✨ R e J o [ 17 ] ✨

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

***
Baik dan buruk ternyata sulit dibedakan

***

Bastian mondar-mandir di parkiran sekolah, terhitung hampir sepuluh kali remaja itu berbolak-balik. Ditangannya ada sebuah sekotak kue buatan Hana. Ya, pagi ini dia ingin bertemu pada Ayna untuk meminta maaf. Kata Hana kue yang manis adalah hal yang tepat untuk menemaninya saat ini. Makanya Bastian datang sepagi ini, bahkan dia yang menunggu satpam untuk buka gerbang sekolah. Tampak aneh juga melihat sekolah yang sunyi seperti ini, tiba-tiba saja bulu kuduknya meremang.

"Wahhh!"

"Akhhh!!" teriak Bastian yang dikejutkan satpam sekolah yang iseng. "Tolong! Bastian belum siap mati!" lanjutnya.

"Walah, haha." tawa satpam sekolah.

"Astaga Pak, gimana kalau saya mati muda karena jantungan," keluh Bastian.

"Maaf-maaf, yaudah lanjutkan melamunnya," ucap satpam bernama Surya, sepeti namanya senyum pria itu secerah sang surya.

Bastian menyapu lembut dadanya, dibukanya kotak kue tersebut dan mengambil satu potongan.

"Pasti matahari terbit dari Barat, bocah minim otak itu udah datang sekolah," kata Anggara yang baru saja melewati Bastian. Merasa tak ada timbal balik dari perlakuannya, Anggara menatap Bastian yang sibuk memakan kue.

"Kalau kepengen bilang," kata Bastian tanpa menoleh sedikitpun.

"Melihatnya saja bikin gue nggak selera."

"Terus ngapain lo masih di sini."

"Ya, hanya melihat salah satu murid perusak nama sekolah." Anggara sepertinya ingin sekali menyulut emosi Bastian tapi lagi-lagi Bastian hanya diam membuat Anggara geram ingin menghajar wajah Bastian. Apalagi setelah dia tahu apa yang Bunga katakan padanya selepas dia berbincang dengan Ayna itu semakin membuatnya tak suka.

Ingin rasanya Anggara menantang Bastian dalam hasil ujian nanti, tapi Anggara pikir sudah jelas siapa yang akan menyabet gelar juara satu tahun ini.

"Cih, gue berani bertaruh nilai lo nggak bakal sampai KKM," ucap Anggara.

Bastian yang sedari tadi tak menghiraukan kini mengangkat kepalanya dan sedikit mendongak, ada noda kue di sudut bibirnya.

"Teruslah berpikir seperti itu," ucap Bastian. "Kalau itu membuat diri lo yang sombong tersanjung, kita lihat aja ujian Minggu depan. Daripada bacot lo kegedean," lanjut Bastian dan berlalu melewati Anggara karena melihat Ayna yang baru saja masuk gerbang. Meski perkataan Bastian tadi terlalu mengada-ngada, mengingat Anggara adalah siswa terbaik sepanjang dia bersekolah. Jadi lebih baik menggertaknya sedikit daripada harus terus mendengarkan ocehannya. Anggara menarik napas dengan kasar menahan emosi.

"Ayna!" panggil Bastian.

Langkah kaki Ayna terhenti, di sampingnya ada April yang menatap heran ke wajah cemong Bastian.

"Gue mau minta maaf, gue nggak mau kita jauh-jauhan lagi," ucap Bastian dengan nada rendah sambil menyodorkan sekotak kue yang hampir setengahnya sudah ditelan Bastian. Remaja itu kalap, apalagi kue buatan Hana itu sangat enak.

Ayan menghela napas, melihat Bastian bertingkah seperti ini membuatnya ingin tertawa saja.

"Lo minta maaf dan ngasih Ayna kue sisa yang bahkan kue itu masih ada di sudut bibir lo," kata April yang menunjuk wajah Bastian.

Dengan segera Bastian menyeka mulut dengan lengan baju sekolahnya. Ayna mengambil sekotak kue itu.

"Maaf lo gue terima," kata Ayna.

Karena saking senangnya Bastian langsung memeluk Ayna sambil melompat girang.

"Woi lepasin!" teriak April.

"Diem deh pacarnya Ibra," balas Bastian yang membaut April terdiam, Ayna melepas pelukan dan menatap sahabatnya itu. April menatap sekeliling mencari cara apa yang dikatakan Bastian tadi tak didengar Ayna.

"April? Ibra? Kalian?"

"Iya, lo belum tau? Mereka udah lama lo," jelas Bastian yang membuat April segera menutup rapat mulut Bastian dengan kotak kue yang dirampasnya dari tangan Ayna.

"Nanti gue jelasin di kelas," kata April yang menarik lengan Ayna menjauh.

"Ayna kuenya!" teriak Bastian.

Anggara ternyata masih berdiri di sana dan menyaksikan semuanya, kini ada Bunga disebelah remaja itu.

"Lo bilang lo bakal ngejauhin mereka berdua," kata Anggara.

"Gue udah melakukan yang terbaik," balas Bunga yang jengah mengingat-ingat dia harus berbaik hati sama sosok Bastian yang dalam kamus tipe cowoknya saja tidak ada.

"Gue udah memastikan dia tak belajar bersama dan gue bahkan merelakan jam belajar gue buat bersama bocah ingusan itu, seharusnya lo paham sampai sini," jelas Bunga, ekpresi Anggara kini sulit diterjemahkan Bunga. Laki-laki dengan rahang tegas dan mata yang tajam itu akhirnya berbalik.

"Sampai kapan lo sadar," batin Bunga.

Tak jauh dari mereka ternyata Nola dan Ibra mendengar percakapan mereka.

"Anjir, Bunga ternyata jahat ya," kata Nola yang masih tak percaya. Mereka seolah-olah tertipu dengan wajah cantik milik gadis tersebut.

"Kita harus bilangin ke Bastian, gue takut Bunga manfaatin rasa cinta Bastian pada hal-hal yang merugikan Bastian." Ibra memegang bahu Nola yang mengangguk setuju.

Baru ingin keluar dari persembunyian mereka, Bunga terlihat mendekati Bastian.

"Bastian!" Bunga berlari kecil menghampiri Bastian. Gadis itu membersihkan wajah Bastian dengan tisu yang berada di saku baju seragamnya.

Sudah bisa ditebak Bastian tampak begitu tersipu malu.

Karena merasa bukan waktu yang tepat Nola dan Ibra membiarkan Bastian dan Bunga berjalan menjauh.

***

Jam sekolah berjalan seperti biasanya, namun saat istirahat kedua, sekolah dihebohkan oleh berita yang begitu mengejutkan para warga sekolah.

Berita itu berjalan begitu cepat membuat siswa-siswi berbisik-bisik saat remaja yang dituju itu lewat di hadapan mereka.

"Oh, jadi ini yang buat lo jadi juara tiap tahun," ucap salah satu murid yang menahan langkah kaki remaja itu untuk menuju ruang guru.

"Gue nggak nyangka lo bisa gini," ucap Ayna yang berdiri di ambang pintu menatap punggung remaja yang dimaksud tersebut adalah Anggara.

Anggara hanya terdiam, menahan amarah dalam kepala tangannya. Siswa yang dilewati meneriakinya dengan keras. Wibawa yang sejak lama Anggara pertahanankan kini hancur begitu saja dalam sehari. Anggara mempercepat langkahnya, dia tak peduli menabrak siapa saja yang ada di hadapannya.

April mengambil ponsel di tangan Ayna. Disana ada sebuah postingan diakun sekolah yang menuliskan bahwa ayah Anggara yang merupakan salah satu guru di sekolah ini bertindak curang dengan mengambil setiap kunci jawaban untuk kepentingan pribadi. Beberapa foto Anggara dan ayahnya juga terpampang jelas di sana.

"Pantas saja Anggara yang pintar selalu menolak untuk mengikuti lomba antar sekolah karena alasan yang seharusnya kita semua bisa tebak. Tapi karena rasa percaya kita semua tertipu," kata Gio salah satu murid yang sekelas dengan Ayna.

Ayna hanya bisa terdiam namun juga merasa kasihan. Bagaimana keadaan Anggara saat ini? Padahal sebentar lagi ujian kelulusan.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro