Resonating with Jun Hwan 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pemandangan gedung-gedung tinggi menghiasi jalanan kota. Pohon-pohon kecil tertata rapi di pinggir jalan. Jalanan kota Seoul begitu rapih dan bersih. Tembok-tembok berwarna-warni memanjakan mata yang melihatnya. Orang-orang mengenakan pakaian yang indah dan rapi. Namun pemandangan itu berubah sedikit demi sedikit. Palet warna yang cerah menjadi gelap. Dari gemerlap menjadi kusam. Bangunan-bangunan pencakar langit yang megah, artistik dan indah berubah menjadi lebih pendek, dan tua. Seakan-akan kesenjangan sosial nampak nyata dan terlihat jelas dari bentuk bangunan disana. Baju orang-orang yang berubah menjadi lebih kusam dan tidak terawat. Beberapa tuna wisma nampak dengan trolinya sedang mengais sampah.

Meskipun Korea kini menjadi salah satu negara paling maju di dunia, kemiskinan dan kesenjangan sosial adalah hal sangat lumrah di sini. Hal ini biasa terjadi di negara dengan sistem kapitalisme yang mengakar di negaranya. Para pengusaha mempengaruhi suara para pemimpin negara. Menciptakan kesenjangan sosial yang tinggi dan memonopoli ekonomi di negara. Sebagian besar negara-negara maju yang lain memiliki sistem perekonomian yang sama. 

Namun cukup beruntung bagi warga negara Korea yang masih diperhatikan oleh para pengusaha dan pemimpin negara. Mereka sengaja menciptakan kelas masyarakat menengah yang sangat besar dan menekan angka kemiskinan hanya untuk memelihara kondisi pasar. Dengan adanya daya beli yang baik dari masyarakat, mereka menghimpun keuntungan sebesar mungkin. Namun, jarak kesenjangan antara masyarakat kelas menengah dengan yang kelas atas sangatlah besar.

Salah satu dari masyarakat menengah adalah Yu Seong. Ia salah satu dari beberapa yang cukup beruntung karena memiliki uang pensiun yang cukup banyak. Paling tidak, ia masih sanggup untuk membayar biaya perawatan di rumah sakit dan makan sehari-hari. Meskipun hanya menyisakan sedikit, masih ada sisa uang yang di tabung. Sayangnya meskipun Yu Seong merasa cukup beruntung dengan uang pensiunnya, ia tidak bisa lepas dari banyak permasalahan di sekitarnya. 

Setelah selama 3 Minggu lebih ia menjalani perawatan khusus dan penggantian komponen jantung buatan. Ia akan kembali disambut dengan kehidupan manusia yang kacau. Sama seperti pemandangan di luar yang kusam, acak-acakan, memuakkan, membuat pusing kepala. Meskipun begitu, tak ada yang bisa ditutup-tutupi apalagi dibuang dan dilenyapkan. Seperti orang-orang yang menjalani takdirnya yang kusam, beriringan dengan umpatan-umpatan kotor dari mereka sendiri. Yang demikian terjadi berulang-ulang dan berulang-ulang, seperti tidak ada habisnya. Apakah akan ada jalan akhirnya? Mungkin kematian jalan akhirnya. Jalan akhir untuk mengakhiri hidup yang berulang-ulang ini.

Tangan Yu Seong memengang erat ujung kemejanya. Matanya terus melihat ke arah luar jendela. Ia tidak menyadari lirikan kekasihnya yang mulai merasa bersalah. Pria itu berusaha membuka bibirnya, namun tidak ada kata-kata yang muncul. Ia kembali menutup bibirnya, memikirkan cara untuk kembali memulai pembicaraan setelah membuat wanita berkemeja putih disampingnya kesal. Ia kembali membuka bibir berusaha kembali untuk memulai pembicaraan. Namun lagi-lagi tidak ada kata-kata yang muncul. Ia kembali menutup bibirnya, sorot mata pria itu tidak lepas dari arah Yu Seong.

"Kalau kau ingin mengatakan sesuatu katakan saja Jun Hwan," kata sang kekasih tiba-tiba. Suara datar Yu Seong membuat mata Jun Hwan melebar karena terkejut. Napasnya menghembus pendek dan memegang kemudi lebih erat.

"Bagaimana kalau nanti kita makan haejangguk di dekat sini. Tempat kita dulu biasa makan." Jun Hwan berusaha menekan nadanya dan terus melirik Yu Seong yang sama sekali tidak memalingkan wajah.

"Kau benar, kita sudah lama sekali tidak makan di dekat sini." Jawaban itu membuat lega pria di balik kemudi. Sebuah tarikan lengkung di bibir tampak saat ia kembali memancing pembicaraan.

"Sudah lama sekali kita tidak makan di sana. Apa bibi disana masih mengingatmu? Mungkin kita bisa mendapatkan diskon?" ajak Jun Hwan. Namun wanita itu seakan-akan tidak tertarik dengan tawaran itu.

Yu Seong tetap tidak mengalihkan pandangannya, seakan-akan ada magnet yang besar di luar sana. Ekspresi wajah wanita itu juga tidak berubah. Alisnya mendatar dan matanya menatap tanpa ekspresi. Bibirnya tidak menggantung bahkan tidak tertarik lengkung atau lurus.

"Kau sering pergi kesana?" tanya Yu Seong.

"Cukup sering, ngomong-ngomong apa kamu ingat kapan terakhir kali kesana?"

"Mungkin sekitar 3 tahun yang lalu? Aku lupa, semenjak pensiun dari kepolisian aku tidak pernah lagi kesana."

"Tempat itu tidak berubah sama sekali, rasa dan porsinya masih sebanyak dulu. Aku jadi rindu waktu kita masih rekan satu tim."

"Berhentilah hidup dalam kenangan, itu tidak akan pernah terjadi lagi," jawaban datar Yu Seong kembali membuat Jun Hwan menghela nafasnya. Ia gagal membuat suasana yang lebih ceria.

"Yu Seong, kamu masih marah?" Pria di balik kemudi itu bertanya dengan hati-hati. Ia melirik kembali kekasihnya yang masih belum melepaskan pandangan dari jendela.

"Aku tidak marah. Aku hanya sedang menenangkan diriku. Jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya," jawab wanita itu. Reflek Jun Hwan menarik bibirnya melengkung. Rasa senang mulai naik di dalam dirinya.

"Wow kau masih berdebar-debar disampingku? Kukira kita sudah cukup intim selama ini." Namun lagi-lagi ia gagal menaikkan atmosfer kegembiraan. Yu Seong tetap dengan wajah datarnya, menoleh sejenak ke arah Jun Hwan lalu kembali melihat keluar jendela di sebelah kirinya.

"Mungkin, aku tidak tahu. Sudah lama aku tidak merasakan yang seperti ini," ucap Yu Seong.

"Itu tandanya kau jatuh cinta padaku," sahut Jun Hwan tanpa berpikir.

"Bagaimana denganmu?" Pertanyaan Yu Seong membuat pria di balik kemudi itu kaget. Ia tidak pernah menyangka akan diberikan pertanyaan yang demikian.

"Hah?" Pria itu menggumam bingung, namun wanita di sebelahnya kini memalingkan wajah ke arah pria itu.

"Apa kau merasakannya jantung yang berdetak lebih cepat?" Jun Hwan berpikir sejenak sebelum ia menjawab.

Jun Hwan tahu betul apa yang dibalik pertanyaan itu. Yu Seong menanyakan tentang cintanya kepada wanita itu. Dua tahun terakhir adalah hal yang membosankan bagi Jun Hwan. Semenjak jantung buatan telah di pasang di dada kekasihnya. Sejak itu pula Jun Hwan mulai kehilangan rasa. Beriringan dengan konsekuensi pemasangan jantung buatan itu yang harus membatasi emosi, dan gerak untuk bisa berdetak normal. Jika jantung buatan bergerak lebih cepat maka akan membuat tubuh menjadi terbebani. Penggunanya mudah lelah dan organ tubuh yang lain juga akan terpengaruh. Dengan konsekuensi sebesar itu, Yu Seong harus membatasi ekspresi dan emosinya. Bagi Junhwan ia tidak pernah menyangka akan terasa seperti kehilangan kekasihnya sendiri. 

Di dalam dirinya ia masih menuntut Yu Seong untuk tetap seperti yang dulu, atau seperti beberapa menit yang lalu. Ia rindu Yu Seong yang kesal dan menyumpahinya dengan berbagai umpatan. Begitu pula dengan tawa lepas dan senyum manisnya. Tapi kenyataan yang harus ia terima membuat Jun Hwan lelah dan bosan. Hingga titik di mana ia merasa seperti berinteraksi dengan robot, bukan manusia.

"Lalu bagaimana denganmu Yu Seong? Apa kau benar-benar mencintaiku?" tanya Jun Hwan. Wanita itu mengangguk dan pandangannya tidak lari dari Jun Hwan.

"Ya, sangat. Kalau satu hari nanti kau memutuskan hubungan kita, mungkin itu kematian." Tanpa sadar Jun Hwan mengeratkan pegangannya di kemudi. Pria itu menarik bibirnya agar tersenyum dan mengelabui Yu Seong. Namun sayang, wanita itu tidak menyadari bahwa hubungan mereka sudah rusak sejak lama.

Yu Seong meraba dada dan berusaha mendeteksi detak jantungnya. Detak jantungnya begitu cepat hingga membuat napas terasa pendek dan berat. Ini membuat wanita itu merasa tidak nyaman. Terlebih tidak ada obat yang diberikan dokter untuk meredakan efek ini. Selama 10 hari setelah operasi, ia hanya berbaring di ranjang karena efek ini pula. Pertama kalinya ia merasa tidak nyaman setelah operasi perawatan jantung. Padahal sudah 10 kali ia menjalani perawatan selama 3 tahun ini dan gejala efek samping yang berat seperti sekarang tidak pernah muncul. 

Mungkin perasaan nya yang mulai bercampur aduk, membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Ia mengambil nafas dalam-dalam dan menahan sejenak untuk menenangkan hati dan pikirann. Ia berusaha keras menepis rasa di hatinya dan berusaha mengalihkan pikirannya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro