📍 [³logx = 2] Janggal

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

DAN AKU LANGSUNG MEMBEKAP MULUT SAAT MEMBACA ISI KERTAS ITU.

~••~

Selamat Membaca!!!

💭💭💭

Kabar Nandini menghilang mulai tersebar seantero SMA D. Meski baru kemarin aku dikabari bahwa Nandini belum pulang, jujur saja, aku masih khawatir dengan cewek itu. Ke mana dia memangnya? Kenapa dia tiba-tiba menghilang?

Kalau Ghina bilang Nandini sudah berjalan masuk ke gang rumahnya, sedangkan mama Nandini mengatakan bahwa anak gadisnya itu justru belum pulang sejak berangkat ke mall bersama kami tadi. Itu berarti, Nandini menghilang saat perjalanan masuk ke gang untuk menuju ke rumahnya.

Pertanyaannya sekali lagi, sebenarnya ke mana dia saat itu? Apakah saat Nandini masuk ke gang, ia justru tak berjalan ke arah rumahnya, tapi ke arah lain?

“Tadi waktu mampir ke rumah Nandini, kamu nggak ketemu sama dia, Ghin?” tanyaku pada Ghina. Memang, saat pagi buta tadi, aku menelpon Ghina dan meminta tolong padanya untuk mampir sebentar ke rumah Nandini, sekadar memastikan apakah Dini sudah di rumah. Apalagi, mama Nandini sama sekali tidak mengabari kami. Kebetulan juga, rumah Ghina lumayan dekat dengan Nandini, sehingga dia tak masalah untuk mampir sebentar ke rumah Dini.

“Aku sudah ke rumahnya dan yang kutemukan hanya mamanya saja. Dan lagi-lagi, kata mamanya, Nandini masih belum pulang sampai sekarang. Bahkan, ponselnya pun masih belum aktif. Tante Tyas bilang, kalau Nandini masih belum pulang sampai malam nanti, dia mau ke kantor polisi buat ngelaporin Nandini yang hilang,” jelas Ghina. Aku semakin merasa khawatir.

“Kay, kamu telpon siapa?” Di sela-sela pikiran yang tak karuan, aku justru melihat Fikay menempelkan gawainya ke telinga. Bahkan, saat aku dan Ghina sedang berbicara, dia justru asyik mengoperasikan ponselnya itu.

“Aku mau coba telpon Nandini lagi. Semoga masih ada harapan. Karena, pesan yang kukirim ke WhatsApp-nya masih centang satu.” Ucapan Fikay barusan langsung saja membuatku heran.

“Sudah tahu pesanmu ke WhatsApp Nandini itu centang satu, pasti ponselnya juga nggak aktif, kan?” tanyaku pada cewek berkacamata itu. Selang beberapa detik, ia pun menjauhkan gawai dari telinganya sembari mendengus kesal. Nah. Benar, kan, dugaanku. Ponsel Nandini pasti masih belum aktif. Kan, pesan dari Fikay masih centang satu.

“Pesan WhatsApp yang centang satu itu berarti data internetnya yang nggak aktif, makanya pesanku nggak masuk ke ponsel Nandini. Bukan berarti ponselnya juga nggak aktif. Ya, kan? Bisa saja data internet Nandini mati, tapi ponselnya masih nyala, Fel,” ujar Fikay.

“Ya, tapi ... tetap masih nggak aktif, kan, ponselnya Nandini?” tanyaku lagi. Fikay pun menganggukkan kepalanya lemah.

“Dia ke mana, ya? Aneh sekali kalau dia masih belum pulang sampai saat ini. Aku takut terjadi sesuatu padanya,” ucap Ghina.

Kami bertiga pun terdiam setelah mendengar perkataan Ghina. Meski kami duduk di kantin yang sedang ramai saat ini, tetapi kami justru merasakan keheningan. Tanpa Nandini, semuanya terasa sangat kurang.

💭💭💭

Kring ....

Bunyi bel tanda pulang sekolah sudah berbunyi. Semua yang ada di dalam kelas XI IPA 2 langsung membereskan segala benda yang ada di atas meja untuk dimasukkan ke dalam tas.

Begitu juga denganku. Buku tulis, buku paket, alat tulis, dan segala benda yang ada di atas meja, kumasukkan ke dalam tas. Meski, tidak terlalu rapi juga aku menata barang-barang yang ada di tas. Setidaknya, semua barang tidak ada yang ketinggalan.

Selepas aku memasukkan barang-barang ke dalam tas, kutarik ritsleting ke samping untuk menutup tasku. Setelah itu, kucangklong tas sembari beranjak dari kursi.

“Sekarang, Fel?” Baru saja aku akan melangkah, ucapan Ghina menginterupsiku.

“Iya, sekarang aja. Ayo buruan,” ujarku dengan tidak sabar. Dengan segera kukeluarkan ponsel yang ada di saku dan dalam hitungan detik, jari-jariku mulai aktif bergerak naik turun di gawai. Saat ini, aku akan memesan taksi online. Kami berencana pergi ke rumah Nandini untuk memastikan sekali lagi apakah dia sudah pulang, meski Tante Tyas masih belum menghubungi kami perihal kabar terbaru tentang Nandini.

“Kamu sudah pesan, Fel?” tanya Ghina sembari menepuk bahuku. Saat ini, kami berjalan melalui sepanjang lorong untuk pergi ke depan gerbang sekolah.

“Sudah. Tinggal kita tunggu aja di depan.”

Tak beberapa lama, taksi pesananku pun tiba. Dengan segera, kami masuk ke dalam mobil. Perjalanan terasa sangat menegangkan. Entah apa yang kedua sahabatku rasakan, yang pasti perasaanku sangat tegang.

Setelah beberapa menit dalam perjalanan yang hening, akhirnya kami sampai juga di depan rumah Nandini. Aku pun memencet bel rumah. Tak lama, muncul seorang wanita paruh baya membukakan pagar untuk kami.

“Eh, kalian. Ayo masuk dulu.” Dengan kikuk, aku pun masuk ke dalam rumah Nandini diikuti oleh Ghina dan Fikay. Saat langkah kakiku mencapai pintu rumah, secara tak sengaja, netraku menangkap sesuatu yang mengganjal.

“Kenapa, Fel?” tanya Fikay dengan bingung. Tak memedulikan pertanyaannya, aku pun mengambil sesuatu yang menyelip di dekat pintu. Mungkin jika sekilas melihat pasti tak ada yang menyadari. Namun, jangan salah, mataku lumayan tajam untuk menangkap sesuatu yang aneh dan janggal.

Setelah mengambil sesuatu yang terselip di pintu itu, yang tak lain dan tak bukan adalah sebuah kertas, aku pun mulai membukanya.

Dan aku langsung membekap mulut saat membaca isi kertas itu.

💭💭💭

Weheee ... kira-kira apa, ya, isi kertas itu sampe si Fel kaget? Xixi.

As always, jangan lupa vote dan komen, ya, untuk membangun cerita ini.

Jangan lupa follow juga akun putriaac untuk dapatkan informasi update terkait cerita ini dan juga cerita-cerita menarik lainnya.

Have a nice day.

©Surabaya, 3 November 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro