💐 EXTRA PART 4

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Selamat Membaca!!!

💭💭💭

Saat ini, Fel sedang duduk di kantin, menunggu Dika memesan makanan untuk mereka berdua. Sebenarnya Fel ingin dirinya saja yang memesan makanan, tapi Dika menolak. Akhirnya, Fel menurut saja.

Secara tiba-tiba tanpa gadis itu sadari, lengannya ditarik oleh seseorang. Tentu saja Fel terkejut, terlebih lagi saat melihat siapa yang menariknya.

“Ayo, ikut aku bentar,” pinta Alicia dengan datar, lalu menarik lengan Fel untuk mengikutinya.

Dika yang baru saja mengambil pesanan makanan terkejut saat melihat tidak ada Fel di meja yang mereka booking. Lebih terkejut lagi saat melihat dengan samar-samar gadis itu ditarik oleh seseorang. Dengan cepat, ia berlari menyusul mereka.

Di lain sisi, Alicia berhasil mengajak Fel di lorong yang saat ini dilalui banyak siswa. Fel meneguk salivanya dengan spontan. Ia teringat pesan Dika untuk berani menghadapi Alicia. Padahal dulu Fel tampak seperti gadis yang berani menghadapi sesuatu, tapi mengapa ia mendadak jadi pengecut? Motivasi itu pun membuat Fel berusaha untuk berani.

“Kamu ngapain narik aku ke sini? Oh, ya. Sebelum kamu ngomong, tolong kamu bicaranya baik-baik. Nggak perlu pakai kekasaran.” Alicia pun diam saja memandang Fel yang kini berbicara padanya.

Tanpa ia duga, tiba-tiba Alicia memeluknya erat. Seketika Fel tertegun, terlebih lagi saat mulai terdengar suara isakan.

“Maafin aku, Kak. Aku selama ini gelap mata gara-gara Kak Ghina masuk penjara. Meskipun aku jarang ngomong sama dia, tapi dia tetap kakak kesayanganku. Maafin aku, Kak Fel. Kalau Kak Dika nggak menegurku tadi pagi, mungkin sampai saat ini aku terus melakukan hal yang bodoh. Aku minta maaf, Kak. Maaf.” Gadis itu tentu saja terkejut mendengar semua ucapan itu keluar dari bibir Alicia. Saat mengangkat kepala, Fel melihat Dika yang berada di belakang Alicia, memandang mereka dengan tatapan yang sulit diartikan.

Lalu, pandangan Fel kembali lagi pada Alicia. “Sudah, Al. Nggak apa. Pokoknya jangan diulangi lagi. Aku paham apa yang kamu rasain.” Alicia pun melepas pelukannya dan menatap Fel dengan penuh harap.

“Kakak mau maafin aku?” Fel terdiam sesaat, kemudian gadis itu tersenyum miring.

“Tentu saja tidak semudah itu. Kamu harus tanggung jawab!” Alicia langsung mengernyit heran dengan ucapan Fel, meski jantungnya kini berdegup cepat. Ia menanti kalimat selanjutnya yang akan diucapkan oleh kakak kelasnya itu.

“Kalau kamu mau aku maafin, kamu harus ...,” senyum miring dari Fel langsung berubah menjadi senyum yang hangat, “mau jadi sahabatku.”

Alicia pun tersenyum lega, lalu mengangguk kuat. Mereka berdua pun berpelukan lagi. Dika yang melihat dari jauh pun tersenyum senang.

💭💭💭

“Dika, ih ... pantes aja mama kok ngizinin kamu ngelakuin apapun, ternyata kamu bongkar semuanya sama mama. Ngapain, sih?” gerutu Fel. Sedangkan Dika yang duduk di hadapannya tertawa puas. Saat ini mereka tengah duduk di kafe dekat dengan sekolah mereka.

Sebenarnya Fel ingin langsung pulang, bahkan nyaris memesan ojek online. Akan tetapi, Dika menahannya dan meminta Fel untuk menemani lelaki itu di kafe. Awalnya Fel menolak, tapi Dika mulai mengeluarkan jurus andalannya. Menatap gadis itu dengan puppy eyes. Fel jadi merasa tak tega, akhirnya ia menuruti apa yang diinginkan lelaki bergigi kelinci itu. Apalagi Dika mengatakan akan menyampaikan hal yang sangat penting untuk Fel ketahui.

(Puppy eyes-nya Dika, hihi)

Dan kini, dia justru mendapatkan kabar mengejutkan dari Dika, bahwa sebenarnya lelaki itu membocorkan kepada mama Fel kalau beberapa hari ini, gadis itu di-bully oleh Alicia, dan itu adalah salah satu alasan mengapa Fel ingin pindah sekolah sebelumnya.

Dika pun meyakinkan mama Fel, bahwa ia akan membantu gadis itu untuk menghadapi Alicia. Awalnya mama Fel ragu, tapi karena melihat keyakinan dari Dika, ia menyetujui saja rencana lelaki itu.

Mama Fel juga berpikir, seandainya anaknya itu pindah sekolah, Fel pasti akan terus berusaha lari dari masalah. Seharusnya, masalah itu dihadapi. Jadi, ia setuju dengan Dika. Lelaki tersebut pun sempat berpesan pada mama Fel untuk tak memberi tahu pada Fel kalau dirinya telah membongkar apa yang telah disembunyikan gadis itu pada kedua orangtuanya. Dia takut Fel akan marah dan semakin kekeh untuk pindah sekolah.

Karena menurut Dika saat ini waktu yang pas, ia pun berinisiatif untuk memberi tahu semuanya pada Fel.

“Habis, kalau nggak gitu, aku bakal susah dapat akses untuk ngajak kamu ngobrol atau berangkat bareng, selain itu kamu juga bakal tetep kekeh buat pindah sekolah. Iya, kan?” Fel langsung mendengus kesal setelah mendengar alasan Dika.

“Udahlah, Fel. Itu kan udah berlalu. Yang penting, Alicia sudah menyadari kesalahannya,” ujar Dika. Fel pun menatap lelaki di hadapannya sambil tersenyum.

“Makasih banyak, ya, udah bantu aku. Kalau kamu nggak negur aku, pasti aku bakalan tetap pindah sekolah dan terus lari dari masalah. Bahkan, kamu sudah bantu aku buat menghadapi Alicia,” ujar gadis itu dengan tulus.

Sedangkan Dika, ia hanya mengangguk, lalu terdiam sesaat. Setelah itu, ia mengeluarkan ponsel dari saku. Lelaki itu tampaknya akan menerima telepon dari seseorang, karena Dika menempelkan ponsel ke telinga.

“Halo? Halo? Haish ... kok nggak ada sinyalnya, sih?” gerutunya. Lalu, Dika menatap Fel dengan tidak enak.

“Fel, aku keluar sebentar, ya?” Gadis itu pun mengangguk. Tak lama, Dika langsung berjalan keluar. Sambil menunggu lelaki itu, Fel pun berinisiatif untuk mengambil ponselnya untuk menghilangkan rasa bosan. Sebenarnya Fel agak heran. Di ponselnya, sinyal sangat bagus. Mengapa tidak pada Dika?

“Eum ..., Fel?” Gadis itu mengangkat kepalanya saat seseorang memanggilnya. Fel spontan terkejut saat melihat seseorang yang duduk di hadapannya.

“Fernan?” Orang yang dipanggil itu pun tersenyum tipis.

“Aku nggak mau banyak basa-basi. Langsung ke poin pentingnya. Aku baru sadar, waktu Dika negur Alicia tadi pagi. Aku sadar kalau pemikiranku itu salah. Jadi, aku mau minta maaf karena membiarkan saja Alicia melakukan perundungan sama kamu.” Lagi-lagi Fel merasa tertegun. Hari ini, sudah dua orang yang meminta maaf padanya. Terlebih lagi Nando mengucapkannya tanpa basa-basi.

“Sebenarnya aku bingung kapan bisa menyampaikan permintaan maaf ini ke kamu. Aku justru telat menyadari kesalahanku, tapi karena kebetulan banget aku lihat kamu di sini, jadi sekalian aja aku minta maaf sama kamu.” Fel masih terdiam. Mendadak, lidahnya terasa kelu. Entahlah, gadis itu juga tak tau mengapa.

“Karena besok aku sudah nggak sekolah di SMA D lagi. Jadi, hari ini juga aku mau minta maaf sama kamu sebelum aku ke luar kota besok.” Spontan Fel terbelalak mendengar ucapan Nando.

“Kamu mau pindah sekolah, Fer? Kenapa? Gara-gara aku?” Nando pun menggelengkan kepalanya.

“Nggak ada hubungannya sama kamu
Aku ada sedikit masalah dan itu tidak bisa diceritakan. Hanya saja, intinya besok aku akan pindah sekolah. Urusan pindah sekolahku ini sebenarnya sudah lumayan lama diurus.” Fel menghela napas lelah. Sejujurnya ia tak rela, tetapi memangnya dia siapanya Nando sampai harus menahan lelaki itu?

“Kamu nggak ada yang mau diomongin ke aku gitu?” tanya Nando yang membuat Fel terkejut. Saking terkejutnya, gadis itu sampai bingung ingin berbicara apa. Melihat Fel diam saja, Nando tersenyum miris.

“Kayaknya nggak ada, ya? Kamu masih sulit maafin aku?” Nando mendesah pelan. “Nggak apa, sih. Itu terserah kamu. Aku balik dulu, ya.”

Baru saja Nando berbalik, ucapan dari Fel mendadak membuat lelaki itu menghentikan langkah.

“Aku suka sama kamu, Fer.” Tak hanya Nando, Fel sendiri juga terkejut mengapa kalimat itu yang justru keluar dari bibirnya.

“Tadi kamu bilang apa?” tanya Nando memastikan. Fel pun mendengus pelan.

“Ya, memang ini terlihat bodoh, tapi abaikan saja. Aku memang suka kamu, tapi nggak menuntut kamu buat balas perasaanku. Karena aku nggak mau prioritasin masalah cinta dulu untuk saat ini. Maaf, aku nggak tau kenapa kok bisa kelepasan ngomong kayak gitu.” Jeda sesaat. “Sebenarnya, sejak kamu minta maaf ke aku tadi, aku berharap kita bisa berteman dekat, seperti aku dan Dika, tapi karena kamu mau pindah sekolah. Jadi ... ya ....”

Nando pun tersenyum. “Kita bisa temenan, kok. Kalau kamu mau, kita saling kontak aja.” Fel mengangguk setuju. Mereka berdua langsung bertukar kontak sosial media.

“Makasih, ya, Fer. Selama ini sudah berusaha buat menegur aku kalau salah. Makasih juga karena menerima aku jadi temanmu.” Nando tersenyum tipis.

“Sama-sama. Aku pulang, ya.” Fel pun mengangguk. Tanpa mereka sadari, Dika sedari tadi menatap Fel dan Nando yang asyik berbincang. Mereka berdua justru menyadari keberadaan Dika saat Nando akan berbalik pulang. Melihat sahabatnya berdiri memandang dirinya dan Fel, Nando berjalan mendekati Dika.

“Kamu serius mau pindah, Ndo?” tanya Dika dengan sorot sendu. Nando pun mengangguk.

“Maaf, ya, kalau aku terlalu egois. Kita bisa saling kontak, kok.” Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Nando menyadari ada sesuatu di genggaman Dika. Selepas itu, ia tersenyum.

“Buat Fel?” bisik Nando yang membuat pipi Dika bersemu. Namun, hanya sesaat, karena ia langsung tersenyum miris.

“Semoga sukses. Duluan, ya.” Setelah menepuk pundak lelaki bergigi kelinci itu, Nando beranjak pergi dari kafe tersebut.

Sedangkan Fel, ia hanya diam melihat interaksi antara Dika dan Nando. Untuk percakapan yang pertama, gadis itu dapat mendengarnya. Namun, percakapan mereka yang selanjutnya, dirinya tak dapat mendengarkannya dengan jelas. Sehingga ia memilih untuk bungkam saja.

Saat Dika duduk di hadapannya, Fel menyadari bahwa lelaki itu membawa setangkai mawar.

“Loh, balik-balik kok bawa mawar? Buat apa?” Dika hanya tersenyum tipis, lalu menyerahkan bunga itu pada Fel.

“Buat aku?” Dika mengangguk.

“Kamu kapan belinya ini? Waktu kamu selesai teleponan di luar kafe tadi?” Dika mengangguk lagi meski agak ragu. Karena apa yang diduga Fel itu tidak 100% benar.

“Dalam rangka apa, nih, ngasih bunga ke aku?” tanya Fel lagi. Lelaki itu menghela napas pelan.

”Dalam rangka persahabatan kita. Itu pun kalau kamu mau.” Selang beberapa lama, keheningan mulai menyelimuti mereka. Sampai akhirnya Fel mengambil bunga tersebut sambil mengangguk dan tersenyum manis.

“Iya, aku mau jadi sahabatmu.”

Jujur, itu adalah kalimat yang menyakitkan bagi Dika. Selama ini ia menyukai Fel, tetapi terhalang karena sikap buruk gadis itu dulu. Terlebih lagi, sahabatnya sendiri benci dengan Fel, yang membuat lelaki itu harus menahan perasaannya. Saat Fel berubah menjadi baik, di saat itulah Dika ingin menyatakan perasaannya. Akan tetapi, sebuah kenyataan pahit harus ia terima, ternyata Fel menyukai sahabatnya sendiri. Ia juga sempat mendengar, Fel kini tak terlalu memedulikan masalah cinta untuk saat ini.

Status apalagi yang lebih baik antara dirinya dan Fel selain sahabat? Namun, jika dipikir-pikir, sepertinya hal tersebut adalah yang terbaik bagi mereka.

Masa remaja setidaknya dihabiskan untuk mencari jati diri, bukan? Sangat sia-sia jika dihabiskan untuk memuaskan nafsu percintaan.

💭💭💭

Yang terjebak di circle friendzone mana suaranya? 🙋🏻‍♀️😢

Tenang aja, Gaes. Sesuai sama kalimat terakhir di part ini, masa remaja bakal sia-sia kalau dihabiskan untuk nafsu percintaan. Sebenarnya ga hanya nafsu percintaan aja, tapi nafsu lain yang sifatnya negatif.

Have a nice day.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro