✨ R e J o [ 12 ] ✨

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

***
Rasanya hari ini banyak yang aneh

***

Ayna terduduk diam di halte sekolah, April baru saja berlalu untuk pergi membeli minuman di seberang jalan. Ayna masih memikirkan apa yang dikatakan Bunga, 10 menit sebelum dia berada di sini. Ayna mengikat rambutnya dengan gelang karet yang ada di saku.

"Kenapa gue harus keceplosan," gumam Ayna merutuki dirinya yang terlalu gampang terpancing suasana. Perasaan yang harus disembunyikan malah terkatakan pada orang tak seharusnya tahu lebih dulu.

"Nih minum dulu," ucap April menyodorkan sebotol minuman isotonik. "Udah nggak usah dipikirin," lanjutnya walau April sebenarnya tak tahu apa yang ada dalam pikiran sahabatnya itu. Rasa penasaran pasti ada, tapi walau sahabat, April tahu kalau tiap orang berhak mendapat privasi meski sedekat apapun kita.

Ayna tersenyum pada April, mungkin di luar sana gadis di sebelahnya itu lebih sering terlihat jutek tapi Ayna tahu betul kalau April adalah orang yang sangat peduli.

"Yuk balik, udah ada jemputan tuh," ajak April menunjuk ke arah mobil putih yang baru saja menepi. Mereka akhirnya masuk bersama.

***

Bastian sedang mengenakan helmnya, tiba-tiba saja seorang gadis mendekatinya. Bastian belum berbalik tapi dia sudah hapal wangi parfum yang menyeruak menyapa indera penciumannya.

"Bastian," panggil gadis itu.

Bastian melotot tak percaya, mulutnya sedikit terbuka. Jantungnya berdetak lebih cepat, remaja itu takut kalau bisa saja meledak. Gadis itu adalah Bunga.

Bunga mengepalkan tangan, menahan segala emosi yang ada dalam dirinya lalu sedetik kemudian dia tersenyum.

"Gue mau minta maaf, selama hampir 3 tahun lebih gue anggurin semua tentang lo," jelas Bunga menatap Bastian tepat pada manik mata remaja tersebut. Bunga menyentuh tangan Bastian dengan ujung jari telunjuk membuat Bastian tersadar.

"Ini nggak mimpi kan," kata Bastian menepuk pipi kanan kiri dengan pelan.

Entah apa yang mengubah pikiran Bunga yang jelas Bastian tak peduli. Melihat Bunga berbicara dengan nada rendah dan lebih ramah itu sudah cukup membuat Bastian merasa bahagia.

"Apakah waktu telah mengubah Bunga," batin Bastian.

"Yaudah gue cuman mau bilang itu, setelah ini gue harap lo mau maafin gue." Bunga berbalik dan baru saja mau melangkah Bastian menahannya. Namun pegangan tangan segera dia tarik kembali takut Bunga merasa tak nyaman.

"Lo nggak pernah salah kok," kata Bastian, sekali lagi Bunga tersenyum membuat lutut remaja itu terasa lemas.

"Terimakasih," balas Bunga dan segera berlalu.

Belum terlalu jauh dari Bastian, gadis itu mengambil hand sanitizer dan menyemprotkannya pada telapak tangan.

"Cih," ucap Bunga sebelum masuk ke dalam mobil yang ternyata ada Anggara  di sana.

"Bagaimana?" tanya Anggara.

"Aman." Bunga berucap tanpa menoleh pada laki-laki yang sebenarnya masih membuatnya sakit hati itu.

Bastian yang masih di parkiran terduduk di atas jok motor. Masih tak dapat dia bayangkan Bunga bersikap seperti tadi. Remaja itu percaya kalau sekeras apapun batu jika ditetesi air terus menerus maka bisa membuat batu itu berlubang. Perasaan Bastian naik 90 persen lebih baik, 10 persennya diisi rasa lapar. Andai saja tersenyum lama tak membuat gigi kering, Bastian akan tersenyum sampai rumah. Akhirnya dia kembali menyalakan motornya dan melaju membelah jalan raya dengan rasa bahagianya.

Sepanjang perjalanan Bastian bernyanyi tanpa memedulikan sekitar. Untung saja dirinya masih fokus berkendara. Bastian merasakan perutnya bukan penuh kupu-kupu lagi tapi merasakan bunga tumbuh dan mekar di dalamnya.

"Bunga!" seru Bastian yang sebentar lagi sampai rumah.

***

Sore menjelang magrib Bastian tumben saja telah mandi. Biasanya dia harus drama dulu sebelum mandi. Menimbang-nimbang antara mandi atau tidak. Bastian hanya berdiam tersenyum menatap langit sore di hadapannya. Ponsel berdering tiga kali namun belum juga digubris oleh Bastian hingga Indri masuk.

"Kak, itu hapenya diangkat loh, adek pusing dengernya," ucap Indri yang seperti orang dewasa saja. Tapi bagaimana orang tak pusing mendengar nada dering hape Bastian yang merupakan suara guntur dan petir yang saling bersahutan.

"Iya, iya," jawab Bastian meraih ponsel. Tertera nama Ayna di sana. Bastian menepuk jidatnya.

"Aduh sampai lupa kalau harus belajar bareng," kata Bastian. Indri yang melihat tingkah konyol kakaknya itu hanya memajukan bibirnya dan cepat-cepat berlalu dari sana.

Setelah mengirim pesan maaf, Bastian segera meraih ranselnya. Tapi terhenti seketika, remaja tersebut memikirkan kalau keluar diwaktu magrib itu tidak baik. Akhirnya Bastian terduduk kembali menunggu waktu magrib lewat.

***

Sedangkan di tempat lain Ibra berdiri dua menit yang lalu setelah bersiap-siap sepulang dari membeli makanan tadi. Sesekali dia menatap jam yang berada di tangan kiri. Memastikan gadis yang ditunggu tak terlambat. Baru saja ingin mengirim pesan singkat, gadis yang ditunggu telah tiba. Gadis itu segera turun dari ojek online dan langsung memeluk Ibra.

"Gue capek sembunyi-sembunyi mulu," keluh gadis itu.

"Kita cari waktu yang tepat aja ya." Ibra menyapu lembut surai gadis itu, tercium wangi jeruk dari rambutnya yang terurai.

Nola yang baru saja tiba di rumah Ibra terkejut. Ibra sama terkejutnya tak menyangka kalau sahabatnya itu akan ke rumah di jam segini. Gadis itu bersembunyi di belakang Ibra.

"Jadi selama ini," ucap Nola menggantung.

"Hustt, cukup lo aja yang tahu ini ya." Ibra menarik tangan Nola.

"Bastian gimana?"

"Nanti tunggu waktu dulu."

"Ayna udah tahu?" tanya Nola lagi, gadis itu menggeleng.

Nola akhirnya menyambung-nyambungkan beberapa kejadian aneh pada Ibra kala itu. Ternyata ini jawabannya.

"Nggak mau tahu pokoknya traktir," ucap Nola.

***

Bastian segera melaju ke rumah Ayna, sebelumnya mengirim pesan singkat digrup. Namun Nola dan Ibra tak bisa ikut kali ini. Remaja itu tak menanyakan alasannya, yang pasti Bastian hanya membalasnya dengan iya saja. Bastian yang tak mau Ayna kecewa jadi dia tetap berangkat sendirian.

Tibanya di rumah Ayna, gadis itu segera membukakan pintu untuk Bastian. Ayna menoleh ke belakang Bastian.

"Nola dan Ibra ke mana?" tanya Ayna.

"Gue aja kali ini, mereka mungkin sibuk," jawab Bastian lalu tersenyum. Wajah Ayna memerah.

"Eh, Nak Bastian masuk yuk," ajak Ibu Ayna dengan ramah, Sekar.

Bastian sempat bingung mengapa Sekar mengenalnya. Padahal saat ulang tahun kemarin Bastian tak bertemu ibu Ayna tersebut.

Bastian akhirnya masuk dan duduk di ruang tamu yang sudah tersedia beberapa buku paket.

"Wah gercep ya, beda emang kalau belajar sama orang pintar," puji Bastian. Remaja itu mengingat kalau meja belajarnya saja dipenuhi barang-barang random yang tentunya tak ada kaitannya dengan sekolah.

"Nih, Ibu buatin minum, ternyata benar yang Ayna cerita pada Ibu kalau nak Bastian ini manis orangnya," ucap Sekar.

"Ibu." Ayna mengigit bibirnya.

Bastian terpukau ada yang memujinya kali ini.

"Makasih Tante," kata Bastian.

"Rasanya hari ini banyak yang aneh." Bastian membatin.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro