Perampokan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Lembur adalah kata yang tidak menyenangkan untuk sebagian orang. Tapi tidak untukku. Aku bisa hampir 24 jam di ruang operasi. Tapi, akhirnya aku mendapatkan libur panjangku. Pulang kerumah orangtuaku pasti menyenangkan, bisa makan enak dan tidur tanpa diganggu apapun.

Malam ini kuputuskan untuk langsung pergi kerumah orangtuaku. Alasan pertama kenapa aku memilih bis adalah karena hanya kendaraan ini yang sampai kerumah orangtuaku di desa, kedua karena aku tidak punya kendaraan apapun.

Aku hampir melewatkan bis terakhirku, aku segera berlari "Ahjussi! Chamkan gidaryeo!* (Paman! Tolong tunggu sebentar!)" Supir bis itu hanya sedikit mendengus sebal ketika aku masuk. Aku hanya tersenyum manis. Tapi, ternyata bukan hanya aku yang terlambat naik, tapi ada seorang pria menggunakan pakaian compang-camping masuk ke bis.

Terlalu lelah, aku menyamankan posisi duduk ku yang berada di kursi belakang, menjadikan kaca jendela sebagai tumpuan kepalaku sambil sesekali mengecek smartphone ku.

Aku sedikit curiga dengan pria yang ikut masuk setelahku. Ia duduk didepan kursiku dan bergerak gelisah. Dan tak lama betul saja. Ia berlari menuju kursi supir dan mengancam kami menggunakan pisau daging. "SERAHKAN! ATAU KALIAN MAU MATI?!" Teriakannya terdengar kacau. " KAU!! JANGAN BERHENTI MENGENDARAI BIS INI!" teriaknya ke arah supir. Penumpang di bisku tidak terlalu banyak. Hanya ada seorang ibu dan anaknya, lalu beberapa siswi sekolah dan dua orang pegawai kantoran.

"Geundeu, Ahjussi.. aku mau bernegosiasi denganmu," ucapku. Karena terlihat tidak ada yang bisa mengendalikan pria kacau ini. "MWO! MWO! (Apa! Apa!)berani sekali kau gadis kecil mengajakku bernegosiasi." Mataku seketika berbinar. Apakah aku masih terlihat muda dimatanya? "Ahjussi? Jinjjayo? Jeongmalyo? Assa~ (Paman, benarkah? sungguh? Asyik~)" teriakku girang, hampir lupa dengan semua penumpang di bis itu yang sudah menatapku tak percaya.

"Ekhem. Otteyo, ahjussi?" ucapku menetralkan suasana. "Anak kecil tak usah ikut campur!" Dia langsung berlari kearahku, tentu saja aku mengelak dan tak lupa aku arahkan tanganku menuju ketiaknya yang terbuka lebar. "Mwohaneungoya!(Apa yang kau lakukan!)" teriaknya. Lalu berlari lagi kearahku. Aku menghindar lalu menusuk tanganku kearah lehernya. Seketika ia terjatuh terlihat lemas.

Namun beberapa detik kemudian ia terlihat segar. Aku menghela nafas, 'salah teknik.' Perampok itu menyeringai padaku. 'Gomawo (Terimakasih)' gerakan bibirnya terlihat seperti mengatakan itu. Akhirnya aku menghindar lagi dan lagi, rasanya menjadi seperti menjadi tupai. Tapi tanganku tak diam begitu saja. Masih sibuk mencari titik lemahnya. Saat perampok itu mengincar tubuhku lagi. Aku segera bersiap-siap untuk menghindar, namun yang terjadi tubuhnya terjembab ke lantai bis.

"Apa yang terjadi?" Bisik-bisik penumpang saat melihat perampok itu terjatuh dengan tidak elitnya. "ASSA~! (Asyik!)" teriakku girang dan gemas. Semua perhatian langsung beralih padaku. Kunetralkan suasana dengan mulai memberikan saran, "Ahjussi, ayo berhenti di halte berikutnya," ucapku, ahjussi supir bis hanya menggangguk patuh. "Adakah yang sudah menelepon polisi?" tanyaku. Mereka menjawab dengan gelengan kepala secara kompak. "Cheoyeo, noona-ssi. (Saya, kak.) Aku mengirimi pesan pada polisi sedari tadi," ucap seorang karyawan yang terlihat berkeringat. "Eoh, gamsahamnida. (Terimakasih.) Bisa kau hubungi mereka lagi? Bilang saja kita akan turun di halte berikutnya," ucapku sambil memberikan wink. "N..ne. Noona-ssi," jawabnya gugup.

"Ahjussi?" tanyaku pada perampok itu. "D..de.. (n..ne.)" ucapnya. Ingin kuberitahu posisinya saat ini? Singkatnya wajahnya menempel pada lantai bis dan ia terlihat tak ada tenaga. "Apa yang kau rasakan saat ini?" tanyaku. "Eungg.. waku tap ada.." Aku langsung memotong ucapannya dan tanpa ijin kuangkat kepalanya untuk menengok kearahku. Ia mengambil nafas kuat-kuat. "Lebih baik?" tanyaku. Ia menatapku lekat sekali lalu menjawab "Ne.. chogi, apa yang kau lakukan padaku? Padahal sedari tadi kau hanya menghindar dan memainkan jarimu ditubuhku," tanyanya. Aku menimang-nimang jawaban apa yang akan kuberikan padanya. "Kau harus menjelaskan dulu apa yang kau rasakan baru akan kuberikan jawabannya." Ia menggangguk lemah.

"Aku heran masih bisa berbicara dan sadar. Padahal seluruh tubuhku seperti beku, bukan, lebih tepatnya seperti kesemutan awalnya dan aku menjadi enggan untuk menggerakan tubuhku dan akhirnya lemas. Seolah otakku tak mengijinkan menggerakkan tubuhku," jelasnya panjang lebar. Aku mencatat hasil wawancara di smartphoneku. "Bisakah kau jelaskan kenapa aku seperti ini?" Aku menggerling senyuman manisku padanya, lalu pergi meninggalkannya. Tanpa berniat membantunya mendapatkan jawaban.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro