Jadi aku harus apa?"

Mbak Ana menggeleng. "Kita tunggung info dari manajemen. Pokoknya untuk sementara waktu kamu nggak usah ke mana-mana dulu. Dan Mbak minta, sudahi hubungan kamu sama Juna."

Aku terdiam. Bagaimana bisa aku melakukan itu. Mas Juna adalah orang yang aku cintai. Bagaimana bisa aku meninggalkannya begitu saja?

Setelah mengatarkan keperluanku, Mbak Ana pergi meninggalkanku seorang diri. Aku lagi-lagi hanya bisa duduk kemudian membenamkan kepalaku ke lutut. Arjuna Wibowo, sosok lelaki yang selama ini aku dambakan. Ia bisa menjadi seorang teman, pacar bahkan seorang ayah. Kedekatan kami terjalin saat aku dan dirinya menjalani iklan, kemudian berlanjut saat syuting film. Banyak orang yang mengatakan chemistry yang kami bangun begitu sempurna. Hingga aku sendiri tidak sadar kalau ternyata chemistry itu kami rasakan di luar akting.

Mas Juna orang yang perhatian, dia selalu mengirimkan aku makanan setiap pagi, mengajakku makan siang tanpa perlu bertanya apakah aku sudah makan atau belum. Dia juga yang siap sedia membelikan obat gerd-ku bahkan mengantarkan serta menungguiku di UGD ketika asam lambungku kambuh. Bahkan, keluargaku saja tidak segitunya memperlakukanku.

Mas Juna juga pendengar yang baik, ia selalu mendengarkan keluh-kesahku. Bagaimana aku si anak kedua ini memang selalu dinomor duakan. Selalu dianggap rendah dibanding dengan kakak dan juga adikku. Dia yang mengerti perasaanku. Jadi, bagaimana mungkin aku bisa meninggalkannya? Aku mencintainya dan sepertinya tidak bisa hidup tanpanya.

*****

Seminggu sudah berlalu sejak skandalku mencuat ke publik. Dan hingga saat ini, masyarakat masih terus membicarakannya. Selama seminggu ini, mama berusaha untuk bertemu denganku, tetapi aku menolaknya. Aku tidak mau bertemu beliau dan berakhir diocehi habis-habisan. Apalagi kalau ternyata beliau datang bersama papa, nasibku akan lebih mengenaskan lagi.

Kakak dan juga adikku juga berusaha menghubungiku. Mbak Nura menanyakan kondisiku, yang sepertinya hanya basa-basi saja. Mungkin dia sama seperti Arfa yang merasa tidak nyaman mendengar gosip tentangku. Arfa, adik bungsuku, terang-terangan mengatakan kalau dia malu mempunyai kakak sepertiku. Dia malu karena teman-teman di sekolahnya itu terus menayainya tentang masalahku.

"Bilang aja, kalau gue bukan kakak lo! Gue anak pungut!" ucapku kemudian mematikan panggilan telepon itu. Aku, si anak kedua yang selalu membuat masalah dan membuat malu keluarga. Itu kata-kata yang selalu diucapkan oleh papa padaku. Ya, aku memang berbeda dari kedua saudaraku. Mbak Nura, adalah anak pertama yang pintar, berbakat dan selalu bisa menjadi kebanggaan orangtuaku. Mbak Nura seorang dokter militer yang saat ini bertugas di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat. Tentu saja sangat membanggakan, karena papa juga pensiunan Jendral TNI. Keberhasilan Mbak Nura menjadi dokter militer membuat papa bangga setengah mati.

Kemudian, Arfa adik bungsuku yang saat ini sedang mengeyam pendidikan di IPDN. Tidak jauh berbeda dengan Mbak Nura, ia juga menjadi kebanggaan papaku. Selalu rangking satu selama sekolah, bahkan memenangkan banyak kompetisi. Sangat berbeda dengan diriku, meskipun aku mendapatkan piala Citra sebagai pemeran pendatang baru terbaik, semua itu tidak ada artinya di mata papa. Baginya aku adalah anak yang tidak pernah membanggakannya.

*****

Bab 2

Dating me is just like adopting a kid

Pagi ini aku dikejutkan dengan kedatangan Mas Juna. Sejak skandalku seminggu yang lalu, baru kali ini Mas Juna menemuiku. Kami memang tetap berkomunikasi lewat pesan dan telepon, tetapi menghindari pertemuan secara langsung, karena sudah pasti wartawan akan mengintai setiap pergerakan kami. Makanya pagi ini, aku begitu terkejut dengan kedatangannya.

Jam menunjukkan pukul setengah lima pagi, aku yang masih setengah sadar membuka pintu, kemudian melihat dirinya yang tampan berdiri di depan unit apartmenku. Seketika mataku langsung terbuka lebar, tanpa kata-kata aku langsung memeluknya. Tetapi, Mas Juna menahanku. Ia menarikku untuk masuk terlebih dahulu. "Ada CCTV di lorong, kita bisa ketahuan," ucapnya.

Aku mengerti, kemudian segera mengunci pintu. Setelah itu, aku langsung memeluknya erat. "Aku kangen banget sama Mas Juna," ucapku padanya. Ia membalas pelukanku, sambil mengusap-usap punggungku. "Are you okay?" tanyannya.

Aku melepaskan pelukanku, kemudian mengajaknya untuk duduk di sofa. "Nggak bisa dibilang oke, Mas. Terkurung di dalam sini nggak bisa ke mana-mana. Belum lagi harus menerima berita pembatalan kontrak hampir setiap harinya." Aku menghela napas. "Aku jobless sekarang."

Mas Juna mengusap kepalaku dengan penuh sayang. "I'm sorry, ini juga salahku."

Aku memandangnya. Betapa baik dan tampannya laki-laki ini, andai saja dia bukan suami orang, pasti kisah cinta kami tidak akan serumit ini. "Mas Juna sendiri gimana?"

Dia menghela napas. "Kurang lebih sama, dibuntuti wartawan ke manapun aku pergi. Makanya aku ke sini pagi-pagi banget biar nggak ketahuan."

"Sampai kapan kita harus kayak gini, Mas?" tanyaku.

Ia berusaha menenangkanku. "Kamu yang sabar ya, nanti juga lama-lama mereka lupa dengan skandal ini," ucapnya.

Aku menghela napas. Selalu saja sabar yang disarankan banyak orang padaku. Jadi, aku bisa apa selain melakukannya?

"Kamu udah makan? Aku bawain bubur nih," ucapnya. Aku baru sadar ternyata ia membawakanku makanan yang ia taruh di atas meja.

"Bubur ayam? Emang udah ada yang buka sepagi ini?" tanyaku.

"Ada dong," ucapnya. "Yuk, makan."

Aku tersenyum. Kemudian membuka bungkusan yang dibawanya. Untuk pertama kalinya setelah skandal ini muncul ke permukaan, aku bisa makan dengan lahap, dan sejenak melupakan masalah hidupku. Mas Juna benar-benar obat paling mujarab.

*****

"Arjuna tadi ke sini?" tanya Mbak Ana begitu sampai di apartemenku.

"Kok Mbak bisa tahu?"

Mbak Ana menghela napas. "Mbak kan udah bilang, Key. Akhiri hubungan kamu sama dia dan jangan pernah ketemu dia lagi."

"Emang kenapa sih, Mbak?"

"Media berhasil dapetin foto-foto dia yang ada di seketiaran apartemen kamu. Berita yang tadinya mulai mereda sekarang memanas lagi! Padahal dari manajemen berusaha keras untuk cari jalan keluar kasus ini, Key."

Aku terdiam. Aku tidak tahu akan sampai seperti ini. Aku pikir, kedatangan Mas Juna tadi pagi tidak akan terendus media. Apalagi masih pagi sekali, gila ya mereka sepertinya benar-benar tidak tidur untuk mendapatkan info.

"Jangan kamu pikir hanya wartawan yang tertarik sama kasus ini. Bisa aja orang-orang di apartemen ini yang motret terus ngasih ke media. Makanya dari awal Mbak udah minta untuk hati-hati. Dan please, Key, kamu beneran nggak mau mengakhiri hubungan kamu sama Juna? Karier kamu taruhannya."

"Aku cinta sama Mas Juna, Mbak," ucapku pada Mbak Ana, entah sudah berapa kali ia mendengarkan alasanku terus bertahan ini.

Mbak Ana yang sepertinya sudah lelah, hanya bisa menghela napas. "Dia udah nikah, Key. Dan kayanya juga dia nggak ada keinginan untuk menceraikan istrinya. Kamu masih mau sama dia?"

"Dia janji akan selalu ada untuk aku."

"Dan menempatkan kamu sebagai orang kedua? Selingkuhan dia?"

Aku terdiam, rasanya seperti ada yang meremas-remas hatiku. Kenapa Mbak Ana tega sekali mengatakan hal itu padaku. Padahal selama ini dia sudah kuanggap seperti saudaraku sendiri. "Mbak, dia akan cerai sama istrinya?"

"Key, kamu sadar dong! Itu nggak akan terjadi. Kamu bukan perempuan pertama yang jadi selingkuhannya. Dan selama ini dia nggak pernah serius, dia cuma mau main-main."

"Dia serius sama aku, Mbak!"

"KEY!" Suara Mbak Ana naik beberapa oktaf, membuatku terkejut, belum pernah aku melihatnya semarah ini. Mbak Ana menutup matanya, sebelum kembali bicara padaku. "Kamu tahu, kamu yang paling dirugikan dalam skandal ini. Hampir semua kontrak kerja kamu dibatalkan, bahkan film yang selama ini jadi impian kamu juga sudah fix nggak akan memakai kamu sebagai pemainnya. Belum lagi hujatan di sosial media yang sadisnya minta ampun. Sedangkan Arjuna? Hidupnya masih tenang, hujatan yang datang nggak separah yang kamu alami, brand masih mau kerja sama dengan dia. Kalau kamu mempertahankan hubungan kamu, karier kamu bener-bener hancur, Key!" jelas Mbak Ana.

"Tunggu, jadi Mas Indra bener-bener nggak mau mempertimbangkan aku sebagai pemain di filmnya?"

Mbak Ana menggeleng. "Pak Roni sendiri yang udah turun tangan dan hasilnya gagal," jelas Mbak Ana. Pak Roni adalah pimpinan di manajemen tempatku bernaung. Kalau beliau sudah turun tangan tetapi Mas Indra masih tetap pada keputusannya, artinya memang sudah tidak ada harapan.

"Tapi, Mbak tahu kan kalau ini film impian aku?"

"I know, Key. Tapi kamu sendiri yang buang mimpi kamu gitu aja kan?"

Aku benar-benar tertampar dengan perkataan Mbak Ana itu.

"Sekarang lebih baik kamu renungi semuanya. Mbak udah nggak tahu lagi harus nasihatin kamu gimana lagi. Semua omongan Mbak udah mental semua. Mbak pergi dulu," ucapnya kemudian langsung pergi dari apartemenku.

*****

Aku berjalan mengendap-endap menuju parkiran mobil. Mataku melihat ke sekeliling, memantau kalau-kalau ada wartawan yang sedang mengikutiku. Setelah merasa semuanya aman, aku berlari kecil menuju Mini Cooper merah milikku yang terparkir di tempat ini. Sesampai di dalam mobil, aku segera membuka kacamata dan juga topi yang kukenakan. Setelah itu, aku menghidupkan mesin mobil dan segera menjalankannya.

Siang ini, aku sudah membuat janji dengan Mas Indra lewat asistennnya. Tadinya beliau menolak untuk bertemu denganku, tetapi aku terus memohon padanya. Hingga akhirnya ia meluangkan waktunya untuk bertemu denganku. Kami akan bertemu di cafe miliknya yang ada di Kemang. Bagaimana pun caranya, aku harus berhasil membujuk Mas Indra agar tetap menjadikan aku pemeran utama pada filmnya.

Bermain dalam film garapan Mas Indra adalah impianku, apalagi ini film yang diadaptasi dari film luar favoritku. Saat ditawari film ini, tanpa banyak berpikir aku langsung mengiyakannya. Jadi, aku tidak akan melepaskannya begitu saja. Tidak masalah kalau banyak brand yang membatalkan kontrak kerjanya, tetapi akan jadi masalah kalau aku tidak bisa main dalam film ini.

Saat sedang menyetir beberapa kali ponselku berdering, panggilan dari mama. Sejak beberapa hari ini beliau terus menghubungiku tetapi, aku belum berniat untuk mengangkat panggilan itu. Katakanlah aku ini anak yang kurang ajar, karena terus mengabaikan pesan mama. Bahkan menolak untuk dijenguk oleh beliau. Hanya saja, aku menghindari stres yang lebih dari ini. Mama mungkin tidak separah papa ketika marah, tetapi mama pasti akan mengajak papa ketika menemuiku. Sedangkan sejak dulu hubunganku dengan papa tidak pernah baik. Di mata papa aku bagaikan manusia kelas dua, yang harus ditatap sinis dan selalu digempur dengan kalimat-kalimat jahat. Aku si anak tengah yang merana.

Beberapa saat kemudian, aku sudah tiba di cafe milik Mas Indra. Selain sutradara dia juga punya banyak usaha. Saat masuk, aku langsung memberitahu keperluanku untuk bertemu Mas Indra kepada pegawainya, dan mas-mas itu langsung menyuruhku untuk naik ke lantai dua. Aku langsung naik ke lantai dua, menelusuri jalan hingga menemukan sebuah pintu kayu, yang merupakan ruangan Mas Indra, aku mengetuk terlebih dulu sebelum membukanya.

Mas Indra duduk di kursi kerjanya, kemudian beliau menyuruhku untuk masuk. Aku duduk di depan Mas Indra, menyapanya dengan senyuman lebar. Yang ternyata tidak dibalas olehnya. "Apa kabar, Mas?" tanyaku.

"Langsung aja, kamu mau ngomong apa."

Aku menahan napas. Mas Indra memang terkenal ketus, tetapi dia semua karyanya luar biasa, siapa sih yang tidak mau bergabung dengan projectnya, makanya walaupun diketusin, aku tetap harus berusaha. "Masalah pembatalan saya sebagai pemeran utama di film Mas Indra, apa itu udah final?" tanyaku.

"Iya," jawabnya singkat.

"Kenapa?"

Ia memandangku. "Saya kira kamu udah tahu situasianya. Dari awal saya kan udah ingetin kamu kalau mau main di film saya, jangan ada cela sampai selesai."

"Tapi ini kan masalah pribadi saya, Mas."

"Ia tertawa meremehkan. "Kamu kerja di industri ini udah lama toh?" tanyanya.

Aku mengangguk.

"Harusnya kamu tahu apa yang dibutuhkan oleh seorang aktris."

Aku menghela napas. "Apa saya benar-benar nggak punya kesempatan? Mas sendiri kan yang bilang kalau Mas suka sama akting saya waktu casting. Kenapa tiba-tiba dibatalin gitu aja?"

"Saya udah jelaskan alasannya."

"Apa yang salah dengan jatuh cinta? Kenapa semua orang menganggap saya musuh yang harus dibasmi. Saya cuma mencintai laki-laki yang juga mencintai saya. Nggak masuk akal, karena alasan ini saya di blacklist di mana-mana."

Mas Indra menatapku beberapa saat, kemudian kembali berbicara. "Memang nggak ada yang salah dengan jatuh cinta. Tapi memaksakan mengambil sesuatu yang bukan milik kita, itu yang menjadi masalah. Semoga kamu bisa lebih dewasa. Kalau sudah selesai, silakan pergi, saya masih banyak pekerjaan."

Aku memandangnya dengan emosi yang sudah meradang. Tanpa kata aku bangkit dari kursi dan langsung meninggalkan ruangannya.

*****

Kemarin malam, aku menangsi semalaman, dan bangun di pagi hari dengan mata bengkak seperti sekarang. Aku memandang wajahku lewat cermin, ada jerawat hormon yang tumbuh di dekat daguku. Kantung mataku terlihat menghitam, efek kurang tidur dan banyak pikiran. Aku menghela napas, kemudian mencuci wajahku. Setelah menyikat gigi, aku ke dapur, untuk menyeduh kopi. Sambil menunggu kopiku jadi, aku mencoba menghubungi Mas Juna. Tetapi, ponselnya tidak aktif. Aku mengerutkan kening. Sejak beberapa bulan ini dekat dengannya, baru kali ini ponselnya tidak aktif. Aku mencoba menghubunginya lagi, tetapi lagi-lagi nomornya tidak aktif.

Aku berdecak kesal. Masih dengan geram, aku mengambil cangkir berisi kopi dan membawanya ke meja makan. Saat aku sedang menyerumput kopiku, ponselku berdering. Nama Mbak Ana menari-nari di layarnya. Tadinya aku tidak ingin mengangkat panggilannya, karena kejadian beberapa hari lalu. Tetapi karena Mbak Ana menghubungiku hingga empat kali, aku pikir mungkin ada sesuatu yang penting sekali. "Halo, Mbak?" sapaku.

"Kamu udah lihat Youtube-nya Arjuna?"

"Belum. Memangnya ada apa, Mbak?"

"Kamu lihat sekarang. Dia bikin klarifikasi di Youtube-nya tentang hubungan dia sama kamu."

Aku merasakan jantungku sempat behenti untuk beberapa saat. Tanpa ba-bi-bu. Aku langsung mematikan panggilan dari Mbak Ana, dan membuka Youtube. Konten itu baru di unggahnya sekitar sejam yang lalu. Aku langsung menonton videonya itu. Aku langsung mempercepat ke bagian ia berbicara tentang hubunganku dan dirinya.

"Masalah hubungan saya dan artis berinisial K yang lagi hangat itu, nggak bener. Saya itu nganggep dia sebagai adik. Karena usia kami juga terpaut jauh kan. Mungkin dia yang telanjur nyaman, jadi mulai flirting ke saya. Tapi, saya jamin perasaan saya nggak lebih dari seorang kakak ke adik. Saya juga nggak bisa kan mengatur perasaan dia. Harusnya sih dia tahu, karena saya sudah punya anak dan istri yang sangat saya cintai. Gimana saya bisa berpaling..."

Aku langsung mematikan video itu. "Arghhhhhhhhh!!!!" Aku berteriak kesal, seperti orang gila. Aku melemparkan cangkir berisi kopi yang baru kuminum separoh. Laki-laki yang selama ini kupercaya, kucintai, malah menyerangku seperti ini. Menusukku dengan pedang tak kasat mata.

****



Hai... hai... hai... cerita baru lagi. 

untuk baca kisah lengkapnya silakan ke akun KARYAKARSA : ALNIRA03 yaaaa... 

Selain itu masih banyak karya terbaruku yang lain di sana. 


Terima kasih. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro