Bab XXI

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sore berganti malam, kini malam telah larut. Seperti biasa, malam ini mereka kembali melaksanakan misi, setelah memastikan jika bunda dan ibu dapur telah terlelap di kamarnya masing-masing.

Jika sebelumnya mereka hanya datang menyiapkan diri kali ini tidak. Mereka menyiapkan rencana matang-matang. Bukan mereka sih lebih tepatnya hanya Qilla.

Qilla sendiri yakin jika data-data itu berada di lemari samping Rak sebelah kanan meja. Karena memang hanya satu tempat itu yang belum mereka periksa. Keburu ketahuan kembali oleh ibu dapur jika mereka memaksa mencarinya di sana. Seperti malam sebelumnya.

Kini mereka telah berada di ruang kepala yayasan. Dengan Qilla yang bertugas mencari sedangkan Rey, bertugas memantau keadaan. Kali ini mereka tak mau aksinya kembali gagal karena nyaris ketahuan lagi oleh ibu dapur.

Qilla sibuk mencari, sedangkan Rey sibuk menguap. Mengantuk plus badannya yang masih terasa lemas. Ya, untuk malam ini Rey memaksakan dirinya menjalankan misi. Meski badannya masih terasa lemas, tapi syukurlah demamnya sudah turun.

"Ketemu!" seru Qilla dengan senyum terkembang.

Rey pun tak bisa menahan senyumnya kala Qilla mengangkat data bertuliskan namanya, Reynaldi, juga nama Qilla, Aqilla Fariza dan nama donatur, Zahran Zahir.

"Kan, gue yakin kalau malam ini misi kita berhasil." Mereka berdua tersenyum senang.

.

Kini mereka tengah berada di salah satu ruangan kosong panti. Di mana lagi kalau bukan di gudang. Tempat penyimpanan segala perabotan panti yang sudah tak layak dipakai.

Dengan beralaskan selembar kardus yang cukup besar. Mereka berdua meneliti data yang baru saja mereka dapatkan. Ah, tidak. Bukan mereka berdua. Lebih tepatnya hanya Qilla yang bekerja sedangkan Rey hanya duduk memangku dagunya dengan telapak tangan.

Kalau bukan karena sedang sakit, Qilla tak akan membiarkan Rey bersikap seenaknya seperti itu. Enak saja hanya duduk diam sedangkan Qilla harus berpikir keras. Tidak akan Qilla biarkan.

Qilla tetap meneliti datanya. Melihat tanggal pertama kali ia berada di panti. Di situ disebutkan pada tanggal 15 Desember 2001 Qilla resmi berada di panti. Ah, kini ia paham mengapa tanggal ultahnya jatuh pada tanggal itu. Tapi ada yang aneh saat Qilla memeriksa data milik Rey. Di sana tertera tanggal 20 Desember Rey pertama kali menempati panti. Tapi...

"Eh, Rey. Tanggal lahir lo kapan?

Rey mendongak dengan alis terangkat sebelah. "26 Juli 2001."

"Tapi kok di sini...." Qilla terdiam setelah Rey mengambil secara kasar datanya.

Dilihatnya data itu dengan dahi mengernyit. "Ini aneh," katanya.

"Beda kan sama tanggal lahir lo." Rey mengangguk.

Jika sudah seperti ini, Rey yakin jika Pak Aran itu adalah pamannya dan ia adalah keponakannya. Alasan ini diperkuat adanya barang mewah yang secara langsung Pak Aran berikan. Meski Rey belum yakin 100 persen, setidaknya keyakinan itu masih ada di hatinya.

Qilla pun berpikir demikian. Tapi ia juga tak yakin jika Rey yang dimaksud donatur itu. Bisa jadi dirinya bukan. Karena ia juga berumur 17 tahun. Mungkin ini memang terkesan kepedean namun Qilla masih berharap keberuntungan berada di pihaknya.

Dilihatnya data milik donatur. Di situ tertera berapa nominal yang donatur itu keluarkan untuk panti setiap bulannya juga tanggal awal ia menjadi donatur. Di tanggal itu tertera tanggal 20 Desember 2001, tepat di tanggal Rey berada di panti ini pertama kali.

Beda dengan Qilla, beda pula dengan Rey. Kondisi gudang yang tak begitu terawat, debu di mana-mana membuat Rey merasa sedikit sesak. Hanya sedikit awalnya, tapi lambat laun intensitas sesaknya bertambah. Rey merasa saluran pernapasannya terganggu. Terbukti dengan oksigen yang ia rasa mulai menipis.

Qilla yang menyadari ada atmosfer aneh, mendongak menatap Rey yang kini tengah memegangi dadanya. Rey pasti sedang kambuh, itu kata Qilla di dalam hatinya.

Dengan tergesa, cewek itu membantu Rey memasangkan inhaller saat cowok itu meminta padanya sebuah oksigen. Qilla mengerti jika yang dimaksud Rey adalah inhaller, membatunya memakai alat yang memang sangat dibutuhkan oleh penderita asma seperti dirinya.

Setelah dirasa sesaknya sedikit mendingan, Rey meminta Qilla untuk membantunya kembali ke kamar. Bisa gawat jika bunda tahu dirinya kambuh di gudang, berdua dengan Qilla pula.

Qilla mau tak mau membantu Rey berjalan. Awalnya begitu, hingga dirasa Rey mulai melemas, akhirnya ia memapah Rey sampai kamarnya dengan selamat. Untung Qilla sedikit berisi dan Rey kurus. Bisa ambruk ia jika Rey gemuk lalu diminta memapahnya seperti tadi.

Kini, Qilla harus bersabar meneliti data-data itu sendiri. Tanpa dibantu apalagi ditemani seperti tadi.

.

Siang telah berubah menjadi sore menjelang malam. Sepulang sekolah, Qilla berniat mengunjungi Rey. Memberitahu apa yang ia dapat semalam sembari menjenguknya. Kali ini ia tidak sendiri. Tidak pula ditemani oleh Say. Ia bersama kawanan anak perempuan panti, berbondong-bondong memasuki kamar Rey yang kini penuh dengan anak-anak.

"Gimana kondisi lo?" tanya Qilla setelah duduk di kursi samping ranjang Rey.

"Mendingan." Rey harus berkata lebih kencang karena kamarnya saat ini telah menyerupai pasar.

Bagaimana tidak, jika hampir seluruh anak panti berada di kamarnya. Bisa dibayangkan bagaimana ramainya, bukan. Rey sendiri tak pernah memprotes akan hal itu. Ia justru senang, melihat adik pantinya dapat tertawa lepas, tanpa beban.

"Maaf Rey. Gue belum bisa dapetin informasi apapun selain yang semalem."

Rey mengangguk. Tak masalah sebenarnya. Ia justru merasa bersalah karena tak membantu Qilla sama sekali. Malah merepotkan karena insiden semalam.

"Gue harusnya yang minta maaf. Udah banyak repotin lo."

"Loh, kalian masih nyari data-data itu? Kenapa enggak tanya langsung sama Bunda?" Leo yang saat itu juga ada di kamarnya berceletuk.

Sebenarnya mereka juga telah memikirkan hal itu, tapi mereka rasa apa yang Leo katakan bisa jadi opsi kedua setelah pencarian data itu tidak membuahkan hasil berarti. Seperti saat ini.

"Menurut gue, kalian lebih baik nanya sama Bunda. Biar informasi yang kalian dapat lebih akurat dan terpercaya." Rey mengangguk membenarkan, begitu pula Qilla.

"Kalau masalah itu, bisa dipikirin nanti lah. Yang penting si Rey-nya sehat dulu."

"Hahaha, iya bener. Setuju gue. Lagian kalau Rey-nya sakit begini gimana bisa lancar? Eh, tapi gue heran deh, kenapa bisa lo kambuh lagi?" Rey menimpuk kepala Leo dengan guling di sampingnya. Enak aja berkata seperti itu, emangnya dia robot, tidak bisa kambuh.

"Asem ya, kamu," kata Rey disambut gelak tawa oleh Qilla dan Leo.

Bersambung...

Maaf kalau masih kacau, jelek, amburadul. Belum diedit sama sekali.

9 Bab lagi. 😄

210818

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro