Chapter 24

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Siapa nggak sabar baca chapter ini? 🤭

Chapter kemarin rame banget. Aku seneng banget loh! Chapter ini ramein lagi yuk! 🥰

Happy reading 🌹
*****
Hazel

Gue pengecut. Itu hal yang gue yakini akan diri sendiri. Gue suka sama cewek dari lama, tapi nggak pernah bisa mengungkapkan secara gamblang. Gue tahu, gue tuh emang bersikap ramah sama cewek-cewek dan semua orang. Gue bisa bersikap manis ke Sera dan rekan-rekan kerja gue, tapi gue nggak bisa bersikap lepas kalau sama Sea.

Yup. Oceana Melody Hantoro, adik semata wayang Sera. Awalnya gue lihat Sea kayak adik gue sendiri. Kita sering main bareng dari kecil, sering ketemu. Well, karena kedua orang tua kami bersahabat sejak dulu. Dan kami sebagai anak-anaknya ikut melanjutkan hubungan persahabatan sampai dewasa. Sampai pada akhirnya gue lihat Sea sebagai sosok yang berbeda.

Gue menyadari hal itu saat hari keberangkatan Goldy ke Jerman. Sea yang dekat banget sama adik bontot gue, merasa patah hati karena kepergian Goldy, hari itu menangis di pelukan gue. Pelukan yang membuat jantung gue berdetak lebih cepat dan pada akhirnya perasaan gue berubah karenanya.

Tapi, gue merasa hal itu nggak seharusnya terjadi. Sea masih remaja, sementara gue udah cukup dewasa. Dunia gue dan Sea pun berbeda jika dilihat dari berbagai sisi. Karena itu, gue mencoba mengesampingkan perasaan gue. Mencoba melupakan perasaan yang mungkin hanya muncul sesaat.

Mungkin saat itu, gue merasa iba karena Sea menjadi murung karena Goldy pergi. Mungkin saat itu gue hanya mencoba mengisi posisi Goldy, menggantikan sosoknya yang selalu dekat dengan Sea. Tapi, perasaan itu bukannya hilang. Malah makin bertumbuh setiap harinya.

Gue emang dekat sama Sera dan sering mendatangi rumahnya. Bahkan saking dekatnya, banyak gosip yang bilang kalau kami pacaran. Tapi, alasan gue sering main ke rumah Sera bukan semata-mata karena gue mau ketemu Sera setiap hari. Bukan karena gue suka Sera. Bukan.

Alasan gue sering datang ke rumah Sera adalah ... Oceana. Gue cuma pengin lihat Sea setiap kali mendatangi rumah itu. Lihat Sea makan, nonton televisi, atau belajar aja udah cukup buat gue.

Gue pun sampai hapal dengan semua yang menyangkut Sea. Sea suka olahraga juga kayak Sera. Tapi lebih ekstrim. Dia suka ikut lomba lari dan olahraga yang memacu adrenalin. Sea suka bakso, mie ayam, dan soto. Dia punya cara makan yang unik. Selalu cemplungin es batu ke kuah bakso atau sotonya, katanya biar kuahnya nggak panas. Sea nggak suka sambal. Kalau makan, cuma dikasih kecap aja. Sea suka banget sama es jeruk. Kalau udah ketemu es jeruk, bisa habis tiga gelas dia. Sea suka banget sama roti dan kuenya Ansyelle.

Makannya, gue sering bawain Ansyelle buat oleh-oleh kalau dateng ke rumahnya. Modusnya sih jajanin Sera. Tapi, aslinya ada niat terselubung di balik itu. Rasanya menyenangkan bisa tahu apa yang Sea suka. Apalagi tiap lihat sosok Sea yang selalu ceria tiap ketemu makanan favoritnya.

Satu hari di mana gue ngerasa capek banget dan pengin buru-buru pulang, tapi Sera curhat kalau dia lupa ada seminar padahal udah telanjur janji buat jemput Sea ke sekolah. Saat tahu nggak ada yang bisa dimintai tolong untuk jemput Sea, ya gas lah gue! Langsung aja gue menawarkan diri buat jemput Sea. Rasa capek gue hilang gitu aja. Bisa jemput Sea dan lihat dia aja udah bikin energi gue full lagi.

Dan siang itu pertama kalinya gue lihat Sea sama cowok yang gue tahu namanya Riga. Ada yang patah, tapi bukan ranting pohon. Posisi gue di sini adalah sebagai sahabat kakaknya, jadi gue berusaha terlihat ceria dan godain dia soal Riga. Padahal, kalau kalian tahu. Hati gue rasanya kebakar. Sialan!

Hari demi hari, ada aja hal yang bikin gue sama Sea makin dekat. Pernah suatu ketika, gue lihat mama sibuk di dapur pagi-pagi. Pas gue tanya, ternyata mau kirim bingkisan buat Om Hugo sama Tante Davina. Wah! Timing-nya cakep. Tadi gue habis mimpiin Sea. Gue mimpi pacaran sama dia dan kita hampir ciuman. Mimpi indah yang nggak selesai karena Pink keburu bangunin gue. Adik gue yang satu itu emang titisan setan! Pas tahu mama mau kirim bingkisan, ya langsung aja gue menawarkan diri buat anter ke rumah Om Hugo pagi-pagi. Harapan gue sih jelas. Pengin lihat Sea. Walaupun gue yakin nanti bakal telat absen di rumah sakit.

Harapan gue terkabul saat pintu rumah Om Hugo terbuka lebar dan menampakkan Sea di sana. Dia udah pakai seragam, rambutnya digerai dan pakai bando warna merah. Ajib! Cakep banget deh calon gue! Dan bersyukurnya lagi, Om Hugo buru-buru berangkat kerja karena temannya sakit. Jadi, Om Hugo harus gantiin operasi pagi ini. Sedangkan Tante Davina nggak bisa antar karena urus kasus sidang. Yes! Semesta dukung gue lagi. Gue berhasil antar Sea pagi ini ke sekolah. Di mobil berdua. Bisa ngobrol sama dia. Seneng banget gue rasanya. Kayak baru anter pacar sekolah. Ihiw!

Sea mau lulus SMA dan umurnya udah 17 tahun. Dia pintar sehingga bisa ikut program akselerasi dan bisa lulus lebih cepat. Udah cukup dewasa kan, misal gue ajak pacaran? Kevin ngelamar Sera aja pas umurnya 35. Ini gue baru 27, bisa lah ya nanti ngelamar Sea pas umur gue kayak Kevin? Paling nggak, statusnya jadi pacar aja dulu.

Gue udah semangat banget ajak Melanie, sepupu gue buat beli cincin. Gue mau bilang soal perasaan gue ke Sea. Tapi, hal itu malah jadi gosip besar. Sampai Sera ikut interogasi waktu gue datang ke rumahnya.

"Sumpah, tadinya gue nggak mau ngomong ini sama lo. Tapi, berhubung lo tanya gue duluan, dan desak gue, gue harus ngomong soal ini. Gue harus jujur sama lo meskipun cuma sekali."

"Zel, kok jadi gue yang merinding?" tanya Sera.

"Gue emang pergi sama cewek ke mal beberapa waktu yang lalu. Lo mau tahu siapa?"

"Siapa?"

"Melanie," sahut gue santai.

"Melanie? Sepupu lo?"

Gue mengangguk. "Gue ajak Lanie ke toko perhiasan, buat minta pendapat. Gue mau beliin cincin untuk perempuan yang gue suka."

"Lo suka sama cewek? Siapa? Sejak kapan? Kenapa lo nggak pernah cerita sama gue?!"

"Udah deket sih, jadi bingung gimana cara ngomongnya."

Gue merogoh saku jaket. Mengeluarkan sebuah kotak beludru warna tosca dan meletakkannya di depan Sera. Nggak cuma sampai di situ. Perlahan, tangan gue membuka kotak itu.

"Zel?"

Gue mengangguk saat Sera menatap mata gue. Dan ... tangan gue bergerak menggenggam tangan Sera begitu erat.

"Gue suka sama lo," kata gue sambil menatap mata Sera. "Ah, shit!" maki gue setelah beberapa saat gue bilang suka.

"Zel?" tanya Sera bingung.

"Ra, sorry. Gue nggak bermaksud ngerjain lo. Tapi ...."

"Lo beneran ada suka sama cewek?" tanya Sera. Jelas aja Sera tahu bukan dia yang gue suka. Mana ada orang habis nembak cewek langsung ngumpat. Right?

Gue mengangguk mantap. Selama ini, Sera nggak tahu perasaan gue ke Sea. Dan sekarang, kayaknya gue harus jujur ke Sera soal ini. Gimana pun juga, restu dari calon kakak ipar sangat diperlukan, kan?

"Siapa? Boleh gue tahu?" tanya Sera.

"Oceana Melody Hantoro."

Kedua mata Sera membulat saat gue menyebut nama adiknya. "Ini ... lo serius?"

"Iya. Duarius malah."

"Kok bisa? Sejak kapan?"

"Udah lama. Sejak Sea peluk gue di bandara pas Gold berangkat ke Jerman."

"Gila lo! Kenapa nggak pernah cerita ke gue?!"

"Malu gue, Ra."

Sera berdecak, terlihat kesal.

"Pas nyoba ngomong suka ke lo tadi, gue nggak ada rasa gugupnya. Tapi, kalau sama Sea kok gue gugup mulu ya? Kayak susah banget gitu ngomongnya," keluh gue putus asa. "Gue kalau lagi interaksi sama Sea tuh jantung gue kayak mau meledak, Ra. Suaranya kenceng banget dan malah bikin gue nggak fokus."

Dengar isi hati gue yang terpendam, Sera malah ketawa keras.

"Ra, ini gue lagi curhat barusan. Kok lo malah ketawa sih? Tunjukin rasa iba, kek!"

"Aduh, sorry, sorry. Habisnya lo lucu banget!" seru Sera. "Lo tuh setiap harinya manis banget ke gue, ke temen-temen di rumah sakit. Tapi, bisa grogi juga ya kalau sama cewek yang lo suka? Sama adek gue, Zel? For real?"

"Tahu ah, Ra!"

"Adududu, calon adek ipar gue ngambek," goda Sera.

"Wait ...," kata gue. Sera panggil gue calon aik ipar? "Ini artinya, lo kasih gue restu kan, buat ngejar adek lo?"

Sera mengangguk mantap.

"Aduh, thank you banget, Ra! Lega banget gue dapet restu dari lo."

"Ehm ... sebenernya ..." Sera terdengar ragu-ragu akan mengucapkan sesuatu. "Nggak jadi deh!"

"Apaan sih?" tanya gue penasaran.

"Nggak," jawab Sera. "Pantesan ya, lo rajin ke sini. Ada udang di balik bakwan ternyata!"

"Ra, sumpah! Gue nggak bermaksud manfaatin lo. Cuma, gue nggak tahu lagi gimana caranya PDKT sama adek lo. Jadi, ya ...."

Sera tertawa keras. "Untung gue nggak suka sama lo ya? Kalau suka kan, berabe!"

Gue tersenyum tipis. "Ah, sa ae lo."

"Ini lo masih mau di sini sama gue? Nggak mau coba nyamper adek gue ke kamar?" tanya Sera.

"Boleh emang?"

"Ya boleh aja. Asal jangan diapa-apain adek gue."

"Ngasal lo! Nggak lah. Gue nggak bakal apa-apain Sea kok. Nggak berani gue macem-macem juga."

"Ya udah sana kalau mau ngejar cintanya adek gue!"

Gue langsung berjalan cepat menuju rumah. Ingin menghampiri Sea di kamarnya. Meski gue belum bisa mengutarakan perasaan gue malam ini, paling nggak gue bisa mencoba berinteraksi lebih dekat.

Tapi ... sialan! Gue mengeluarkan sumpah serapah dalam hati. Gue cuma bisa terdiam kayak patung saat melihat Sea berpelukan dengan Riga di pintu depan. Hati gue beneran patah. Sakit banget woy! Cewek yang gue suka dari lama, pelukan sama cowok lain di depan mata gue! Mana pelukannya erat banget masa? Dan gue bisa lihat gimana Riga mengecup pucuk kepala Sea dengan penuh sayang. Brengsek!

Gue langsung berbalik badan, kembali menghampiri Sera yang masih duduk di taman belakang.

"Lho? Kok balik ke sini lagi? Nggak jadi nyamper Sea?" tanya Sera heran.

"Nggak. Udah telat gue! Adek lo udah jadian sama Riga!"

*****

Tuh, siapa yang dari awal ngata-ngatain Hazel dan sebel sama Hazel? Ngaku lo 🤭🤭🤭

Setelah tahu, gimana? Gemes ngga sama Hazel? 🥰🥰🥰

Muka Hazel tiap ngelihat Sea sama Riga 🤏🏻

7 Agustus 2024
With love, IU ❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro