Bab 14

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Sebelumnya aku ingin memperkenalkan Lilia Davici, dia adalah putri seorang bangsawan bergelar Baron. Keluarga Davici terkenal sebagai pemilik sebuah teater terkenal di Kerajaan Matahari. Saat ini teater adalah pertunjukan mahal yang hanya bisa dinikmati orang biasa dan bangsawan. Lilia sendiri digadang-gadang akan menjadi penerus teater itu. Namun sebelumnya, setelah mengadakan debut dia harus menjadi Dayang keluarga bangsawan atas. Dan karena sebuah keberuntungan dia menjadi Dayang istana. Walaupun dalam Novel itu adalah sebuah kemalangan, karena Lilia tewas demi melindungi Milica.

Dilaur dari itu, berkat dia drama buatan kami berhasil. Dengan ketrampilan Lilia, dia bisa membuat adegan cambuk  berhasil. Lalu setelah itu, dengan sedikit make up, ia membuat bekas luka palsu di tubuh Laya. Kemarin Laya memakai baju terbuka, menampakan punggung terluka bekas cambuk ke semua orang di istana Gold Rose. Karena itu banyak pelayan yang mengundurkan diri. Dan akhirnya satu mata-mata keluar, yaitu Keyra.

"Riasan itu keren sekali," dengus Norin yang melihat Lilia membersihkan tubuh Laya. Lilia hanya terkekeh, dia tahu Norin sedang kesal karena sempat tertipu dengan trik murahan ini.

"Apa kau tidak belajar?" Tanya Laya pada Norin.

Norin merenguk, "Siapa kau yang berani menyuruhku."

Laya kesal, namun dia berusaha menahan dirinya. Sebaliknya aku justru tertawa. Rasanya sedikit lega, walau aku kehilangan banyak pelayan. Itu tidak masalah sih, karena 95% pelayan di sini adalah orang-orang Duke Zeron. Itu sebabnya dalam novel, Milica diperlakukan lebih rendah dari pelayan. Namun Milica yang sekarang bahkan lebih tinggi dari Raja, fufufu.

"Kau terlihat sangat senang," ujar Laya.

"Tentu saja, rencanaku berhasil. Ini sangat menyenangkan."

Lagi-lagi Laya mendengung panjang. "Lebih baik kau jangan keluar di malam dan pagi." Laya menyipitkan matanya.

Aku terbelangak, bagaimana Laya tahu aku diam-diam keluar dari kamar. "Darimana kau tahu?" Bisikku pelan agar tidak kedengaran Lilia. Karena orang-orang di sini beranggapan aku keluar untuk bertemu diam-diam dengan Raja.

"Aku melihatmu lompat ke sana kemari seperti tupai. Dan mengoceh seperti jangkrik di bahwa bulan," bisikknya padaku.

Wajahku langsung memerah, aku buru-buru menutupi wajahku dengan tangan. Norin dan Lilia melihatku dengan bingung. Sedangkan aku mendengar suara kekehan dari Laya. Sepertinya dia sudah tahu lama, tapi baru mengatakannya sekarang.

"Apa nona baik-baik saja?" Tanya Lilia risau.

"Jangan khawatir, dia hanya senang akan di ajak keluar istana dengan yang mulia," ceplos Laya.

"Apa!" Sentakku. Lagi-lagi dia menyipitkan matanya dan terkekeh. Satu lagi yang disembunyikan olehnya. Dia tidak bercanda bukan?

"Waaah, Nona semangat," decak kagum Lilia dengan senyum lebar.

"Aku lupa menyampaikannya, Yang Mulia menunggu anda jam 5 sore," lanjut Laya.

Lagi-lagi dia begini, kurasa dia balas dendam karena sudah kujadikan korban dalam adegan cambukan kemarin. Ini kan sudah jam 4. Lilia langsung menarikku ke kamar mandi. Padahal aku ingin berendam lama dan tidur. Aku melihat tatapan Laya yang seperti sedang merendahkanku. Awas kau Laya!

"Nona seperti kucing yang di suruh mandi," ujar Norin.

"Kalau begitu, aku akan menyiapkannya pakaian. Pakaian seksi kurasa pas untuk malam pertama, hehehe," kekeh Laya.

"Akan ku cambuk kau betulan Laya!" Teriakku.

#

Di luar Eren sudah menunggu. Dia menatapku dengan tajam. Belum apa-apa aku merasa ini tidak beres. Karena waktunya cuma satu jam, Lilia harus ke sana kemari. Aku tidak yakin jika Laya yang melayaniku. Sedangkan Giana, aku tidak melihatnya seharian ini. Ke mana dia?

"Salam yang Mulia," aku menundukkan kepala.

"Masuklah ke kereta," ujarnya dengan mengulurkan tangan. Aku memeganginya.

"Kalau boleh tahu kita akan ke mana?"

"Eh, dayangmu tidak memberitahukan?"

Sudah kuduga ada yang tidak beres. Aku melirik Laya yang sudah jelas sedang mentertawakanku di balik cadarnya. Menanyakan lagi hal itu ke Raja tidak sopan. Jadi aku hanya terkekeh kecil dan segera masuk ke dalam kereta. Aku menghela nafas saat sudah duduk di kursi.

"Kita akan melihat perayaan lentera," ujar Eren.

Perayaan lentera diadakan setiap awal musim tanam. Menerbangkan lentera ke langit, sambil berdoa agar mendapat panen besar. Acara ini di adakan setahun sekali di malam bulan purnama. Aku bisa membayangkan acara ini dari Novel itu. Langit bulan purna di penulis oleh bintang terbang yang merupakan lentera. Doa-doa ada di setiap lentera yang diterbangkan. Akan sangat romantis ketika dua pasang Manusia saling jatuh cinta di bawah lentera-lentera itu.

Milica hanya bisa melihat lentera yang terbang dari jendela kamarnya. Walau dia tidak menerbangkan lentera, dia tetap memanjat doa, agar suatu saat dia bisa bahagia dengan orang yang ia cinta. Sedangkan aku berdoa agar bisa menikmati kehidupan bebas yang menenangkan.

Ada satu hal yang membuatmu canggung. Biasanya Raja menaiki kuda nya sendiri. Namun kenapa dia juga masuk ke dalam kereta kuda bersamaku. Apalagi dia ada di hadapanku. Sejak kami keluar dari istana, suasana terasa canggung. Lagipula aku tidak tahu topik apa yang harus dibicarakan.

"Apa kabar Eren?"

"Baik," jawabnya singkat dan cepat.

Aku lagi-lagi terbungkam. Sudahlah biarkan perjalanan ini terasa canggung seperti ini. Tanpa sadar aku mendengus kencang.

"Kudengar kau mencambuk dayang barumu itu," ujarnya. Iyasih dia mendapati topik pembicaraan, tapi kenapa harus tentang itu.

"Dia sendiri yang melakukan kesalahan, aku hanya menunjukan bahwa di sana posisiku yang tertinggi," seruku. Itu kann cuma setingan, walau sebenarnya aku ingin mencabut Laya karena kejadian hari ini.

"Tidak masalah."

"Ehhh, anda tidak masalah mempunyai tunangan yang tanpa segan mencambuk bawahannya," godaku dengan sengiran jahat.

"Apa bedanya denganku, aku baru saja ganti baju setelah membunuh beberapa tikus," jawabannya dengan santai.

Tikus yang dimaksud jelas bukan tikus hewan, pasti itu manusia.  Bayangkan saja jika kami menikah. Istri akan menyiksa tikus di dalam rumah, dan suami akan membunuh tikus dari luar rumah. Artikan saja itu sendiri. Ini akan jadi keluarga psikopat yang sempurna. Betapa harmonis keluarga itu nanti.

Kami sudah sampai di tempat tujuan. Eren keluar duluan, dan memegangi tanganku saat keluar dari kereta. Baru saja aku mengeluarkan kepala, aku langsung mendengar sambutan meriah dari orang-orang. Aku tersenyum menyapa mereka, sambil melambai tangan. Eren tetap memegang tanganku, hingga aku sampai di tempat duduk yang sudah di sediakan. Ketika aku duduk, aku melihat Laya yang sedang mengejekku dari barisan pala pelayan. Aku mengerutkan dahi karena kesal, tapi aku harus terlihat ramah di depan orang-orang ini.

Beberapa orang memakai topeng hewan. Kudengar itu dilakukan untuk menakuti roh-roh jahat. Walau tidak semuanya, dan kebanyakan anak-anak kecil. Topeng hewan warna-warni yang menutupi semua atau setengah wajah mereka. Aku ingin memakainya, tapi nanti wajah cantikku yang seperti peri ini tidak kelihatan.

Eren memberi ceramah sedikit, yang isinya rasa syukur dan harapan-harapan untuk kerajaan Matahari. Jika seperti ini dia sama sekali tidak nampak sebagai Raja kejam yang sudah membantai seluruh keluarganya. Eren terlihat seperti Raja berwibawa yang dicinta rakyatnya. Setelah selesai, selanjutnya adalah penerbangan lentera. Aku di suruh berdiri, lalu Lilia memberikan satu lentera yang akan ku terbangkan. Aku berjalan ke samping Eren.

"Apa yang kau harapkan?" Tanya Eren.

Aku tersenyum. "Rahasia, anda sendiri apa?"

Dia mendengus keras, lalu tersenyum tipis. "Aku hanya berharap tidak salah mengambil keputusan sebagai Raja."

Apa-apaan itu, bukankah itu agak ambigu. Ya walaupun Raja memang memegang tanggung jawab yang berat dari keputusannya yang ia ambil. Sudahlah tidak penting, yang terpenting adalah lentera ini.

'Aku harap bisa hidup bebas dan damai,' bisikku seraya melepaskan lenteraku ke langit.

Satu lenteraku naik ke atas, lalu diikuti satu lagi milik Eren. Baru ratusan lentera lain mengikuti keduanya. Sampai saat ini langit dipenuhi dengan lentera yang terbang ke sana kemari. Pemandangan sangat indah, lentera itu seperti bintang yang cahayanya makin lama semakin terlihat kecil.

Ketika aku terkagum melihat kilau lentera-lentera itu, sebuah tangan hangat memegang tanganku. Aku melinguk, dan mendapati Eren yang memegang tangaku. Namum dia nampak biasa saja, dan hanya menatap datar lentera yang terbang. Entah mengapa ada yang meleleh di dalam hatiku, rasanya menenangkan dan sangat bahagia. Mungkin karena lentera-lentera ini, atau tangan hangat dari Raja kejam ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro